Lewat Festival Birukan Langit Indonesia, Rakernas PAN hadir dalam kemasan konser musik. Gagasan menjaga Bumi dari sampah pun digaungkan. Ini jadi strategi dekati generasi muda, dengan harapan datangkan efek elektoral.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, KURNIA YUNITA RAHAYU
·5 menit baca
Sekumpulan anak muda berusia sekitar 17 tahun berjingkrak-jingkrak mengikuti alunan lagu dari grup musik pop rock Vierratale yang tengah tampil di Festival Birukan Langit Indonesia di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (26/8/2022) sore. Namun, ada pula yang menikmatinya dengan duduk santai sambil sesekali bersenda gurau dengan teman-teman.
Banyak dari mereka masih menanti penampilan grup band asal Korea Selatan, Astro, pada malam harinya. Mereka rela datang jauh-jauh dari Bekasi, Depok, dan Bogor, dan mengantre panjang demi menonton grup band K-pop kesukaannya itu.
Di sela-sela acara, tiba-tiba Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan naik ke panggung. Ia mengingatkan ribuan anak muda agar tetap menjaga Bumi dari sampah serta mendukung produk-produk lokal.
Dengan mencintai produk lokal serta menjaga Bumi tetap sehat, lanjutnya, Indonesia akan menjadi negara superpower dunia pada tahun 2045. Itu bertepatan dengan peringatan 100 tahun kemerdekaan Indonesia.
”Tetapi, saya tahu teman-teman, kan, mau mendengarkan orang-orang nyanyi, bukan mau dengerin saya pidato. Nanti malam kita nonton Astro, ya. Mudah-mudahan tahun depan bisa mengundang BTS (grup band asal Korsel, Bangtan Boys). Kamsahamnida,” ucap Zulkifli, lansung diiringi sorak-sorai.
Prita (17) dari Gambir, Jakarta Pusat, mengaku tidak begitu mengenali pria yang tiba-tiba berbicara di atas panggung tersebut. Ia tidak tahu bahwa Zulkifli merupakan Ketua Umum PAN, begitu pula dengan jabatannya sekarang sebagai Menteri Perdagangan.
Ia dan teman-teman juga kaget mengapa Zulkifli naik ke panggung. ”Aku jujur tidak tahu kalau acara ini ada menterinya, ada ketua partainya. Aku cuma lihat (informasi festival) ini dari akun Instagram Birukan Langit Indonesia, terus ajak teman-teman ke sini,” katanya.
Meskipun festival ini merupakan rangkaian dari agenda Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN, Anisa (19) dari Sukmajaya, Depok, menyebutkan, kehadirannya tidak berkaitan dengan pilihan politiknya, bukan pula semata-mata dia memilih PAN. Sebab, bagi Anisa, memilih partai itu bergantung pada peran partai di tengah masyarakat. Partai harus bisa membawa Indonesia menjadi lebih baik dan memperhatikan kebutuhan masyarakat.
”Aku baru akan mencoblos di tahun 2024 dan masih bingung juga mau pilih partai apa. Cari yang serius memperhatikan kebutuhan rakyat saja,” ucap Anisa.
Meskipun festival ini merupakan rangkaian dari agenda Rapat Kerja Nasional PAN, Anisa (19) dari Sukmajaya, Depok, menyebutkan, kehadirannya tidak berkaitan dengan pilihan politiknya.
Tidak ada motif politik
Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno mengatakan, festival ini menjadi upaya partai untuk menggaet anak muda sehingga memiliki perhatian dan kepedulian setidaknya terhadap dua hal. Pertama, mengenai masalah lingkungan. Kedua, membuat anak muda mencintai produk dalam negeri.
”Ini diharapkan jadi daya tarik dan memberikan pendidikan kepada anak muda. Itu, kan, fungsi kita sebagai partai. Kami punya fungsi untuk bisa memberikan pendidikan kepada masyarakat, terutama anak-anak muda. Ya, caranya begini anak muda. Kalau pakai cara seminar, diskusi, atau apa, enggak akan tertarik mereka,” tutur Eddy.
Ia pun menegaskan bahwa di festival ini tidak ada motif politik apa pun, begitu juga tidak ada motif untuk elektoral. ”Logo kami pun tidak ada di sini, logo PAN tidak ada,” ujarnya.
Di sekeliling Istora Senayan memang tidak terlihat ada logo PAN, tidak seperti acara-acara partai pada umumnya. Namun, di luar Istora Senayan berjejer spanduk bertuliskan ”Birukan Langit Indonesia”, lengkap dengan foto Zulkifli.
Ketua DPP PAN Bima Arya menegaskan, festival ini digelar dengan tujuan edukasi dan penyampaian gagasan. Menurut dia, untuk sampai ke sana, tidak harus selalu membawa atribut partai.
”Yang penting, kan, gagasannya. Kan, bisa dilihat, tidak melihat sekarang atribut partai di sini. Karena banyak pula yang nonpartai terlibat di (festival) ini, yang pakai baju-baju panitia ini semua belum tentu kader partai juga,” kata Bima.
Bima berpandangan, partai selama ini sadar bahwa anak-anak muda mempunyai pilihan dan posisi yang strategis. Namun, tidak semua partai bisa menjadi wadah bagi anak muda.
”Ini adalah cara baru untuk berkomunikasi dengan anak muda, untuk mewadahi anak-anak muda yang punya kepedulian terhadap lingkungan dan produk lokal. Partai akan memperjuangkan ini ke depan. Ini adalah kampanye yang panjang ke depan,” tutur Bima.
Meski festival ini berfokus pada gagasan, menurut dia, suatu hal yang sah-sah saja apabila kehadiran festival ini justru dapat berefek pada elektoral partai. ”Tetapi, yang penting adalah isu yang kami usung. Kalau kemudian ada efek suara, ya, itu wajar dalam politik,” ucapnya.
Meski festival ini berfokus pada gagasan, suatu hal yang sah-sah saja apabila kehadiran festival ini justru dapat berefek pada elektoral partai.
Memperkuat identitas parpol
Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute sekaligus pengajar komunikasi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto, melihat, langkah PAN mendekati kaum milenial (generasi Y) dan generasi Z dengan menggelar rakernas yang dikemas dengan konser musik tidak akan berdampak besar untuk mendulang suara di pemilu serentak 2024 kelak. Apalagi jika penyanyi atau artis yang dihadirkan tidak berasal dari zamannya. Generasi Y dan Z akan lebih terikat jika sosok yang dihadirkan bisa menjadi pemengaruh dalam perilaku kolektif mereka.
Sebab, generasi Y dan Z memiliki perilaku sosial yang bersifat interaktif. Mereka cenderung berkomunikasi dengan banyak pihak, kreatif, dan mencari hal-hal yang membangkitkan rasa ingin tahu. Oleh karena itu, mereka akan lebih suka jika dipantik dengan aktivitas bersama yang bersifat kolaboratif ketimbang hanya sebagai pihak yang dipaparkan informasi semata.
“Selama tidak terhubung dengan gaya dan kebiasaan mereka, menghadirkan para penyanyi di sebuah acara partai hanya sekadar ramai-ramai, tetapi tidak akan berdampak psikopolitis lebih panjang dan mendalam,” kata Gun Gun.
Selain itu, tambahnya, saat ini penting bagi PAN untuk bisa menguatkan ulang identitas kepartaian di tengah persoalan bangsa. Secara historis, PAN lahir bersamaan dengan proses reformasi yang merupakan kritik atas otoritarianisme Orde Baru. Oleh karena itu, narasi reformasi dulu sangat identik dengan PAN.
Secara kultural, partai berlambang matahari itu juga dekat dengan kalangan Muhammadiyah. Namun, saat ini, baik narasi reformasi maupun kedekatan dengan Muhammadiyah tidak lagi beresonansi kuat. Dampaknya, sulit mencari pembeda PAN dari parpol-parpol lain.
“Padahal, parpol, termasuk PAN, semestinya memilikiparty branding yang bisa menarik, yakni untuk mempertahankan basis pemilih lama, sekaligus penetrasi ke basis pemilih yang baru,” ujar Gun Gun.
Tanpa penguatan identitasnya, Rakernas PAN tentu akan berlalu begitu saja. Sebagaimana konser yang ditinggal penonton setelah semua penampilan usai. Belum tentu ada yang berkesan.