Kesiapan Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno untuk maju di Pilpres 2024 tak memengaruhi sikap Gerindra. Gerindra tetap akan mengusung Prabowo sebagai capres di 2024.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Gerindra tidak mempermasalahkan intensi Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno berkontestasi pada Pemilihan Presiden 2024. Hal itu tidak akan mengubah keputusan partai yang telah mendeklarasikan Ketua Umum sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon presiden.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pihaknya mempersilakan jika Sandiaga berniat maju di Pilpres 2024. Hal itu merupakan hak setiap warga negara yang dijamin konstitusi sepanjang memenuhi persyaratan yang tertera dalam Undang-Undang Pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Oleh karena itu, Gerindra juga tidak mempermasalahkan apabila Sandiaga yang saat ini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mulai menjajaki komunikasi politik dengan sejumlah pihak, termasuk partai politik. ”Kami, kan, tidak bisa melarang kalau hak politik seseorang mau maju,” kata Dasco, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/9/2022).
Akan tetapi, Dasco mengingatkan, kader parpol semestinya memahami batasan dan etika yang ada di partai. Terkait hal ini, akan dibicarakan secara langsung dengan Sandiaga. Namun, Dasco menolak menjelaskan lebih jauh.
Intensi Sandiaga maju di Pilpres 2024 juga ditegaskannya tak akan mengubah sikap partai. ”Jelas kalau di Gerindra sudah final bahwa capres adalah Pak Prabowo, kan, sudah diketuk,” tambahnya.
Pada Rabu (31/8), Sandiaga bersilaturahmi dengan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) di Bantul, DIY. Seusai pertemuan, Sandiaga menyatakan kesiapannya maju di Pilpres 2024 saat ditanya oleh awak media. ”Siap (maju di Pilpres 2024),” kata Sandiaga seperti dikutip dari Kompas.com.
Ketika ditanya mengenai statusnya di Gerindra jika maju sebagai capres, Sandiaga mengatakan bahwa politik itu dinamis. ”Tidak boleh terlalu baperan, semuanya dijalankan penuh keikhlasan,” ujarnya.
Meski Sandiaga tidak masuk dalam bursa capres yang akan diusung Gerindra, namanya kerap muncul dalam hasil survei berbagai lembaga sebagai salah satu tokoh potensial capres ataupun cawapres. Terakhir, namanya juga masuk sebagai salah satu figur bakal calon presiden yang dijaring oleh gabungan kelompok sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo dalam program Musyawarah Rakyat (Musra).
Mencari ruang lain
Pengajar ilmu politik Universitas Paramadina sekaligus Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan mengatakan, Sandiaga memiliki pengalaman mengikuti Pilpres 2019. Ia juga memiliki modal popularitas yang terlihat dari namanya yang terus muncul sebagai tokoh potensial capres ataupun cawapres pilihan publik.
Namun, untuk maju di Pilpres 2024, tidak mudah baginya, terutama jika ingin memperoleh tiket pencalonan dari Gerindra. Gerindra sudah memutuskan mengusung Prabowo sebagai capres. Adapun untuk menjadi cawapres, peluangnya kecil karena Prabowo dan Gerindra terlihat mencari pendamping yang bisa menarik suara kelompok nahdliyin untuk mendongkrak perolehan suaranya. Sementara itu, basis massa pendukung Sandiaga cenderung sama dengan Prabowo.
Oleh karena itu, kata Djayadi, Sandiaga harus mencari ruang lain. Jika memang ingin maju di 2024, ia dinilai harus meninggalkan Gerindra. Bahkan, jika berpasangan dengan tokoh dengan tingkat elektabilitas tinggi, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Sandiaga bisa menjadi pesaing yang diperhitungkan.
Kelak jika langkah ini yang diambil, Djayadi yakin tak akan berimbas besar pada elektabilitas Gerindra. ”Jika Sandiaga keluar, pengaruhnya tidak akan begitu banyak terhadap elektabilitas Gerindra,” ujarnya.
Sementara itu, setelah Komisi II DPR, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan penyelenggara pemilu menyetujui diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mengubah beberapa ketentuan dalam UU Pemilu, Rabu (31/8), pemerintah langsung menyusun draf perppu itu.
Saat ini, menurut Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar, pemerintah tengah merapikan rumusan yang akan diatur dalam perppu. Namun, secara prinsip, draf perppu sudah siap.
"Iya, (perppu) selesai (sebelum Oktober). Tidak ada masalah. Sederhana, kok. Kan, hanya mengubah Lampiran I, II, dan III di UU Pemilu. Misalnya, lampiran tentang daerah pemilihan Papua Selatan, kan, belum ada. Nah, itu harus ditambahkan,” ujar Bahtiar.
Sejumlah aturan dalam UU Pemilu harus diubah sebagai implikasi pemekaran di Papua dan tengah berproses di Provinsi Papua Barat. Salah satu implikasi dari pemekaran, daerah pemilihan (dapil) untuk pemilu di kedua provinsi itu harus diubah. Begitu pula alokasi kursi legislatif di setiap dapil. Kemudian, jumlah anggota penyelenggara pemilu. Aturan terkait hal ini banyak di antaranya tertera di lampiran dari UU Pemilu.
Dalam rapat dengan Komisi II DPR dan Kemendagri, Rabu (31/8), KPU berharap perppu bisa diterbitkan sebelum tahapan penetapan jumlah kursi dan dapil yang akan dimulai pada 14 Oktober 2022.
Bahtiar menyampaikan, pihaknya akan mengakomodasi masukan dari KPU dan DPR seperti telah disampaikan dalam rapat pada Rabu itu ke dalam draf perppu. Kemudian, sebelum draf perppu ditetapkan Presiden, Kemendagri juga akan kembali meminta persetujuan dari DPR dan penyelenggara pemilu.
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung menuturkan, seluruh pihak sudah sepakat mengubah UU Pemilu. Sebab, ini merupakan konsekuensi dari pembentukan daerah otonom baru di Papua.