Muhammadiyah Desak Parpol Berikan Pasangan Capres yang Beragam
Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam. Untuk itu, lembaga mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden-wakil presiden. Seluruh pihak harus memberikan kesempatan yang adil bagi rakyat untuk mendapatkan lebih banyak pilihan agar terhindar dari polarisasi.
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Agus HS Reksoprodjo mengatakan, tahun politik menjelang pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024 semakin dekat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Berbagai manuver politik terus membombardir dan menjejalkan pengaruhnya ke masyarakat melalui beragam media informasi. Termasuk wacana terkait pencalonan presiden untuk memimpin lebih dari dua periode yang sengaja digerakkan oleh kelompok tertentu.
”Wacana tersebut jelas tidak sehat bagi demokrasi yang menjadi amanah reformasi serta semangat pembatasan kekuasaan (konstitusionalisme) sebagaimana telah ditegaskan oleh konstitusi. Oleh karena itu, wacana tersebut harus tegas dihentikan,” ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Minggu (18/9/2022).
Selain itu, lanjut Agus, polarisasi politik sebagai dampak dari taktik politik elektoral yang cenderung berupaya terus membelah dan tidak merangkul kesatuan justru menyebabkan terjadinya kutub-kutub di masyarakat yang tidak kondusif.
Muhammadiyah menilai penyebab polarisasi tersebut diakibatkan oleh sistem ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah di Pemilu 2019 yang mengantarkan pada praktik politik transaksional dan oligarkis. Bahkan, ambang batas pencalonan presiden telah menutup kesempatan bagi masyarakat untuk menjadi kandidat secara adil dan setara.
Oleh karena itu, sudah semestinya semua pihak bersepakat memberikan kesempatan yang adil bagi rakyat untuk bisa mendapatkan lebih banyak pilihan dan terhindar dari politik yang memecah belah, penuh teror, dan rasa takut. Apabila keterbelahan itu terus berlanjut, Indonesia dikhawatirkan akan mengalami demokrasi politik yang stagnan, involutif, bahkan mengalami kemunduran.
”Sehubungan itu, LHKP Muhammadiyah mendukung penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan mendesak partai politik untuk memberikan pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang lebih beragam serta tidak menimbulkan benturan di masyarakat melalui antitesis dua pasangan calon seperti halnya Pemilu 2014 dan Pemilu 2019,” tutur Agus.
Ia mengingatkan, tugas kebangsaan seluruh elemen bangsa adalah untuk memastikan pemilu dan pilkada pada 2024 berlangsung lebih bermartabat. Maka dari itu, perlu dimulai dengan penguatan nilai, karakter, serta integritas sebagai kriteria mutlak untuk para calon pemimpin nasional.
Hal tersebut diperlukan untuk memastikan pelaksanaan tahapan pemilu bisa berjalan demokratis dan terlaksana sesuai tata kelola pemilu yang mampu menghasilkan kepemimpinan yang kuat dan visioner.
Pemberantasan korupsi
Sementara terkait perkembangan hukum, kata Agus, LHKP Muhammadiyah prihatin dengan menguatnya demoralisasi di sektor ketatanegaraan sehingga perundang-undangan yang cacat secara moral konstitusional seolah menjadi sesuatu yang normal. Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi (MK) perlu lebih mempertegas kualitas independensi dan kenegaraannya melalui keputusan yang merefleksikan jiwa dan nilai filosofis yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945.
”Penegakan keadilan hukum, khususnya di ranah pemberantasan korupsi, harus terus-menerus didorong, dikritisi, diapresiasi, dan diperkuat kembali sebagai upaya menjalankan amanah bangsa dan reformasi. Jangan sampai marwah Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi lemah sehingga tidak lagi mendapatkan kepercayaan publik,” tuturnya.
Adapun pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana apabila dipaksakan justru akan kembali mengulang praktik buruk legislasi yang pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu, LHKP Muhammadiyah merasa perlu memastikan agar proteksi pada demokrasi tetap diutamakan dan karenanya pihak-pihak berkepentigan pada legalisasi RUU KUHP harus terbuka membaca hasil kajian, mendengarkan dan menimbang keluhan, serta masukan masyakarat dan para ahli.
Tidak partisan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, bagi Muhammadiyah, pemilu ke pemilu adalah peristiwa yang sudah biasa. Pemilu ke pemilu adalah sistem regulasi yang sudah berjalan rutin sehingga Muhammadiyah harus ikut berperan.
”Proses demokrasi tersebut harus berjalan secara substantif mengikuti sistem yang betul-betul akuntabel, kemudian juga sistem yang membawa pada prinsip prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi lebih baik,” ujarnya.
Haedar mengingatkan kepada warga Muhammadiyah agar tetap menghadapi pemilu dengan dinamika apa pun, tidak meletakkan organisasi, membawa organisasi ini menjadi partisan atas nama apa pun. Sikap yang tidak partisan justru membuat peran Muhammadiyah lebih leluasa untuk mengawal pemilu menjadi lebih baik.
”Insya Allah pimpinan Muhammadiyah, warga Muhammadiyah, sudah memiliki kearifan, pengalaman, kedewasaan, tanggung jawab, dan lebih dari itu prinsip-prinsip organisasi yang membingkai kita untuk tidak partisan,” katanya.