Pernyataan sejumlah elite Partai Demokrat mengenai adanya upaya pihak tertentu menjegal langkah partai itu untuk mengikuti Pilpres 2024 dinilai sebagai ikhtiar untuk menegaskan konsistensi mereka sebagai ”oposisi”.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·6 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono membuka Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Demokrat di Jakarta, Kamis (15/9/2022). Partai Demokrat menargetkan 15 persen suara pada Pemilihan Presiden dan Pemiu Legislatif 2024.
Saling sindir antara politisi Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P soal kecurangan pemilu menjadi semacam dejavu. Jelang Pemilu 2014, kedua partai terlibat perdebatan serupa, hanya saja dalam posisi yang berbeda. Jika dulu PDI-P sebagai oposisi yang mengkritisi Demokrat, kini giliran Demokrat yang menyentil PDI-P. Terlepas dari validitas tuduhan yang dilontarkan kedua pihak, adakah hal lain yang dituju lewat drama saling jegal ini?
Video berisi penggalan pidato Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat, Kamis (15/9/2022), mendadak viral di jagat maya setelah diunggah oleh akun Tiktok @pdemokrat.sumut. Dalam video yang dimaksud, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu mengatakan harus ”turun gunung” untuk menghadapi Pemilu 2024. Sebab, ia mendengar dan mengetahui informasi tentang tanda-tanda bahwa Pemilu 2024 akan diselenggarakan secara tidak jujur dan adil.
”Konon, akan diatur dalam pemilihan presiden nanti yang hanya diinginkan oleh mereka, dua pasangan capres dan cawapres saja yang dikehendaki oleh mereka. Informasinya, Demokrat sebagai oposisi jangan harap bisa mengajukan capres-cawapresnya sendiri bersama koalisi tentunya,” kata Yudhoyono.
Pidato tersebut disusul oleh pernyataan sejumlah politisi Demokrat, baik melalui media sosial maupun media massa. Beramai-ramai mereka mengungkapkan telah mendapatkan informasi ada upaya untuk menjegal keikutsertaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di pilpres mendatang. Demokrat yang sedang berkomunikasi intens dengan Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk menjajaki kemungkinan koalisi di Pilpres 2024, selama ini memang menunjukkan intensi untuk mengusung Anies. Belakangan, muncul pula sinyal untuk memasangkan Anies dengan Agus Harimurti Yudhoyono, Ketua Umum Demokrat yang juga putra sulung Yudhoyono.
KOMPAS/JULIAN SIHOMBING
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers sehubungan dengan jatuhnya nilai tukar rupiah dan saham yang terjadi belakangan ini, Selasa (30/8-2005) di Kantor Presiden.
Bahkan, sebelum diungkapkan Yudhoyono, pernyataan serupa digaungkan oleh politisi Demokrat, Andi Arief, melalui akun Twitter-nya. Dalam utas yang dibuat pada 28 Agustus lalu, ia menuliskan, Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 hampir dipastikan tidak adil proses dan hasilnya, selama Presiden Joko Widodo ikut cawe-cawe. ”Pak Jokowi pasti akan bilang hak saya mendukung Ganjar (Gubernur Jawa Tengah), misalnya. Tetapi, jangan juga punya rencana menolak pencalonan Anies Baswedan karena dianggap hak,” kata Andi.
Serangan bertubi dari Demokrat mendapatkan respons dari Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto, Minggu (18/9/2022). Melalui konferensi pers, ia menyatakan, baik PDI-P maupun Presiden Joko Widodo tidak pernah berupaya menjegal tokoh tertentu untuk berkontestasi di Pilpres 2024. Sebab, partisipasi di pilpres merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Seseorang yang tidak mendapatkan dukungan dari parpol untuk maju di pilpres juga tidak bisa serta merta diklaim sebagai hasil penjegalan dan indikator kecurangan di Pemilu 2024.
Sebab, syarat untuk maju di pilpres sudah tertera di Undang-Undang Pemilu, yakni memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional. Bahkan, Hasto pun menyinggung bahwa kecurangan pemilu secara masif justru terjadi pada 2009, di masa kepemimpinan Yudhoyono.
Drama panjang
Saling kritik antara Demokrat dan PDI-P ihwal kecurangan pemilu bukan baru pertama kali terjadi. Sejak Pemilu 2009, PDI-P sebagai oposisi gencar mengkritik penyelenggaraan pemilu, mulai dari dugaan rekayasa daftar pemilih tetap (DPT) hingga operasi intelijen dalam kampanye pilpres. Dugaan yang sama juga dilontarkan jelang penyelenggaraan Pemilu 2014. Bahkan, Hasto yang saat itu menjabat sebagai Wakil Sekjen PDI-P pernah menantang Yudhoyono untuk membuktikan bisa menyelenggarakan pemilu secara benar-benar jujur dan adil.
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto
Saat memimpin rapat kabinet paripurna, Selasa (1/4/2014), Presiden Yudhoyono pun mengangkat isu kecurangan dan keamanan pemilu. Ia menegaskan, pemerintah tidak menginginkan kecurangan apa pun dalam pemilu. Untuk memastikannya, ia mengajak seluruh komponen bangsa memastikan sistem pengawasan berjalan dengan baik.
Terkait dengan keamanan pemilu, Yudhoyono juga mengaku mendapat informasi resmi adanya sejumlah tokoh yang mengkhawatirkan keselamatan seseorang. Presiden memerintahkan Kepala Polri memberikan bantuan pengamanan (Kompas, 2/4/2014).
Dalam talkshow Satu Meja The Forum yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, Rabu (21/9), politisi Demokrat Anwar Hafid, mengatakan, pidato Yudhoyono di rapimnas pekan lalu berisi pesan moral untuk seluruh kader Demokrat. Pesan yang dimaksud berdasarkan pada informasi yang didapatkan bahwa ada indikasi upaya yang dilakukan pihak tertentu agar Demokrat bersama koalisinya kelak tidak bisa mengusung capres/cawapres di pilpres.
KURNIA YUNITA RAHAYU
Tangkapan layar acara talkshow Satu Meja The Forum yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo (dua dari kiri), Rabu (21/9/2022) malam.
”Ini bagian dari strategi kami memberikan peringatan, kalau ada yang mau melakukan itu, ya jangan dilakukan,” kata Anwar. Namun, ia menegaskan, hal itu tidak spesifik ditujukan pada salah satu pihak. Apalagi, bertujuan menuding pihak tertentu.
Politisi PDI-P Masinton Pasaribu mengatakan, meski tidak disebutkan secara eksplisit, pernyataan Yudhoyono menunjukkan intensi mengarah pada pihak penguasa, yakni PDI-P dan Jokowi sebagai presiden. Jika benar ada indikasi penjegalan agar kontestasi Pilpres 2024 diikuti tak lebih dari dua pasangan calon, semestinya Yudhoyono bisa menyebutkannya secara gamblang. Tanpa penjelasan, hal itu sebatas menjadi tudingan politis yang tidak berdasar.
Selain itu, Masinton pun mengingatkan bahwa aturan tentang ambang batas pencalonan presiden, dibuat di masa kepemimpinan Yudhoyono. Semestinya itu sudah dipahami dan tidak lagi dipermasalahkan. Bisa tidaknya seseorang menjadi capres/cawapres pada akhirnya ditentukan oleh lobi politik antarparpol, bukan dengan aksi penjegalan.
Ada kesadaran dari Demokrat bahwa mereka harus mengambil posisi yang sangat tegas sebagai oposisi. Bahkan, lebih tegas dari PKS, karena akan mendapatkan limpahan elektoral
”Setiap parpol punya keinginan menawarkan calon masing-masing. Di situ diperlukan kemampuan parpol untuk melakukan proses pendekatan dan untuk melakukan proses kerja sama,” katanya.
Penegasan oposisi
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya melihat pernyataan Yudhoyono yang diperkuat oleh sejumlah politisi Demokrat di media sosial bukan hal yang tidak disengaja. Tak hanya masif, mereka juga cenderung menggunakan diksi yang keras. Hal itu tidak terlepas dari tujuan untuk menegaskan posisi sebagai partai yang berada di luar pemerintahan. Namun, menggunakan narasi oposisi bukan lagi partai penyeimbang.
”Artinya, ada kesadaran dari Demokrat bahwa mereka harus mengambil posisi yang sangat tegas sebagai oposisi. Bahkan, lebih tegas dari PKS, karena akan mendapatkan limpahan elektoral,” kata Yunarto.
NINO CITRA ANUGRAHANTO UNTUK KOMPAS
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya
Dalam dua tahun terakhir, tingkat elektabilitas Demokrat pun cenderung naik. Berdasarkan survei Litbang Kompas, elektabilitas Demokrat pada Juni 2022 mencapai 11,6 persen, naik dibandingkan dengan survei yang sama pada Oktober 2019, yakni 4,7 persen. Raihan itu menempatkan Demokrat pada posisi keempat setelah PDI-P (22,8 persen), Partai Gerindra (12,5 persen), dan Partai Golkar (10,3 persen).
Padahal, pamor Demokrat sempat meredup setelah Yudhoyono tak lagi menjadi presiden. Setelah menang di Pemilu 2009 dengan raihan suara sah nasional sebesar 20,85 persen dan 148 kursi di DPR, perolehan suara partai tersebut merosot ke 10,19 persen dan 61 kursi di DPR pada Pemilu 2014.
Jauh sebelum Demokrat, PDI-P lebih dulu mendapatkan tuah elektoral dari peran oposisi. Pada 2004-2014 atau sepanjang dua periode kepemimpinan Presiden Yudhoyono, PDI-P konsisten berada di luar pemerintah. Selama itu pula, parpol yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu tak pernah absen mengkritik kebijakan pemerintah, termasuk juga penyelenggaraan pemilu.
Hasilnya, sekitar dua tahun sebelum Pemilu 2014, yakni pada Desember 2012, survei Litbang Kompas merekam tingkat elektabilitas PDI-P ada pada angka 13 persen. Enam bulan setelahnya, raihan itu naik hampir dua kali lipat, yakni 23,6 persen pada Juni 2013. Lonjakan elektabilitas dalam posisi oposisi itu yang selanjutnya mengantarkan PDI-P menjadi pemenang Pemilu 2014. Bahkan mengulangi kemenangan pada Pemilu 2019.
Kekuatan PDI-P semakin lengkap dengan keberadaan Jokowi. Sebagai kader yang diusung sebagai capres, tingkat elektabilitasnya dominan di antara tokoh lain, baik di Pemilu 2014 maupun 2019.
Sekalipun bisa menghasilkan keuntungan elektoral, Yunarto mengingatkan, manuver Yudhoyono dengan tudingannya bisa berdampak buruk. Salah satunya menyulitkan komunikasi politik dalam membangun koalisi menghadapi Pilpres 2024. Sebab, salah satu calon mitra koalisi Demokrat, yakni Nasdem, merupakan bagian dari koalisi pemerintahan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
Selain itu, peran Yudhoyono yang berlebihan dapat menghambat regenerasi internal. Padahal, saat ini Demokrat sedang ingin meregenerasi tokoh utamanya, dari Yudhoyono kepada Agus. ”Ketika Yudhoyono terlalu banyak turun gunung, itu akan mendegradasi peran Agus Harimurti Yudhoyono sebagai seseorang yang seharusnya mengambil peran, termasuk yang keras seperti itu,” kata Yunarto.