Tiga Bulan Berlalu, Mendagri Tak Kunjung Terbitkan Aturan Teknis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Sejak Mei hingga Agustus 2022, terdapat 71 penjabat kepala daerah yang diangkat. Namun, hingga kini, Kemendagri belum juga menerbitkan aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah berupa peraturan pemerintah.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO, IQBAL BASYARI
·5 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur seusai pelantikan di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Mereka yang dilantik adalah Al Muktabar (Banten), Ridwan Djamaluddin (Bangka Belitung), Akmal Malik (Sulawesi Barat), Hamka Hendra Noer (Gorontalo), dan Komjen (Purn) Paulus Waterpauw (Papua Barat). Para penjabat gubernur ini akan bertugas selama satu tahun. Mereka bisa kembali dipilih menjadi penjabat berikutnya atau diganti yang lain sampai dengan dilantiknya kepala daerah definitif hasil Pilkada Serentak yang diselenggarakan pada 27 November 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Genap tiga bulan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian melantik penjabat kepala daerah gelombang pertama. Namun, hingga saat ini, Kemendagri belum juga menerbitkan aturan teknis terkait pengangkatan penjabat kepala daerah dan evaluasinya dalam bentuk peraturan pemerintah atau PP, sesuai saran Ombudsman RI dan amanat Pasal 86 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada 12 Mei 2022, Tito melantik lima penjabat gubernur, yakni Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar, Penjabat Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin, dan Penjabat Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik. Kemudian, Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer dan Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw.
Saat itu, Tito menegaskan bahwa para penjabat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban tugas per tiga bulan sekali kepada Presiden melalui Mendagri. Lain halnya gubernur dan bupati/wali kota yang dipilih melalui pemilu kepala daerah, mereka memberikan pertanggungjawaban kepada Mendagri melalui gubernur.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman, Senin (29/8/2022), mengatakan, catatan penting bagi Kemendagri dalam tiga bulan ini adalah belum dibuatnya PP terkait dengan proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman.
Menurut Herman, adanya PP tersebut akan berdampak terhadap dinamika pengangkatan penjabat kepala daerah ke depan. Dalam beberapa bulan ke depan, pada 2022 sampai 2023, akan ada ratusan penjabat kepala daerah yang akan diangkat oleh Mendagri dan Presiden.
Adapun sejak Mei sampai dengan Agustus, terdapat 71 penjabat kepala daerah yang diangkat. Pada September ada tiga bupati/wali kota yang masa jabatannya habis, sementara pada Oktober terdapat satu gubernur dan 10 bupati/wali kota yang habis masa jabatannya. Kemudian pada November ada tiga wali kota/bupati yang masa jabatannya habis, serta pada Desember terdapat 13 bupati/wali kota yang masa jabatannya berakhir.
”Ketiadaan PP ini tentu akan membuka potensi masalah yang sangat besar terkait dengan pertanyaan publik soal akuntabilitas, transparansi, dan soal partisipasi publik dalam proses pengangkatan itu,” kata Herman.
Belum adanya PP tersebut juga akan membuka kegamangan publik terkait kewenangan dari para penjabat kepala daerah.
Ia menegaskan, belum adanya PP tersebut juga akan membuka kegamangan publik terkait kewenangan dari para penjabat kepala daerah. Seperti tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman RI, evaluasi kinerja penjabat kepala daerah harus dimuat di dalam PP tersebut. Hal itu berguna untuk melihat kerangka pengukuran, variabel, indikator penilaian, dan keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses evaluasi.
Rapat koordinasi penjabat kepala daerah di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (16/6/2022). Kementerian Dalam Negeri tengah menyiapkan aturan teknis pemilihan penjabat kepala daerah untuk gelombang selanjutnya yang dimulai pada Juli 2022.
Herman mempertanyakan Kemendagri yang menunggu laporan dari para penjabat kepala daerah. Itu menjadi catatan negatif karena tidak ada ukuran yang menjamin laporan para penjabat kepala daerah terebut.
Ia menegaskan, seharusnya publik, khususnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dilibatkan dalam memberikan evaluasi kinerja penjabat kepala daerah tersebut. ”Kalau hanya berdasarkan laporan dari penjabat ini, kemungkinan ya baik-baik semua,” kata Herman.
Anggota Ombudsman RI (ORI), Robert Na Endi Jaweng, mengatakan, PP sebagai salah satu tindakan korektif untuk Mendagri karena Pasal 86 Ayat (6) UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, maka ORI meminta adanya PP terkait penjabat kepala daerah. Robert pun menegaskan, peraturan itu bukan Peraturan Mendagri (Permendagri).
Menurut Robert, seharusnya putusan Mahkamah Konstitusi dan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) ORI menjadi momentum bagi Mendagri untuk kembali menjalankan mandat UU Pemda. Robert kemudian mengingatkan agar penetapan penjabat kepala daerah tidak hanya oleh Mendagri, tetapi juga Presiden. Karena itu, presiden tidak mungkin menjalankan kewenangan penetapan mengikuti tata cara yang diatur oleh Mendagri.
Selain itu, aturan yang direvisi adalah PP, bukan hanya Permendagri. Sebelumnya sudah ada PP No 49/2008 tentang Perubahan Ketiga Atas PP No 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
”PP karena muatan materinya tidak sekadar tata cara pengisian atau pengangkatan penjabat kepala daerah, tetapi juga nanti ketika dia di dalam bicara tentang lingkup dan batasan kewenangan penjabat kepala daerah, kemudian bicara tentang evaluasi kinerja dan implikasi dari evaluasi kinerja ini, kemudian pemberhentian dari penjabat kepala daerah. Itu semua materi muatan levelnya PP, bukan Peraturan Mendagri,” ujar Robert.
Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Khairul Fahmi, menegaskan, pembentukan PP adalah satu-satunya jalan untuk memberikan kepastian hukum agar pemerintah pusat tidak dipertanyakan lagi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Sebab, pengangkatan penjabat kepala daerah tidak diatur di dalam UU Pilkada. Sementara itu, PP No 49/2008 sudah ketinggalan dengan perkembangan kebutuhan hukum pada saat ini.
Pembentukan PP adalah satu-satunya jalan untuk memberikan kepastian hukum agar pemerintah pusat tidak dipertanyakan lagi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
Tetap Permendagri
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Bidang Politik dan Media Kastorius Sinaga mengatakan, Kemendagri telah selesai menyusun aturan teknis dalam bentuk Permendagri sebagai aturan teknis yang mengakomodasi butir-butir pertimbangan dalam putusan MK.
”Status Permendagri tersebut sedang dalam tahap akhir harmonisasi dengan Kemenkumham (Kementerian Hukum dan HAM). Dan seusai mendapat persetujuan dari Presiden lewat Sekretariat Kabinet atas Permendagri tersebut, maka akan ditandatangani oleh Bapak Mendagri. Ini sedang di tahap final,” kata Kastorius.
Ia mengungkapkan, Permendagri tersebut juga memperhatikan masukan dan aspirasi dari masyarakat sipil serta para pakar pemerintahan dan pakar hukum yang diakomodasi melalui serial Fokus Group Discussion sebelum masuk ke dalam penyusunan draf Permendagri tersebut.
Kastorius mengungkapkan, Kemendagri juga sedang menunggu hasil laporan dari para penjabat kepala daerah yang telah memasuki rentang tugas selama tiga bulan. Laporan dari penjabat bupati/wali kota akan diserahkan kepada Mendagri melalui gubernur, sedangkan laporan penjabat gubernur diserahkan kepada Presiden melalui Mendagri.
Laporan tersebut selanjutnya akan dinilai atau dievaluasi oleh Inspektur Jenderal Kemendagri bersama tim otonomi daerah sesuai dengan instrumen yang ada. Ada beberapa variabel pokok penilaian, yakni mencakup aspek pemerintahan, aspek pembangunan, dan aspek kemasyarakatan. Tiap-tiap aspek variabel itu kemudian dirinci dalam indikator-indikator peniliaian yang dikelompokkan dalam masa sebelum dan sesudah tiga bulan menjabat agar kinerja penjabat bisa diketahui secara terukur.
”Itjen bersama Otda akan melakukan penilaian termasuk verifikasinya berdasarkan laporan pelaksanaan tugas penjabat kepala daerah,” ujar Kastorius.