Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri turut memperhitungkan kemungkinan partainya mengusung pasangan capres-wapres sendiri tanpa bekerja sama dengan parpol lain.
Oleh
ANTONIUS PONCO ANGGORO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
SEOUL,KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P tak terusik dengan geliat sejumlah partai politik yang telah menjalin kerja sama untuk menghadapi Pemilu Presiden 2024. Bahkan, PDI-P memperhitungkan kemungkinan mengusung calon presiden-wakil presiden sendiri tanpa bekerja sama dengan partai politik lain.
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri saat diwawancarai di Seoul, Korea Selatan, Jumat (16/9/2022), mengatakan menerima banyak pertanyaan karena ia dan partainya seolah diam saja saat partai politik (parpol) lain gencar mengikat kerja sama untuk 2024. Padahal, seharusnya hal itu tak perlu ditanyakan karena strategi setiap parpol berbeda.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Seperti diketahui, hingga kini setidaknya sudah terbentuk dua poros koalisi. Pertama, Koalisi Indonesia Bersatu yang di dalamnya mencakup Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan. Selain itu, koalisi antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Jika parpol lain memiliki strategi untuk menjalin kerja sama lebih awal, lanjut Megawati, PDI-P mempersilakan. Bagi PDI-P, strategi saat ini adalah fokus pada konsolidasi internal dan mematangkan persiapan untuk menghadapi pemilu dan pemilihan kepala daerah pada 2024.
PDI-P, di antaranya, memastikan supaya lolos verifikasi administrasi oleh Komisi Pemilihan Umum untuk menjadi parpol peserta Pemilu 2024. Selain itu, bulan depan, PDI-P sudah memulai penjaringan untuk calon anggota legislatif yang disiapkan maju dalam Pemilu Legislatif 2024 serta calon kepala/wakil kepala daerah dalam Pilkada 2024.
”Jadi, bukan pekerjaan mudah,” katanya.
Oleh karena itu, PDI-P belum memikirkan dengan partai apa akan bekerja sama untuk 2024 meski Megawati menyadari langkah PDI-P dinantikan banyak pihak.
Selain itu, belum dipikirkannya soal kerja sama itu juga karena politik tidak hitam-putih.
Peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, melihat sikap PDI-P yang membuka kemungkinan mengusung capres-cawapres sendiri memperlihatkan adanya semangat percaya diri yang membuncah di PDI-P. Hanya, ada risiko yang harus ditanggung jika memang keputusan itu yang diambil.
”Bisa jadi PDI-P dengan capres-cawapres yang diusungnya nanti akan berhadapan dengan koalisi yang isi partainya lebih banyak dan potensi dari sisi jaringannya jauh lebih besar dan dari segi elektabilitas kandidatnya lebih besar. Itu risiko politik yang harusnya sudah menjadi sesuatu yang dibayangkan oleh PDI-P,” tuturnya.
Terlebih jika PDI-P nantinya mengusung capres dengan elektabilitas rendah, risiko yang ditanggung lebih berat. ”Kalau kita bicara pilpres, pasti bicara figur, bukan partai,” tambahnya.
Selain itu, yang juga harus dipertimbangkan adalah, meski PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2019, raihan suaranya pada 2019 hanya sekitar 20 persen. Artinya, masih ada 80 persen pemilih yang memilih partai lain.
Karena itu, jika memang keputusan tersebut yang diambil, PDI-P harus bersiap mengerahkan mesin partai dan jaringan-jaringan pendukungnya. Selain itu, figur capres ataupun cawapres yang dipilih haruslah yang memiliki elektabilitas tinggi. Jika tidak, sulit bagi PDI-P memenangi kontestasi pilpres.
Istilah koalisi
Selain menerangkan soal prioritas PDI-P saat ini, Megawati menilai istilah koalisi yang kerap muncul menjelang pilpres tidak tepat. Istilah koalisi hanya muncul dalam sistem parlementer, bukan sistem presidensial seperti dianut oleh Indonesia.
”Indonesia itu tidak memakai sistem koalisi. Jadi, kalau mau bilang kerja sama boleh,” tambah Megawati.
Koalisi yang dibangun dalam sistem parlementer pun berbeda dengan kerja sama antarparpol dalam sistem presidensial. Koalisi harus benar-benar dari tingkat bawah atau tingkat pengurus parpol terendah di antara partai politik yang berkoalisi. Adapun kerja sama di sistem presidensial hanya seperti kesepakatan atau nota kesepahaman.
”Kalau kerja sama itu, pertanyaannya, bisa diubah atau tidak? Ya, bisa. Tapi kalau yang koalisi, kemungkinannya sulit. Karena sudah dari bawah,” ujarnya.