Sebanyak 70 persen daerah otonom sejak 1999 hingga 2009 dinilai gagal capai tujuan pemekaran. Karena itu, penyusunan desain besar penataan daerah diharapkan tak sekadar berorientasi pada pemekaran tapi juga penggabungan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyusunan desain besar penataan daerah diharapkan tidak sekadar berorientasi pada pemekaran daerah, tetapi juga penggabungan bagi daerah-daerah otonom yang gagal. Hal ini penting dirumuskan karena 70 persen daerah otonom yang terbentuk sejak 1999 hingga 2009 dinilai gagal mencapai tujuan pemekaran.
Sebelumnya diberitakan, pembentukan empat provinsi baru di Papua dan Papua Barat memicu reaksi daerah-daerah lain untuk ikut dimekarkan. Menanggapi desakan itu, Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 21 September 2022 mendatang akan mengkaji kembali rancangan desain besar penataan daerah (desartada) yang di antaranya mengatur pemekaran dan penggabungan daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (14/9/2022), mengatakan, selama ini, jika bicara soal penataan daerah, seolah-olah dikaitkan dengan pemekaran daerah. Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah jelas disebutkan bahwa penataan daerah terbagi menjadi dua, yakni pembentukan daerah (pemekaran daerah dan penggabungan daerah), serta penyesuaian daerah.
”Kalau kita lihat dalam 20 tahun reformasi, yang dilakukan hanya pemekaran, bukan penggabungan. Padahal, kalau pemerintah pusat punya kajian yang komprehensif terkait evaluasi daerah otonom baru, perlu dipertimbangkan untuk penggabungan daerah. Hal ini lebih penting dibahas, sebelum kita memikirkan apakah moratorium (pemekaran) ini dibuka kembali atau tidak,” ujar Suparman.
Kalau kita lihat dalam 20 tahun reformasi, yang dilakukan hanya pemekaran, bukan penggabungan. Padahal, kalau pemerintah pusat punya kajian yang komprehensif terkait evaluasi daerah otonom baru, perlu dipertimbangkan untuk penggabungan daerah. Hal ini lebih penting dibahas, sebelum kita memikirkan apakah moratorium (pemekaran) ini dibuka kembali atau tidak.
Untuk itu, dalam pembahasan desartada nanti, KPPOD mendorong pemerintah agar juga mengevaluasi DOB yang selama ini dibentuk. Hasil evaluasi Kemendagri pada 2012, misalnya, menyebutkan, 70 persen DOB yang terbentuk sepanjang 1999-2009 dinilai gagal mencapai tujuan pemekaran.
Tak hanya itu, menurut data Kementerian Keuangan, pemekaran juga menambah beban keuangan pemerintah pusat. Pada 1999, total dana alokasi umum (DAU) yang ditransfer ke daerah Rp 54,31 triliun. Sepuluh tahun kemudian (2009), setelah terbentuk 205 DOB, anggaran DAU melonjak tiga kali lipat hingga mencapai Rp 167 triliun.
Dengan data tersebut, menurut Suparman, itu menunjukkan daerah belum menunjukkan kemandirian dan keberhasilannya sebagai DOB. Daerah juga dianggap belum mampu mencapai tujuan pembentukan otonomi daerah, yakni menciptakan kesejahteraan.
Menurut kami, daerah-daerah seperti ini perlu dipertimbangkan, dalam arti, apakah berpotensi dia tetap berjalan sendiri terus atau perlu dilihat lagi untuk bisa digabungkan lagi dengan daerah induknya.
Untuk menuju kesejahteraan, setidaknya dilihat dari tiga hal, meliputi kualitas pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan daya saing. Berkaitan dengan kualitas pelayanan publik, Ombudsman Republik Indonesia ternyata masih mendapati banyak daerah belum masuk kategori tingkat kepatuhan tinggi. Artinya, masih ada catatan negatif terkait kualitas pelayanan. Kemudian, soal daya saing daerah. Dari kajian KPPOD pada 2020, didapati banyak daerah masuk kategori daya saing rendah.
”Menurut kami, daerah-daerah seperti ini perlu dpertimbangkan, dalam arti apakah berpotensi dia tetap berjalan sendiri terus atau perlu dilihat lagi untuk bisa digabungkan lagi dengan daerah induknya,” kata Suparman.
Desain besar penataan daerah
Secara terpisah, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Valentinus Sudarjanto Sumito menyampaikan bahwa pada 21 September mendatang, Kemendagri dan Komisi II DPR tidak akan secara spesifik berbicara mengenai evaluasi penerapan DOB, melainkan berkaitan dengan desain besar penataan daerah. Saat ditanyakan apakah mungkin adanya penggabungan DOB-DOB yang gagal, ia menegaskan bahwa Kemendagri sampai sekarang masih terus berupaya mengevaluasi DOB-DOB yang ada. ”Semoga semua kami bisa push untuk lebih baik,” ucapnya.
Pada prinsipnya, Valentinus mengatakan, sejauh ini moratorium pemekaran masih berlaku. Untuk itu, belum ada kebijakan apa pun berkaitan dengan pemekaran daerah, selain wilayah Papua. Adapun pemekaran Papua didasari oleh undang-undang khusus, yakni UU No 2/2021 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.
Berdasarkan data Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri, hingga September 2022, terdapat 329 usulan daerah otonom baru (DOB). Usulan itu terdiri dari 55 provinsi, 247 kabupaten, dan 37 kota. Usulan itu datang dari sejumlah daerah di 34 dari 37 provinsi yang ada di Indonesia. Hanya DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali yang tidak mengajukan usulan pemekaran daerah.