Perkuat Pendanaan Partai Politik untuk Cegah Korupsi
KPK mengusulkan bantuan keuangan partai politik sebesar Rp 1.000 per suara perlu diperbesar. Untuk itu, bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBN perlu dinaikkan dari Rp 125 miliar menjadi Rp 400 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Reformasi partai politik untuk mencegah korupsi dapat dilakukan dengan memperkuat pendanaan partai. Dengan bantuan dana yang diberikan oleh negara, partai tidak perlu lagi mencari biaya tambahan yang justru berujung pada tindak pidana korupsi.
Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan mengatakan, untuk mereformasi partai dibutuhkan pendanaan yang cukup, tetapi tetap harus dipertanggungjawabkan melalui sistem integritas.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menurut Pahala, saat ini bantuan keuangan partai politik sebesar Rp 1.000 per suara perlu dinaikkan. Karena itu, bantuan keuangan partai politik yang bersumber dari APBN perlu dinaikkan dari Rp 125 miliar menjadi Rp 400 miliar.
”Kita usulkan naik jadi Rp 8.500, tetapi partai meminta 30 persen dahulu jadi Rp 2.500 kali 125 juta suara,” kata Pahala saat ditemui di Jakarta, Kamis (25/8/2022).
Namun, bantuan keuangan untuk partai tersebut tidak diberikan cuma-cuma. Masyarakat dan Kementerian Dalam Negeri bisa mengontrol melalui Sistem Integritas Partai Politik (SIPP).
Beberapa hal yang bisa dipantau antara lain keterbukaan partai, demokratisasi internal, dan rekrutmen. Apabila dari hasil evaluasi bisa terpenuhi, partai bisa mendapatkan bantuan keuangan secara penuh.
Bantuan keuangan itu pun hanya digunakan untuk pendidikan politik, musyawarah nasional, dan musyawarah daerah sehingga ketua partai tidak perlu mencari dana tambahan lagi. Pahala menegaskan, dana tersebut tidak boleh digunakan untuk kontestasi.
Ia menekankan, peningkatan bantuan keuangan tersebut berguna bagi partai agar bisa mencalonkan kader internalnya. Sebab, selama ini partai memiliki kecenderungan mencalonkan orang di luar partai yang memiliki modal uang besar. Selain itu, partai tidak perlu memotong gaji anggota DPRD atau menagih proyek ke kepala daerah untuk keperluan partai.
”Itu merepotkan semua gara-gara partai tidak punya uang. Sekarang, kasih saja uang resmi,” ujarnya.
Terkait dengan pembekalan antikorupsi kepada partai politik, sejauh ini, KPK telah melaksanakan Program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu kepada 16 partai dari 20 partai nasional di Indonesia yang dijadwalkan.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, sejak 2012, KPK fokus pada perbaikan sistem organisasi partai politik di Indonesia. KPK melakukan berbagai kajian untuk menutup potensi-potensi yang rawan terjadinya tindak pidana korupsi, seperti program SIPP, peningkatan dana bantuan pemerintah untuk partai politik, dan program pembekalan antikorupsi.
”Korupsi berdampak pada seluruh pembangunan di negeri ini, maka tidak berlebihan jika dikatakan korupsi sebagai kejahatan luar biasa dan KPK berusaha ikut andil dalam memperbaikinya,” ujar Nawawi.
Selama KPK berdiri, lanjutnya, sudah banyak tokoh politik yang terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi, baik dari anggota parlemen maupun kepala daerah. Mereka diciduk KPK lantaran curang saat menjabat. Hal ini karena adanya mahar politik sebelum para kader mencalonkan menjadi pemimpin, sehingga saat menjabat, mereka harus balik modal membayar biaya mahar tersebut.
”Melihat kenyataan tersebut, sulit membayangkan Indonesia bebas dari korupsi. Dari wakil rakyatnya sendiri, para kader parpol yang seharusnya menyerap aspirasi rakyat, tetapi justru menyengsarakannya,” ujar Nawawi.
Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan (PKP) Yussuf Solichien mengatakan, partainya telah berkomitmen untuk menegakkan integritas kepada setiap kader. Jika ada yang melakukan korupsi, akan langsung dipecat.
”Semua kader simpatisan berkomitmen, apabila ada mereka yang ’nyeleneh macem-macem’, langsung saya copot dan pecat dari partai,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti mengatakan, PSI sudah menerapkan nilai-nilai antikorupsi kepada para kadernya. Bahkan, antimahar pencalonan pun sudah dilakukan. Menurut Dea, hal ini sudah tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PSI yang wajib menjunjung tinggi integritas serta kejujuran dalam berpolitik.
”Prinsip PSI selalu berkomitmen untuk memberantas korupsi, salah satunya politik tanpa mahar. Praktik yang betul-betul terjadi bahkan ketika anggota kita memenangi pemilu, kita tidak memotong gajinya untuk masuk ke dalam kas partai,” ungkap Dea.