Optimisme Partai Demokrat Bergaung dari Sudut Senayan
Pamor Demokrat sempat merosot setelah Susilo Bambang Yudhoyono tak lagi menjadi presiden. Raihan suara partai itu turun di dua pemilu terakhir. Kini, jelang Pemilu 2024, tren elektabilitas Demokrat terus meningkat.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
Panggung gelap di Balai Sidang Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, mulai bercahaya disorot lampu bernuansa biru pada Jumat (16/9/2022) siang. Tirai hitam yang membentang perlahan terbuka. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono dengan setelan jas biru melangkah penuh percaya diri menuju ke podium.
Kehadiran Agus disambut para kader dan pengurus Demokrat yang memenuhi tribune. Mereka, tidak terkecuali Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, berdiri sambil meneriakkan nama Agus.
”AHY, Presiden! AHY, Presiden! AHY, Presiden!” AHY merupakan sebutan bagi Agus Harimurti Yudhoyono.
Agus pun menunggu kemeriahan itu mereda sebelum memulai pidato kebangsaannya dalam rangka menutup Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Demokrat yang berlangsung sejak Kamis.
Dalam pidato selama 40 menit, Agus mengungkapkan bahwa di usia yang ke-21 tahun, Demokrat memiliki pengalaman yang lengkap. Tidak hanya pernah menjadi partai berkuasa selama 10 tahun pada masa kepemimpinan Presiden Yudhoyono, selama 8 tahun terakhir Demokrat juga konsisten berada di luar pemerintahan.
Sejak menduduki kursi ketua umum pada 2020, ia telah berkeliling ke berbagai daerah untuk menyerap aspirasi publik dan mendapatkan gambaran kesulitan masyarakat. Dari segi sosial ekonomi, warga kesulitan karena daya beli yang rendah dan minimnya penghasilan. Dalam ranah demokrasi, kelompok kritis, tidak terkecuali partai oposisi, merasa terancam karena kebebasan berekspresi tak sepenuhnya terjamin. Penegakan hukum yang cenderung tajam ke bawah dan tumpul ke atas pun tak pelak membuat publik resah.
Menurut Agus, permasalahan itu bisa diselesaikan dengan perubahan dan perbaikan. Hal itu juga yang mendasari semangat perjuangan politik Demokrat menuju Pemilu 2024. ”Untuk itu, kita, Partai Demokrat, harus menjadi motor dalam perubahan ini,” ujarnya.
Demokrat memiliki pengalaman yang lengkap. Tidak hanya pernah menjadi partai berkuasa selama 10 tahun pada masa kepemimpinan Presiden Yudhoyono, selama 8 tahun terakhir Demokrat juga konsisten berada di luar pemerintahan.
Guna menghadapi Pemilu 2024 pula, Demokrat tengah berkonsentrasi untuk membangun koalisi dengan partai politik (parpol) lain. Itu diperlukan untuk mendapatkan tiket pencalonan presiden dan wakil presiden yang dipersyaratkan Undang-Undang Pemilu, yakni memiliki setidaknya 20 persen kursi di DPR atau 25 persen perolehan suara nasional di pemilu sebelumnya.
”Demokrat (juga) siap untuk memperjuangkan kader utamanya menjadi bagian dari pasangan capres-cawapres yang diusung,” kata Agus yang kembali disambut teriakan para kader yang meneriakkan namanya.
Siap bangkit
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra membenarkan, Demokrat siap untuk bangkit di 2024. Kepercayaan diri itu tidak terlepas dari kepemimpinan Agus yang mengedepankan prinsip 7K, yaitu kepemimpinan, kerja keras, keberanian, kecepatan, ketegasan, kesetiaan, dan kekompakan. Konsep itu terbukti mampu membangun soliditas internal untuk mempertahankan eksistensi partai. Misalnya, ketika terjadi kisruh karena ada pihak yang mencoba untuk merebut kursi kepemimpinan Demokrat melalui Kongres Luar Biasa Deli Serdang, Sumatera Utara, pada awal 2021.
Gaya kepemimpinan putra sulung mantan Presiden Yudhoyono itu juga menginspirasi para kader. Alih-alih membangun citra personal, Agus justru fokus membangun partai agar bisa kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat. ”Itu adalah kunci kenapa organisasi ini berhasil bertransformasi, beregenerasi, sehingga soliditasnya semakin kuat. Dan, ini membuat kami semakin percaya diri menghadapi 2024,” kata Herzaky dihubungi dari Jakarta, Sabtu (17/9).
Pamor Demokrat sempat merosot setelah Yudhoyono tidak lagi menjadi presiden pada 2014. Setelah memenangi Pemilu 2009 dengan perolehan 20,85 persen suara sah nasional dan 148 kursi di DPR, raihan suara partai itu turun pada pemilu setelahnya. Di Pemilu 2014, Demokrat mendapatkan 10,19 persen suara sah nasional dan 61 kursi di DPR. Raihan itu kembali turun pada 2019, yakni 7,77 persen suara sah nasional dan 54 kursi di DPR.
Namun, Demokrat mulai kembali menjadi perhatian publik seiring dengan kepemimpinan Agus. Hal itu terakumulasi dalam tren peningkatan elektabilitas Demokrat selama hampir 3 tahun terakhir. Merujuk survei Litbang Kompas, tingkat elektabilitas Demokrat pada Juni 2022 mencapai 11,6 persen, naik dibandingkan dengan survei yang sama pada Oktober 2019, yakni 4,7 persen. Raihan itu menempatkan Demokrat pada posisi keempat setelah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (22,8 persen), Partai Gerindra (12,5 persen), dan Partai Golkar (10,3 persen).
Tren yang sama terekam dalam survei lembaga lain, Charta Politika, misalnya. Pada survei yang dipublikasikan pada Juni 2022, elektabilitas Demokrat mencapai 7,2 persen. Perolehan itu juga meningkat jika dibandingkan survei pada Januari 2019, yakni 4,5 persen.
Tak hanya elektabilitas partai, Agus juga masuk dalam jajaran 10 besar tokoh potensial capres pilihan publik. Dalam survei Litbang Kompas pada Juni 2022, misalnya, elektabilitasnya mencapai 3,1 persen. Padahal, sebelumnya, relatif tak ada tokoh menonjol dari Demokrat selain Yudhoyono.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Center for Strategis and International Studies (CSIS) Arya Fernandes sepakat, kepercayaan diri di tubuh Demokrat memang mulai terbangun kembali. Hal itu setidaknya karena posisinya sebagai oposisi yang aktif memberikan pandangan alternatif terhadap kebijakan pemerintah cenderung berbuah insentif elektoral. Dari segi pemilih, Demokrat juga bisa menggaet sekitar 30 persen publik yang saat ini tidak puas dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
”Sejak dua tahun terakhir, seiring dengan kepemimpinan Agus, Demokrat juga melakukan banyak pembenahan internal, konsolidasi partai, dan pembangunan infrastruktur kepartaian yang lebih terlembaga,” kata Arya.
Ia menilai, terbuka peluang bagi Demokrat untuk meningkatkan perolehan suara di 2024. Namun, itu harus diiringi dengan strategi penetapan calon anggota legislatif (caleg) yang tepat, juga memperjuangkan kandidasi Agus di pilpres. ”Konsistensi menyuarakan pandangan alternatif terhadap kebijakan pemerintah juga merupakan pilihan strategis. Tidak ada pilihan lain yang efektif bisa dilakukan Demokrat,” ujar Arya.
Meski berpeluang meningkatkan perolehan suara, tambah Arya, sulit bagi Demokrat mendapatkan kesempatan untuk mengusung Agus sebagai capres mengingat elektabilitasnya yang tak dominan. Demokrat juga sudah cenderung menurunkan target lewat pernyataan bersedia mengusung kader utama baik sebagai capres ataupun cawapres. ”Pilihan rasional untuk Agus memang pada posisi cawapres,” katanya.
Kini, tersisa waktu kurang dari dua tahun bagi Demokrat untuk membuktikan diri. Demokrat boleh saja lebih percaya diri karena telah mengantongi berbagai bekal. Namun, dalam kontestasi politik 2024, Demokrat juga berhadapan dengan parpol-parpol lain yang tak kalah bersemangat. Lantas, mampukah Demokrat mengembalikan kejayaannya?