Presiden Jokowi: Diperlukan Desain Pertahanan di Titik Terluar NKRI
Presiden Jokowi meminta ada desain pertahanan keamanan negara di titik-titik terluar NKRI. Permintaan disampaikan karena pembangunan perbatasan sejauh ini dinilai belum maksimal.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menilai, diperlukan desain pertahanan dan keamanan negara, terutama di wilayah terluar. Sejauh ini, pembangunan pertahanan di perbatasan memang belum maksimal.
Presiden Joko Widodo mengamati salah satu wilayah terluar di Indonesia dari Pantai Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya, Provinsi Maluku, Kamis (15/9/2022).
”Kabupaten Maluku Barat Daya ini adalah termasuk kabupaten terluar sebelah timur, paling timur selatan. Setelah kita melihat Maluku Tenggara, Maluku Barat Daya, kemudian Kabupaten Kepulauan Aru, kemudian Kota Tual, Saumlaki, kita melihat perlu sebuah desain untuk pertahanan dan keamanan negara, di titik mana kira-kira yang paling tepat. Ini penting karena memang ini potensi yang ada di sini perlu dilihat secara detail,” kata Presiden dalam keterangannya di daerah Tiakur, Kabupaten Maluku Barat Daya.
Dalam kunjungan kerja tersebut, Presiden Jokowi mengajak Menteri Pertahanan Prabowo Subianto melihat salah satu titik terluar NKRI, yakni Pulau Leti. Pulau Leti berbatasan laut dengan negara Timor Leste dan terlihat dari seberang Pantai Tiakur, tempat Presiden dan rombongan memberikan keterangan pers.
Selain Prabowo, hadir pula Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.
Kabupaten Maluku Barat Daya ini adalah termasuk kabupaten terluar sebelah timur, paling timur selatan. Setelah kita melihat Maluku Tenggara, Maluku Barat Daya, kemudian Kabupaten Kepulauan Aru, kemudian Kota Tual, Saumlaki, kita melihat perlu sebuah desain untuk pertahanan dan keamanan negara, di titik mana kira-kira yang paling tepat. Ini penting karena memang ini potensi yang ada di sini perlu dilihat secara detail.
Kunjungan ini, menurut Presiden, dilakukan dalam rangka pertahanan dan keamanan negara. Prabowo menambahkan, desain besar pertahanan negara telah diperintahkan Presiden Jokowi sejak 2,5 tahun lalu. Ini termasuk pengamanan alur-alur laut kepulauan di Indonesia. Ini penting karena 60 persen perdagangan laut dunia melalui alur laut Indonesia.
”Kekayaan kita sangat besar di wilayah ini, sangat-sangat besar, tidak hanya kekayaan ikan, tetapi juga kekayaan mineral di bawah laut, gas, dan minyak bumi di bawah laut,” kata Prabowo.
Karena itu, Prabowo menyebut bahwa masa depan kekayaan Indonesia sebagian besar akan ada di Indonesia timur. Untuk itu, pulau-pulau terluar di kawasan tersebut harus dirancang untuk menjadi bagian dari pertahanan negara.
”Pulau-pulau terluar di kawasan ini memang harus sudah kita rancang untuk menjadi bagian dari pertahanan kita. Tentunya ini akan kita lakukan dengan teliti dan mengikutsertakan semua lembaga terkait,” katanya.
Belum terbangun maksimal
Secara terpisah, Ketua Centra Initiative Al Araf menilai, pembangunan pertahanan wilayah perbatasan dan titik terluar saat ini belum terbangun maksimal. Orientasi pemerintah juga masih fokus ke dalam wilayah saja. Politik pertahanan yang ada juga belum mengarah pada kebijakan politik keamanan maritim yang terintegrasi.
Akhirnya bangunan titik terluar TNI belum maksimal dibangun. Meski strategi pertahanan kita berlapis dan defensif aktif, pembangunan titik terluar dan pembangunan cara pandang yang ’outward looking’ perlu dibangun maksimal.
”Akhirnya bangunan titik terluar TNI belum maksimal dibangun. Meski strategi pertahanan kita berlapis dan defensif aktif, pembangunan titik terluar dan pembangunan cara pandang yang outward looking perlu dibangun maksimal,” ujar Araf.
Gelar kekuatan di wilayah terluar seharusnya dibangun maksimal dalam aspek infrastruktur, kekuatan alutsista, sumber daya manusia, strategi dan kebutuhan lain yang menunjang. Visi maritim Jokowi pun semestinya diimplementasikan dalam pembangunan keamanan maritim yang terintegrasi dan tetap berdasar pada strategi pertahanan berlapis.
Setidaknya, kata Araf, Kementerian Pertahanan perlu memulai dari penilaian strategi pertahanan dan pembangunan kebijakan postur pertahanan negara ke arah sana. Kemudian, implementasinya harus dilakukan secara konsisten.
”Sering kali problem kita diimplementasi yang tidak konsisten dengan rencana yang dibuat. Hal ini sudah terjadi, khususnya dalam pengadaan alutsista,” ujar Araf.