Kawal Pembentukan UU PPRT untuk Lindungi Pekerja Rumah Tangga
Konsolidasi serta sinkronisasi kementerian dan lembaga dilakukan untuk mempercepat penyusunan UU PPRT. Regulasi ini penting untuk melindungi pekerja rumah tangga yang di Indonesia jumlahnya mencapai jutaan orang.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·2 menit baca
KANTOR STAF PRESIDEN
Kantor Staf Presiden turut terlibat dalam konsinyering pertama dan diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang berlangsung di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kini tengah mempercepat pembentukan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau UU PPRT. Konsolidasi dan sinkronisasi antar-kementerian dan lembaga dilakukan untuk mengawal pembentukan regulasi yang bersifat lintas sektor tersebut.
Deputi V Kantor Staf Presiden Jaleswari Pramodhawardani melalui keterangan tertulis menuturkan, konsolidasi serta sinkronisasi kementerian dan lembaga tersebut ditempuh melalui konsinyering pertama dan diskusi terbatas Gugus Tugas Percepatan Pembentukan UU PPRT yang berlangsung di Jakarta, Selasa (30/8/2022).
”UU PPRT yang bersifat lintas sektor perlu dikawal hingga selesai. Ini menjadi penting karena pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multidimensi dan jumlah PRT di Indonesia tidak sedikit. Ada 4,2 juta jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia yang 75,5 persen di antaranya adalah perempuan dan 25 persennya adalah anak-anak,” kata Jaleswari.
UU PPRT yang bersifat lintas sektor perlu dikawal hingga selesai. Ini menjadi penting karena pekerja rumah tangga adalah kelompok yang mengalami kerentanan multidimensi. Ada 4,2 juta jumlah pekerja rumah tangga di Indonesia yang 75,5 persen di antaranya adalah perempuan dan 25 persennya adalah anak-anak.
Jaleswari menuturkan bahwa saat ini terdapat kekosongan regulasi terkait perlindungan bagi pekerja rumah tangga. Sesuai arahan dan komitmen Presiden Joko Widodo dalam perlindungan tenaga kerja, perempuan, dan anak, maka UU PPRT dirancang tidak hanya mengatur pekerja rumah tangga. UU PPRT juga dirancang menjamin hak dan kewajiban pemberi pekerjaan serta juga penyalur pekerja rumah tangga.
Sebagai gambaran, gugus tugas UU PPRT beranggotakan delapan kementerian dan lembaga. Keanggotaan gugus tugas meliputi Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM), Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Sosial, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, Kepolisian RI, dan Kejaksaan Agung.
Dalam proses pembahasannya, pemerintah memastikan bahwa perwakilan organisasi masyarakat sipil akan turut dilibatkan. ”Gugus tugas selanjutnya akan bekerja secara koordinatif dan efisien, memanfaatkan efektivitas waktu yang tidak banyak, dan terus mengawalnya di fraksi DPR untuk segera mendapat pengesahan,” kata Jaleswari.
FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pengguna sepeda motor melintas di depan mural berisi kritik tentang pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang tidak kunjung selesai di Jembatan Kewek, Yogyakarta, Selasa (28/12/2021). Sejumlah kalangan mendorong pemerintah segera menuntaskan penetapan rancangan undang-undang tersebut agar para pekerja rumah tangga dapat memperoleh perlindungan hukum yang layak.
Seperti diketahui, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 yang mengatur perihal Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Namun, menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah, regulasi ini belum secara menyeluruh mengatur pelindungan pekerja, misalnya tentang jaminan sosial.
”Negara aktif menggaungkan pelindungan pekerja migran di luar negeri. Maka, seiring dengan hal tersebut, kita juga perlu regulasi yang mengatur dan melindungi tenaga kerja informal, khususnya pekerja rumah tangga,” kata Ida Fauziah.
Negara aktif menggaungkan pelindungan pekerja migran di luar negeri. Maka, seiring dengan hal tersebut, kita juga perlu regulasi yang mengatur dan melindungi tenaga kerja informal, khususnya pekerja rumah tangga.
Hal senada disampaikan Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej yang menjelaskan perihal reciprocity principle atau prinsip timbal balik. Kepemilikan regulasi yang mengatur standar perlindungan bagi pekerja rumah tangga ini, menurut Eddy, akan menjadikan Indonesia dapat menuntut negara lain yang tidak memperlakukan pekerja rumah tangga secara manusiawi.