Badan Pengkajian MPR Buktikan Tak Ada Kajian Presiden Tiga Periode
Badan Pengkajian MPR menyerahkan hasil kajian Pokok-pokok Haluan Negara ke KPU. Tak ada kajian soal perpanjangan masa jabatan presiden di dalamnya.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat menyerahkan hasil kajian pembentukan Pokok-pokok Haluan Negara ke Komisi Pemilihan Umum, Rabu (21/9/2022). Penyerahan hasil kajian tersebut sekaligus untuk menegaskan tidak ada pembahasan tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan meminta KPU melaksanakan Pemilu 2024 sesuai dengan konstitusi.
Hasil kajian pembentukan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) diserahkan oleh Ketua Badan Pengkajian Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Djarot Saiful Hidayat dan diterima oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari. Penyerahan disaksikan oleh pimpinan Badan Pengkajian MPR dari semua fraksi di DPR dan kelompok Dewan Perwakilan Daerah dan anggota KPU lainnya.
”Yang pertama perlu kami sampaikan bahwa Badan Pengkajian MPR tidak pernah membicarakan atau mewacanakan amendemen Undang-Undang Dasar 1945 terkait dengan masa jabatan presiden atau presiden tiga periode,” ujar Djarot.
Ia menegaskan, Badan Pengkajian MPR fokus untuk melaksanakan konstitusi negara sehingga berbagai macam informasi yang berkembang terkait dengan perpanjangan masa jabatan presiden adalah tidak benar. Sebab, yang berhak untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945 itu hanya MPR dan itu harus juga melalui hasil kajian. Sementara Badan Pengkajian MPR saat ini sebagai alat kelengkapan majelis tidak pernah mengkaji wacana tersebut.
”Tadi saya sampaikan kepada Pak Hasyim Asy’ari dan jajaran KPU bahwa Pemilu 2024 itu harus dilaksanakan sesuai dengan konstitusi negara,” ujarnya.
Selain itu, kata Djarot, hasil kajian yang diserahkan tersebut merupakan bentuk hukum dan substansi haluan negara. Dalam kajian itu ditegaskan secara jelas bahwa Indonesia ini harus mempunyai visi dan misi yang sama dan sesuai dengan pembukaan UUD 1945, khususnya alinea kedua dan keempat. Oleh karena itu, visi dan misi calon pemimpin hendaknya juga mengacu pada pembukaan UUD 1945 itu.
”Itulah visi misi negara Indonesia merdeka, ini perlu kita kaji. Dengan cara seperti itu, calon presiden, calon gubernur, calon bupati dan wali kota mempunyai arah yang sama ke mana bangsa Indonesia ini akan menuju. yaitu menuju pada pencapaian visi misi seperti yang tersurat di dalam pembukaan UUD 1945,” kata Djarot.
Dalam perbincangan dengan jajaran KPU, lanjut Djarot, mereka memperbincangkan soal pemilihan kepala daerah (pilkada) asimetris. Sebab, demokrasi Indonesia saat ini cenderung mengarah pada demokrasi liberal. Maka, masukan dari KPU akan menjadi pertimbangan bagi MPR untuk menerbitkan rekomendasi terkait dengan pengembangan otonomi daerah.
Ia menegaskan, wacana presiden bisa mencalonkan diri sebagai wakil presiden memang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 7 UUD 1945. Namun, pada Pasal 8 UUD 1945 dijelaskan, apabila presiden berhalangan, tetap akan digantikan oleh wakil presiden di sisa masa jabatannya. Artinya, Wakil presiden yang kemudian naik menjadi presiden pun menabrak aturan di Pasal 7.
”Termasuk juga tentang persoalan etika politik dan moral politik menjadi satu bahan kajian terpisah, Pasal 7 membolehkan, tetapi Pasal 8 membatasi itu,” ujarnya.
Hasyim mengatakan, pertemuan dan penegasan yang disampaikan oleh Badan Pengkajian MPR telah menjawab wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak benar. Oleh karena itu, KPU terus melaksanakan tahapan Pemilu 2024 yang sudah berjalan dan melaksanakan semua tahapan sebaik-baiknya. ”Reguleritas pelaksanaan pemilu setiap lima tahun sekali insya Allah tetap terjaga,” ujarnya.