Pasang Surut Partai Demokrat, 21 Tahun Menjaga Eksistensi
Setelah memenangi Pemilu 2009, perolehan suara Partai Demokrat terus merosot pada dua pemilu terakhir. Kini, menjelang Pemilu 2024, elektabilitas partai itu terus naik seiring dengan konsistensinya di luar pemerintahan.
Hari ini, genap 21 tahun Partai Demokrat berdiri sebagai sebuah partai politik. Mulusnya regenerasi kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Agus Harimurti Yudhoyono menandakan Partai Demokrat siap menghadapi tantangan ke depan, khususnya perhelatan Pemilihan Umum 2024.
Partai Demokrat didirikan pada 9 September 2001. Partai berideologi nasionalis-religius tersebut pada awalnya dipimpin Subur Budhisantoso sebagai Ketua Umum dengan Kristiani Herrawati sebagai Wakil Ketua Umum. Partai berlambang ”Bintang Mercy" itu kemudian mendeklarasikan diri pada 17 Oktober 2002 di Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Meski tergolong baru, Partai Demokrat cukup percaya diri mengikuti pertarungan politik dalam Pemilu 2004. Dalam pemilu pertamanya itu pula, Demokrat langsung mengusung pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) bersama dengan Partai Bulan Bintang dan Partai Bintang Reformasi, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Salah satu pendirinya, Susilo Bambang Yudhoyono diusung menjadi capres didampingi politikus Partai Golkar Jusuf Kalla.
Yudhoyono-Kalla pun berhasil lolos ke putaran kedua sekaligus memenangi pemilu presiden (pilpres) pertama yang diselenggarakan secara langsung. Pasangan ini meraih 69,26 juta atau 60,62 persen suara sah nasional, mengungguli calon petahana Megawati Soekarnoputri-KH Hasyim Muzadi yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Debut Demokrat pada pemilu legislatif (pileg) yang digelar sebelum pilpres juga membawa hasil cukup baik untuk ukuran partai baru. Dengan perolehan 8,45 juta atau 7,45 persen suara sah nasional, Demokrat berhasil masuk lima besar pemenang Pemilu 2004 dan menguasai 56 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keberhasilan itu berulang pada Pilpres 2009 yang mengantarkan kembali Yudhoyono ke tampuk kekuasaan tertinggi di Indonesia bersama Boediono. Demikian pula dalam Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat mendapatkan 20,85 persen suara, jauh di atas Partai Golkar (14,45 persen) dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (14,03 persen). Dari posisi kelima di Pemilu 2004, Demokrat melompat ke posisi pertama pada Pemilu 2009.
Namun, berbagai kendala dan tantangan melanda Partai Demokrat yang mengakibatkan citra partai yang identik dengan Yudhoyono tersebut terus turun pasca Pemilu 2009. Pada Pemilu 2014, perolehan suara Demokrat merosot menjadi 12,7 juta atau setara 10,9 persen suara sah nasional. Posisi partai itu pun melorot dari urutan pertama menjadi urutan keempat pemenang pemilu.
Bahkan, pada Pemilu 2019, Demokrat hanya mendapat 10,8 juta atau 7,7 persen suara sah nasional. Posisi Demokrat pun kembali turun menjadi urutan ketujuh pemenang pemilu dan masuk kategori partai menengah.
Meski begitu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief, dalam refleksinya, Jumat (9/9/2022), mengungkapkan, perjalanan selama 21 tahun itu memperlihatkan bahwa Partai Demokrat mampu bertahan di tengah tantangan dan pandangan negatif. Pada 2014, setelah berbagai masalah muncul di internal partai, Demokrat sempat diprediksi hanya akan menjadi ”Partai 5 Persen atau PLP”.
”Lagi-lagi prediksi itu meleset. Meski separuh lebih suara hilang, tetapi masih menjadi partai papan atas dua digit,” tuturnya.
Bahkan, lanjut Andi, prediksi Partai Demokrat akan hancur lebur pada Pemilu 2019 juga meleset. Kendati kursi parlemen yang diperoleh Demokrat turun, tetapi posisi partai itu masih berada di jajaran parpol tengah bersama Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Nasdem, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Menurut Andi, ketokohan dan kiprah Yudhoyono di Partai Demokrat adalah fakta sejarah yang tidak bisa dipisahkan. Sebab, hari lahir Yudhoyono juga dirayakan pada hari ini, bersamaan dengan ulang tahun Demokrat. Oleh karena itu, tidak salah jika banyak kalangan, termasuk kader parpol, menilai Yudhoyono identik dengan Demokrat.
Meski begitu, lanjut Andi, Partai Demokrat telah mengambil pilihan atau langkah politik yang besar, yakni regenerasi. Pilihan regenerasi dari Yudhoyono ke Agus Harimurti Yudhoyono sebagai sebagai ketua umum dipilih untuk menjawab tuntutan zaman. ”Dan kini ditanggapi positif oleh rakyat atas pilihan politik yang cukup berani itu,” kata Andi.
Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief
Namun, diakui pula kepemimpinan Agus tidak selalu berjalan mulus. Beberapa ujian telah dilewati oleh Agus sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Ujian dan tantangan bagi Demokrat diyakini akan selalu ada pada masa depan. Tantangan yang kini dihadapi Demokrat bersama segenap rakyat Indonesia tengah berada dalam situasi sulit. ”AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) dan Partai Demokrat tentu akan selalu menghadapi ujian demi ujian yang mungkin sama dan mungkin juga tidak sama dengan tantangan 21 tahun sebelumnya,” ujar Andi.
Baca Juga: Ujian Bertubi bagi Eksistensi Partai Demokrat
Tak ada perayaan khusus untuk memperingati 21 tahun berdirinya Partai Demokrat. Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengungkapkan, hari jadi Demokrat diperingati secara internal. Menurut rencana, peringatatan 21 tahun Partai Demokrat baru akan digelar pekan depan. Peringatan digelar bersamaan dengan pertemuan kader Partai Demokrat dari seluruh Indonesia di Jakarta.
Tetap eksis
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin juga menyaksikan, dalam 21 tahun ini, Partai Demokrat telah banyak menghadapi pasang surut. Sempat disebut sebagai partai ”bayi ajaib” karena tidak lama setelah lahir bisa menjadi partai pemenang pemilu dan mengantarkan Yudhoyono kembali ke kursi RI 1, partai ini juga sempat mengalami keterpurukan karena sejumlah kadernya tersandung korupsi.
Regenerasi yang sudah mulai berjalan di Demokrat memperlihatkan bahwa partai tersebut mampu untuk tidak hanya bertumpu pada satu sosok, yakni Yudhoyono. Akan tetapi, regenerasi dari Yudhoyono kepada Agus bukan tanpa kritik.
Meski setelah itu Partai Demokrat belum bisa mengembalikan kejayaannya
sebagai partai pemenang pemilu, lanjut Ujang, eksistensi Partai
Demokrat hingga saat ini menjadi bukti bahwa partai itu masih ada di
hati sebagian besar masyarakat. Terlebih, saat ini Partai Demokrat
berada di luar partai pendukung pemerintah bersama PKS.
Konsistensi Demokrat menyuarakan aspirasi akar rumput dari luar pemerintahan dipandang positif oleh rakyat. Hal itu setidaknya terlihat dari terus naiknya elektabilitas Partai Demokrat. Hasil survei Litbang Kompas mencatat, elektabilitas Demokrat bergerak dari 4,7 persen pada Oktober 2019 kemudian terus konsisten meningkat hingga mencapai angka 11,6 persen pada Juni 2022.
Baca Juga: Tuah Elektoral Partai Oposisi
Posisi Demokrat juga naik ke urutan ketiga di bawah PDI-P dengan elektabilitas 22,8 persen dan Partai Gerindra yang elektabilitasnya sebesar 12,5 persen. Dengan capaian tersebut, Demokrat juga telah menggeser posisi Partai Golkar yang elektabilitasnya ada di angka 10,3 persen.
Menurut Ujang, regenerasi yang sudah mulai berjalan di Demokrat memperlihatkan bahwa partai tersebut mampu untuk tidak hanya bertumpu pada satu sosok, yakni Yudhoyono. Akan tetapi, regenerasi dari Yudhoyono kepada Agus bukan tanpa kritik.
”Memang relatif sukses melakukan regenerasi kepada anak muda, tetapi kritiknya adalah pucuk pimpinan partai diserahkan kepada anaknya. Kalau mampu, ya, tidak masalah. Namun, ini tetap politik dinasti,” katanya.
Ujian yang relatif bisa dilalui Agus adalah upaya ”kudeta” oleh sebagian kadernya yang kemudian menggandeng Moeldoko, mantan Panglima TNI yang kini mejabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Keberhasilan itu sekaligus memperlihatkan bahwa roda organisasi Demokrat tetap teguh meski diguncang permasalahan di internal.
Namun, kata Ujang, ujian sesungguhnya bagi sebuah partai adalah menjadi sarana aspirasi atau jembatan bagi kepentingan publik. Selama partai bisa menjalankan fungsi itu, selama itu pula partai tersebut akan mampu bertahan.”Tantangannya tidak mudah. Intinya adalah bagaimana sebuah partai kemudian bisa dicintai dan menjadi jembatan bagi rakyat. Kita lihat dan buktikan nanti di Pemilu 2024, apakah Partai Demokrat benar bisa mewujudkan slogannya, yaitu berkoalisi dengan rakyat?” kata Ujang.