Komputasi Awan Mutlak untuk Peningkatan Pelayanan Publik
Komputasi awan menjadi kemutlakan dunia digital serta bisa meningkatkan pelayanan publik.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Semakin masuknya manusia dalam dunia digital memiliki konsekuensi pengembangan teknologi, salah satunya komputasi awan (cloud computing). Adopsi teknologi ini mutlak tidak hanya bagi swasta, tetapi juga bagi negara, untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Djisman Simanjuntak, Chair of the Board of Directors of Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia, dalam webinar bertajuk ”Pemanfaatan Komputasi Awan bagi Peningkatan Pelayanan Publik di Indonesia”, Selasa (23/8/2022), mengatakan, adopsi teknologi adalah hal yang mutlak. Pasalnya, ketika seluruh dunia sudah mengadopsi dan Indonesia tidak, Indonesia jadi terasingkan dari dunia.
Komputasi awan saat ini telah diadopsi dengan sangat masif. Tentunya ada berbagai sisi implikasi dari penerapannya, seperti keamanan siber. Oleh karena itu, untuk bisa mengadopsi secara optimal, perlu juga ada perubahan kultur.
Direktur Eksekutif CSIS Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan, CSIS mengadakan riset terkait komputasi awan ini dan menghasilkan beberapa rekomendasi.
Salah satunya, perlu ekosistem kebijakan yang lebih mendukung komputasi awan. Yose mengatakan, kepastian dari regulasi sangat dibutuhkan oleh para pengguna. Salah satu regulasi yang dibutuhkan adalah penetapan standar dari klasifikasi data. ”Data apa yang bisa ditaruh di cloud, misalnya,” katanya.
Selain itu, pemerintah perlu mendengar masukan dari para pemangku kebijakan. Dengan demikian, bisa ada fleksibilitas. Salah satu yang ia soroti adalah rencana Pusat Data Nasional yang sebenarnya sudah diakomodasi untuk komputasi awan.
Yose melanjutkan, hasil riset CSIS tentang komputasi awan sangat menjanjikan karena ditemukan bahwa penggunaan komputasi awan memberi manfaat bagi lembaga publik dan perekonomian Indonesia.
Lembaga publik yang menggunakan komputasi awan bisa menghemat biaya dan meningkatkan produktivitas pekerja. Selain itu, sistem lebih aman karena daya tahan terhadap insiden meningkat. ”Komputasi awan juga menyumbangkan 14-35 triliun bagi perekonomian kita serta 95.000 lapangan pekerjaan. Ini angka yang sangat besar karena mencapai 0,3 persen PDB kita,” katanya.
Menurut dia, pemerintah perlu membuat regulasi yang mendukung penggunaan komputasi awan agar lebih optimal. Baru 30 persen dari 169 lembaga publik yang menggunakan komputasi awan. Kemudian, hampir 40 persen lembaga publik ingin meningkatkan penggunaan komputasi awan di masa depan karena dianggap meningkatkan kualitas layanan. Saat ini, instansi-instansi belum menggunakan layanan publik karena masalah keamanan dan ketidakpastian regulasi.
”UU Perlindungan Data Pribadi perlu segera diadakan,” kata Yose.
Staf Ahli Bidang Teknologi Menteri Kesehatan Setiaji memaparkan sistem Peduli Lindungi yang nantinya akan menangani seluruh aspek kesehatan masyarakat Indonesia dengan nama Satu Sehat.
Ke depan, sistem kesehatan akan semakin terintegrasi dengan keluarnya regulasi tentang electronic medical record.
”Sampai 2023 akan ada transisi menuju ke Satu Sehat, di mana data-data kesehatan kita semua ada di situ. Kecerdasan buatan akan sangat berperan, termasuk untuk pengobatan yang tepat, diagnosis, dan obat-obatan yang akan diproduksi,” kata Setiaji.
Country Manager Public Sector Amazon Web Services (AWS) Indonesia Ghozie Dalel mengatakan, pihaknya siap mendukung penggunaan komputasi awan di bidang pelayanan publik.
AWS berkomitmen untuk berinvestasi Rp 71 triliun hingga 15 tahun ke depan. Demikian juga untuk kebutuhan sumber daya manusia di bidang komputasi awan sebanyak 9 juta orang hingga 2030, AWS siap memberikan berbagai pendidikan hingga sertifikasi.