Ombudsman Siapkan Produk Pamungkas Terkait Penjabat Kepala Daerah
Produk pamungkas berupa rekomendasi pada Presiden bakal disusun Ombudsman RI jika Mendagri tetap menggunakan permendagri sebagai payung hukum pengangkatan penjabat kepala daerah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
MARINA EKATARI
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat melantik lima penjabat kepala daerah, Kamis (12/5/2022).
JAKARTA,KOMPAS – Ombudsman RI akan menyusun dan melayangkan rekomendasi kepada Presiden dan DPR setelah tenggat 30 hari bagi Menteri Dalam Negeri untuk melaksanakan tindakan korektif akibat temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah diabaikan. Rekomendasi tersebut nantinya bersifat final dan mengikat sehingga wajib dipatuhi pemerintah.
Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, rekomendasi akan diberikan ORI kepada Presiden selaku atasan Mendagri dan ke DPR sebagai pengawas pemerintah. ”Ketika terlapor dalam waktu yang sudah ditentukan tidak menjalankan LAHP (laporan akhir hasil pemeriksaan) secara signifikan, ORI akan melanjutkan pada produk pamungkas, yaitu rekomendasi yang sifatnya final dan mengikat,” kata Robert, saat dihubungi, Selasa (30/8/2022).
Pada 19 Juli 2022, ORI merilis LAHP yang di dalamnya memaparkan temuan malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat. ORI lantas meminta Mendagri melaksanakan sejumlah tindakan koreksi. Salah satunya meminta Mendagri menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah (PP) terkait pengangkatan penjabat kepala daerah. LAHP ini telah diserahkan ke Mendagri pada 19 Juli dan Mendagri diberi tenggat 30 hari untuk melaksanakan tindakan koreksi (Kompas, 20/7/2022).
ORI, lanjut Robert, sebenarnya berharap dalam waktu 30 hari pasca-LAHP diserahkan ke Mendagri dimanfaatkan untuk menjalankan tindakan korektif. Namun, ternyata, hal itu tidak diindahkan. ”Kalau Mendagri tetap ngotot dengan permendagri, berarti amanat dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga tidak dijalankan,” tambahnya. Pasal 86 UU No 23/2014 mengamanatkan PP, bukan permendagri, sebagai payung hukum dari hal-hal yang terkait pengangkatan penjabat.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Robert Na Endi Jaweng
Selain itu, ia menyayangkan Mendagri yang mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penjabat yang dibacakan akhir April lalu. Putusan MK seharusnya digunakan sebagai momentum menata ulang regulasi pengangkatan penjabat kepala daerah. Menurutnya, Mendagri hanya berpatokan pada putusan MK secara harafiah. Padahal, substansi putusan MK adalah pada wilayah norma yang bersifat makro. ORI membuat saran perbaikan untuk menerjemahkan putusan MK yang bersifat makro itu untuk kebijakan yang lebih operasional.
April lalu, MK memerintahkan pemerintah menerbitkan peraturan pelaksana mengenai pengisian penjabat kepala daerah. Aturan itu harus menyediakan mekanisme yang terukur, transparan, dan akuntabel (Kompas, 21/4/2022).
Apalagi, menurut Robert, PP pengangkatan penjabat yang saat ini masih berlaku dinilai sudah usang dan tidak relevan. PP dimaksud, PP Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta PP Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala/Wakil Kepala Daerah.
"PP itu keluar sebelum UU Pemda, sehingga lingkup kewenangan kepala daerah sangat terbatas. PP itu membatasi penjabat kepala daerah untuk tidak mengeluarkan izin untuk tidak memutasi aparatur sipil negara (ASN), tidak mengubah kebijakan kepala daerah sebelumnya. Padahal, penjabat kepala daerah kali ini akan menjabat satu hingga 2,5 tahun karena terdampak pemilihan kepala daerah serentak pada 2024. Tak mungkin, penjabat tidak melakukan kebijakan-kebijakan tersebut," ujarnya.
DOKUMENTASI OMBUDSMAN
Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng (kiri) menyerahkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan dugaan maladministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro (kanan) yang disaksikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih.
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) sebagai salah satu elemen masyarakat sipil yang mengadukan malaadministrasi pengangkatan penjabat ke ORI juga menyayangkan sikap Mendagri.
Selanjutnya, Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldy berharap rekomendasi ORI yang disampaikan kepada Presiden dipatuhi Presiden. Jika diabaikan seperti saat temuan malaadministrasi dalam tes wawasan kebangsaan pegawai KPK, Presiden bisa dinilai ikut menjadi bagian dari pihak yang melanggar hukum. ”Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UU 37/2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, rekomendasi Ombudsman itu harus dilaksanakan. Jika tidak dipatuhi, sikap Presiden ini dapat dipersoalkan secara hukum,” kata Andi.
Sesuai putusan MK
Secara terpisah, Mendagri Tito Karnavian berpandangan, payung hukum berupa permendagri sudah selaras dengan putusan MK. Hal ini karena putusan MK tidak mensyaratkan bentuk dari peraturan pelaksana tersebut dan pemerintah berpandangan aturannya cukup dalam bentuk permendagri.
”Sekarang aturan teknis pelaksana pengangkatan penjabat kepala daerah itu sedang dalam tahapan harmonisasi panitia antar-kementerian. Prosesnya ada di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Tito.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ditemui usai acara rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah di kantor Kementerian Dalam Negeri, Selasa (30/8/2022).
Dia juga menolak jika proses penyusunan aturan teknis pelaksana itu disebut lambat. Menurut Tito, rapat koordinasi antar-kementerian, termasuk menjaring informasi dari masyarakat sipil, membutuhkan waktu. Kemendagri berupaya menyerap aspirasi masyarakat, misalnya desakan agar penunjukan penjabat lebih demokratis. Oleh karena itu, penunjukan penjabat melibatkan partisipasi dari DPRD.
“Kami akan selesaikan (Permendagri) secepat mungkin. Semoga bisa diterapkan dalam gelombang penunjukan penjabat ke depan,” ucapnya.
Sejak Mei hingga Agustus ini, total sudah 71 penjabat kepala daerah yang diangkat. Menyusul pada September hingga akhir tahun ini akan ada 30 kepala-wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Adapun total hingga 2023, ada 271 kepala-wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Penjabat akan memimpin daerah hingga Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024 tuntas digelar.