Komisi I DPR Setujui Anggaran Pertahanan Rp 134 Triliun
Komisi I DPR menyetujui anggaran Kementerian Pertahanan tahun anggaran 2023 sebesar Rp 134 triliun dari total pengajuan yang mencapai Rp 319 triliun. Persetujuan anggaran diambil rapat Komisi I DPR dengan Kemenhan Senin.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah melalui sejumlah rapat pembahasan anggaran, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui anggaran Kementerian Pertahanan tahun anggaran 2023 sebesar Rp 134 triliun dari total pengajuan yang mencapai Rp 319 triliun. Meski masih jauh dari yang diajukan, nilai tersebut tergolong realistis di tengah kondisi keuangan negara yang masih terdampak pandemi Covid-19 dan ketidakpastian global. Apalagi, selama ini tidak pernah ada publikasi kepada masyarakat mengenai kebutuhan sektor pertahanan.
Persetujuan anggaran itu diambil dalam rapat Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa di Kompleks Parlemen, Jakarta. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto hadir dalam rapat tersebut. Adapun Andika Perkasa didampingi Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono, dan Wakil Kepala Staf TNI AU (Wakasau) Marsekal Madya Gustaf Brugman.
Ini merupakan pertama kalinya Andika dan Dudung hadir bersama dalam rapat di Komisi I DPR. Sebelumnya, dikabarkan ada ketidakharmonisan di antara kedua jenderal yang ditengarai menjadi sebab masalah pembinaan anggota TNI. Akibatnya, muncul kasus-kasus kriminalitas yang melibatkan prajurit. Hal itu juga disinyalir membuat keduanya tak pernah terlihat bersama dalam sejumlah agenda penting TNI.
Namun, seusai rapat yang berlangsung tertutup selama lebih dari tiga jam itu, keduanya terlihat harmonis. Andika, Dudung, dan Prabowo sempat melakukan salam komando.
Kami dorong agar diadakan rapat untuk membahas mengenai anggaran pertahanan dengan Ibu Menkeu (Sri Mulyani Indrawati). Belum ada jadwal, tetapi itu tadi masuk ke bagian kesimpulan rapat.
Ditemui seusai rapat, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengatakan, rapat fokus membahas tentang anggaran pertahanan yang akan diajukan dalam persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKAKL) Tahun 2023. Dari total pengajuan yang telah dibahas pada beberapa rapat sebelumnya, Komisi I akhirnya menyetujui anggaran pertahanan tahun 2023 sebesar Rp 134 triliun. Persetujuan itu selanjutnya akan dilaporkan ke Badan Anggaran DPR.
Diberitakan sebelumnya, Kemenhan mengajukan anggaran Rp 319 triliun untuk 2023 atau naik dua kali lipat dibandingkan dengan 2022. Adapun pada 2022, anggaran pertahanan mencapai Rp 133,9 triliun (Kompas, 7/6/2022).
Meutya yang juga anggota Fraksi Partai Golkar di DPR melanjutkan, pihaknya menyadari besaran anggaran yang bisa disetujui masih jauh dari pengajuan. Dalam rapat, Prabowo Subianto pun telah menjelaskan sejumlah kekurangan dan kebutuhan yang terdampak. Oleh karena itu, Komisi I sepakat untuk memanggil Menteri Keuangan guna mencari solusi atas persoalan tersebut.
”Kami dorong agar diadakan rapat untuk membahas mengenai anggaran pertahanan dengan Ibu Menkeu (Sri Mulyani Indrawati). Belum ada jadwal, tetapi itu tadi masuk ke bagian kesimpulan rapat,” kata Meutya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Tubagus Hasanuddin, mengakui, jumlah anggaran yang bisa disetujui memang belum optimal. Hal itu dapat berdampak pada pemenuhan rencana pembangunan kebutuhan pokok minimum alat utama sistem persenjataan (alutsista) atau minimum essential force (MEF). Ia memprediksi, pemenuhan MEF pada 2024 belum mampu memenuhi target, yakni 100 persen.
MEF (diperkirakan) tidak tercapai, paling nanti tahun 2024 itu mencapai sekitar 65 persen.
”MEF (diperkirakan) tidak tercapai, paling nanti tahun 2024 itu mencapai sekitar 65 persen,” ujarnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Yan Permenas Mandenas, berharap peningkatan anggaran pertahanan bisa menjadi perhatian pemerintah. Tanpa anggaran yang memadai, dikhawatirkan kebutuhan belanja dan modernisasi alutsista dalam 2-3 tahun ke depan tidak bisa terpenuhi. Padahal, alutsista yang memadai sangat dibutuhkan oleh para prajurit dalam menjalankan operasi.
”Prajurit kita di daerah-daerah tidak ditunjang dengan alutsista yang baik sehingga dalam melakukan operasi, mengandalkan inteligensi dan kemampuan mereka sendiri,” kata Yan.
Prabowo Subianto berterima kasih karena Komisi I telah memperjuangkan dan mendukung kebutuhan anggaran Kemenhan dan TNI. Pihaknya berkomitmen untuk mengutamakan produk dalam negeri, sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Sementara itu, di sela-sela kunjungannya ke Menara Kompas, Dudung Abdurachman mengakui, dari seluruh kebutuhan yang diajukan TNI AD untuk 2023, hanya sekitar 45 persen yang dipenuhi. Meski demikian, ia memastikan bahwa TNI AD akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan anggaran yang tersedia. ”Kami memahami kondisi bangsa, sebagai prajurit harus bisa memanfaatkan anggaran yang ada,” ujar Dudung.
Transparansi
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas mengatakan, persetujuan anggaran pertahanan sebesar Rp 134 triliun atau 42 persen dari total pengajuan merupakan nilai yang cukup realistis. Harus diakui, sektor pertahanan membutuhkan anggaran besar untuk memenuhi kebutuhan peningkatan alutsista. Namun, negara juga masih membutuhkan anggaran untuk pemulihan dari pandemi Covid-19.
Anggaran pertahanan di banyak negara dipublikasikan melalui situs pemerintah. Itu bukan sesuatu yang rahasia karena yang (termasuk) rahasia adalah terkait strategi penggunaan alutsista.
Selain itu, Kemenhan juga tidak pernah memberikan informasi kepada publik terkait kebutuhan sektor pertahanan. Rapat anggaran di Komisi I DPR pun selalu berlangsung tertutup. Padahal, publikasi anggaran pertahanan dan rencana penggunaannya dibutuhkan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
”Anggaran pertahanan di banyak negara dipublikasikan melalui situs pemerintah. Itu bukan sesuatu yang rahasia karena yang (termasuk) rahasia adalah terkait strategi penggunaan alutsista,” kata Anton.
Menurut dia, dengan pemenuhan anggaran saat ini, target pemenuhan MEF 100 persen pada 2024 juga akan sulit tercapai. Sebab, konsekuensi utama dari pelaksanaan program tersebut adalah peningkatan anggaran pertahanan yang signifikan.
Mengacu data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2012, pemerintah mengalokasikan dana Rp 471 triliun untuk pengadaan dan pemeliharaan dalam program MEF periode 2010-2024. Dengan begitu, anggaran pertahanan yang dialokasikan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun naik setiap tahun. Contohnya, anggaran pertahanan periode 2010-2018 mengalami kenaikan 250,87 persen, dari Rp 48,9 triliun menjadi Rp 107,6 triliun.
”Namun, peningkatan anggaran tidak beriringan dengan perbaikan pengelolaan anggaran, seperti panjangnya prosedur pencairan, masifnya revisi anggaran tengah tahun, dan lambatnya proses pengadaan. Belum lagi kebijakan refocusing anggaran akibat pandemi Covid-19 menyebabkan pemangkasan sejumlah pos di sektor pertahanan,” ujar Anton.
Di sisi lain, tambahnya, kenaikan anggaran yang signifikan itu tidak beriringan dengan peningkatan pengadaan alutsista. Hal itu terlihat dari tren distribusi alokasi anggaran berdasarkan pos belanja. ”Secara umum, pos belanja pegawai masih mendapatkan porsi terbesar dalam distribusi anggaran, sedangkan distribusi anggaran untuk pos belanja barang dan belanja modal (yang terkait dengan alutsista) tidak konsisten mengalami kenaikan meski anggaran pertahanan selalu meningkat setiap tahun,” kata Anton. (NIA/NAD)