Tekad Merebut 39 Kursi DPR di Tengah ”Prahara” Internal PPP
Kendati saat ini tengah menghadapi permasalahan internal, PPP optimistis dapat merebut kembali 39 kursi DPR pada Pemilu 2024. Lantas, apa saja strategi yang akan dilancarkan PPP untuk mencapainya?
Baru tiga pekan dinyatakan lolos ke tahap verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024, Partai Persatuan Pembangunan sudah diguncang prahara. Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa diberhentikan dan digantikan oleh Muhammad Mardiono, Ketua Majelis Pertimbangan PPP.
Pergantian pucuk pimpinan partai berlambang Kabah itu diputuskan dalam sebuah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PPP di Kabupaten Serang, Banten, 4-5 September lalu. Mukernas sekaligus menjadi ajang untuk mengukuhkan Mardiono sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP.
Sempat menuai polemik, kepengurusan baru hasil Mukernas itu kemudian disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, 9 September lalu. Mardiono yang juga menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu pun buru-buru menyerahkan kepengurusan baru ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), Senin (12/9/2022).
Sampai saat ini, belum ada pengurus DPP yang diganti. Meski begitu, tetap saja muncul kekhawatiran pergantian ketua umum akan berdampak buruk pada citra dan elektabilitas partai. Apalagi, belajar dari pengalaman sengketa internal sepanjang 2014-2018, PPP kehilangan lebih dari separuh kursi DPR, dari 39 kursi di Pemilu 2014 menjadi 19 kursi pada Pemilu 2019.
Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani di Jakarta, Selasa (13/9/2022), menyampaikan harapan, pergantian ketua umum tidak berpengaruh pada persiapan partai politik itu dalam menghadapi Pemilu 2024. PPP telah menyiapkan berbagai strategi agar bisa mencapai target, kembali menguasai 39-40 kursi DPR. Salah satunya menjemput bola, memberikan kesempatan bagi tokoh eksternal untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari PPP.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Arsul Sani.
Apakah pergantian ketua umum banyak berpengaruh pada persiapan PPP menghadapi Pemilu 2024?
Saya ingin jelaskan bahwa kalaupun disebut ada perselisihan di PPP saat ini, maka ini lebih pada tataran elite, tidak membelah partai seperti yang terjadi pada 2014-2016. Jadi, kalau sekarang ini teman-teman DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) di 34 provinsi, teman-teman DPC (Dewan Pimpinan Cabang) di hampir 500 kabupaten/kota itu, tetap solid dan tidak berpengaruh.
Tentu teman-teman DPW dan DPP berpegangan pada asas legalitas karena memang keabsahan kepengurusan parpol itu, kan, menurut UU Parpol berlandaskan asas legalitas. Mana yang terdaftar, diakui, dan mendapatkan surat keputusan dari Kemenkumham, itu patokannya.
Lalu, apakah kemudian ini mengganggu berbagai aktivitas konsolidasi? Maka bisa saya jawab tidak karena teman-teman di bawah itu kembali pada asas legalitas. Bahkan, kami pun di tingkat DPP setiap minggu ada sekolah politik yang diikuti oleh ketua dan sekretaris serta pengurus DPW dan DPC seluruh Indonesia. Itu tetap berjalan.
Jadi, sementara ini tidak menimbulkan gangguan yang berarti dalam konteks konsolidasi dan soliditas partai secara keseluruhan. Tetapi, bahwa ada beberapa orang yang kebetulan dekat dengan Suharso dan melakukan media briefing dan media konferensi yang menampakkan di mata publik yang ada problem soliditas, itu memang tidak bisa dimungkiri. Tetapi yang paling penting, saya rasakan di tingkat bawah tidak ada keterbelahan.
Baca juga : Strategi Dua Kaki PKB demi Kuasai 100 Kursi Parlemen
Apakah PPP tidak khawatir sengketa elite ini akan berpengaruh pada dukungan suara untuk PPP?
Rasanya sampai sekarang kami belum merasakan pengaruhnya. Sampai saat ini belum ada kiai yang meninggalkan kami atau minimal tidak mau aktif lagi di PPP. Para alim ulama itu justru meminta kami sebisa mungkin diupayakan penyelesaian yang baik dengan Pak Suharso.
Apa langkah yang akan dilakukan pimpinan baru PPP untuk konsolidasikan para elite di tingkat DPP?
Jadi, kemarin kami sudah melakukan sebelum ke KPU itu semacam informal talk-lah, informal meeting, kami makan siang bersama. Dalam makan siang itu, tentu yang terjadi pembicaraan. Pak Mardiono, saya, yang dianggap senior dalam kepengurusan, seperti Pak Amir Uskara, diminta menyampaikan kepada teman-teman agar tetap ada di posisi masing-masing, tetap melaksanakan aktivitas, terlepas dari kecenderungan hati.
Kami, kan, tidak bisa bicara soal hati, kecuali termanivestasi dalam sikap dan tindakan. Karena sekarang ini, sekali lagi, berdasarkan asas legalitas itu Plt Ketua Umum Mardiono, ya, kami ikuti komando Pak Mardiono.
Kami akan sampaikan juga kepada teman-teman akan segera rapat pengurus harian. Kami ingin juga semuanya bisa diselesaikan dengan baik. Sekiranya ada yang sulit untuk bisa menerima kepemimpinan Mardiono, kami minta untuk bersikap, apakah mengundurkan diri atau bagaimana. Kalau mundur dari pengurus tidak berarti harus mundur dari PPP atau mundur dari caleg (calon anggota legislatif). Sementara kami encourage semuanya.
Namun, kami ingin konsekuensi jika tetap duduk di kursi kepengurusan, aktivitas harus tetap dijalankan. Aktivitas apa? Aktivitas dalam rangka membangun soliditas dan konsolidasi. Apa yang sudah dilakukan pada saat dipimpin Pak Suharso kami minta untuk tetap diteruskan. Semuanya dilanjutkan, baik sekolah politik maupun kegiatan konsolidasi yang terkait dengan kaum perempuan. Sebab, kaum perempuan itu memegang peran penting. Itu semua kami minta untuk dilaksanakan untuk menunjukkan kalau perselisihan itu ada di tingkat elite, bukan menyangkut DPP secara keseluruhan.
Sejauh ini, apakah Mardiono sudah berkomunikasi dengan Suharso?
Saya sudah mendengar ada pertemuan antara Mardiono dan Suharso, tetapi barangkali mungkin karena belum tuntas sehingga belum pas disampaikan kalangan internal maupun ke publik. Pembicaraan intinya adalah mengupayakan agar perselisihan ini tidak memengaruhi konsolidasi dan tidak memecah belah. Saya punya keyakinan Pak Suharso bukan orang yang pendendam, bukan tipe orang yang pemarah tidak terkontrol, bukan seperti itu. Saya kira perlu tidak hanya di dunia politik, tetapi ketika kompromi, kan, ada yang harus diberikan. Proses itu yang sebetulnya sedang berlangsung.
Sebenarnya, apa target PPP untuk Pemilu 2024 ini?
Targetnya setidaknya kembali ke kursi (Pemilu) 2014, 39 kursi. Kami sudah punya modal sosial, yakni tidak ada kebijakan DPP yang bertabrakan dengan akar rumput. Kemudian, tidak ada pengurus di level pusat yang terjerat kasus hukum.
Di pemilu ke depan, kami memang menerapkan strategi jemput bola. Kami membuka pendaftaran bagi kalangan eksternal partai untuk bergabung menjadi caleg PPP.
Hal yang lebih penting adalah kerja-kerja konkret kepartaian dijalankan. Pertama, peningkatan kapasitas dari aparatur partai melalui sekolah politik. Berikutnya gerakkan jajaran partai untuk melakukan berbagai kegiatan agar kehadiran PPP di masyarakat diketahui ada dan dirasakan. Bentuknya apa? Sesuai dengan kearifan lokal masing-masing. Misalnya menyebar bantuan di lokasi bencana, itu digalakkan di mana-mana. Paling tidak kalau terus dilakukan, ada emotional deposit pada publik bahwa partai datang tidak hanya saat butuh suara saja. Itu terus yang kami dorong.
Apa strategi yang disiapkan untuk mengembalikan 39-40 kursi DPR?
Strategi dasar adalah merawat, menjaga basis-basis tradisional PPP. Jadi, kami tidak mau lagi demi dapatkan basis-basis baru kemudian kami tinggalkan kerja-kerja merawat, menjaga hubungan dengan basis tradisional.
Untuk kalangan milenial, PPP tentu menggarap para pemuda dari dunia pesantren dan lingkungan Islam karena partai kami partai Islam.
Kemudian, di pemilu ke depan, kami memang menerapkan strategi jemput bola. Kami membuka pendaftaran bagi kalangan eksternal partai untuk bergabung menjadi caleg PPP. Selain itu, kami juga mendatangi sejumlah tokoh, termasuk tokoh muda, untuk meminta mereka agar berkenan jadi caleg PPP. Istilahnya, kami yang melamar.
Baca juga : Tekad Bulat PDI-P Mengejar ”Hattrick” Kemenangan Pemilu
Orientasi kami adalah kembalinya kursi partai, yang penting dapat kursi. Karena itu, kalau ada tokoh luar yang punya modal sosial, modal finansial, kader harus ikhlas kalau mereka mendapat nomor lebih tinggi. Sebaliknya, kader yang sudah berada di partai, bahkan puluhan tahun, karena kurang jaringan atau modal sosial, kami berharap bisa secara sukarela ditempatkan di nomor besar. Ini yang kami lakukan saat ini karena cara berpikirnya adalah lebih baik punya kursi meskipun bukan kami yang duduk.
Apakah PPP juga sudah mulai mencari capres seperti parpol lain untuk mengejak efek ekor jas?
Sebelumnya kalau efek ekor jas ditingkatkan, harus ada kader dari dalam jadi capres dan cawapres. Terus terang kami tidak ada. Hemat saya, PPP harus mengarahkan bahwa capres-cawapres di koalisi (Koalisi Indonesia Bersatu) seharusnya adalah sosok yang merupakan milik bersama. Kami dorong capres-cawapres bukan berasal dari kader parpol koalisi. Sebab, kalau capres dan cawapres berasal dari luar parpol koalisi, justru efek ekor jas bisa kami nikmati bersama. Selain itu, elektabilitas dan akseptabilitasnya juga bisa dirasakan semua parpol koalisi.