Sukarelawan Jokowi Jaring Nama Capres Lewat Musyawarah Rakyat
PDI-P mengajak sukarelawan pendukung Jokowi untuk fokus membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi pandemi Covid-19 dan efek ketidakpastian global, alih-alih ikut-ikutan memanaskan panggung politik jelang Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kelompok sukarelawan pendukung Presiden Joko Widodo di pemilihan presiden lalu akan menjaring nama-nama calon presiden dan calon wakil presiden untuk Pemilihan Presiden 2024 melalui musyawarah rakyat yang akan digelar mulai 28 Agustus 2022 hingga awal Maret 2023. Nama-nama yang muncul kemudian akan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo sebelum akhirnya diumumkan pada Mei 2023.
Ketua Panitia Nasional Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia, Panel Barus, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (21/8/2022), mengatakan, musra nantinya akan digelar secara bergilir di 34 provinsi. Untuk perdana, musra akan digelar di Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (28/8). Di setiap musra, Presiden Joko Widodo akan diundang untuk hadir.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Musra berakhir di Jakarta pada 11 Maret 2023 karena pada akhir Maret 2023 sudah memasuki bulan Ramadhan. Jadi, musra harus selesai awal Maret 2023,” ujar Panel.
Setidaknya 18 kelompok sukarelawan pendukung Presiden Jokowi menjadi pelaksana musra. Musra juga diklaim didanai oleh 18 sukarelawan tersebut. Adapun 18 sukarelawan itu meliputi Pro-Jokowi (Projo), Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi, Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP), Duta Jokowi, dan Koordinator Nasional (Kornas) Jokowi. Namun, musra ini terbuka bagi siapa pun, mulai dari para akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, petani, buruh, hingga nelayan.
Baca Juga: Tekad Bulat PDI-P Mengejar ”Hattrick” Kemenangan Pemilu
Panel menyampaikan, pihaknya tidak ingin urusan arah bangsa ke depan justru hanya menjadi konsumsi elite politik. Untuk itu, tujuan digelar musra adalah untuk menyediakan ruang bagi publik mendialogkan nasib bangsa ke depan. Nantinya, musra diharapkan dapat merekam secara jujur kehendak rakyat terkait sosok calon presiden yang dianggap layak maju dalam Pemilihan Presiden 2024.
”Musra sendiri belum punya hasil apa pun, karena belum dilaksanakan. Jadi, apa yang dihasilkan nanti oleh musra, baru bisa kita lihat nanti. Namun, kami hanya bisa memastikan bahwa apa yang dihasilkan musra ini akan menjadi alat rekam paling jujur untuk mengetahui kehendak rakyat,” tutur Panel.
Bendahara Umum Relawan Projo ini menambahkan, nama-nama yang telah terjaring dari musra di 34 provinsi selanjutnya akan dikonsultasikan dengan Presiden Jokowi. Setelah libur Lebaran atau Mei 2023, pihaknya baru akan mengumumkan arah dukungan di Pilpres 2024.
”Kami harus duluan (mengumumkan arah dukungan) sehingga ketika kami umumkan hasil musra, partai bisa melihat. Partai, kan, juga nungguin (hasil musra) itu. Lagi pula, mereka daftar capres baru pada November 2023. Jadi, masih ada waktu enam bulan bagi parpol untuk mempertimbangkan hasil musra kami,” ucap Panel.
Baca Juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil
Dalam setiap musra terdapat tiga sesi acara. Di sesi pertama akan terdapat dua panelis yang bertugas memancing diskusi terkait agenda kebangsaan dan program prioritas nasional yang paling mendesak ke depan.
Setelah itu, publik yang hadir akan diberikan waktu menyampaikan pendapatnya maksimal 1,5 menit. Batas waktu penyampaian pendapat ini adalah 40 menit. Jika ada yang tidak kebagian menyampaikan pendapat, mereka akan diminta berpartisipasi melalui sistem pemungutan suara elektronik (e-voting).
Di sesi kedua dan ketiga, polanya hampir sama dengan sesi pertama. Namun, di sesi kedua, tema yang dibahas meliputi karakter dan kriteria calon pemimpin harapan rakyat. Adapun di sesi ketiga temanya adalah mengulas potensi para pemimpin lokal di setiap provinsi yang bisa dicalonkan untuk menjadi pemimpin nasional.
”Pemimpin-pemimpin lokal ini, kan, adalah bibit-bibit atau cikal bakal kalau orang berprestasi bisa menjadi pemimpin nasional. Itu ruangnya juga harus dikasih. Belajar dari pengalaman Pak Jokowi, beliau berprestasi menjadi kepala daerah, lalu berhasil menjadi presiden. Jadi, kami menggali dari bawah, jangan-jangan kepemimpinan lokal ada yang bagus dan mengikuti jejak Pak Jokowi,” tutur Panel.
Nantinya, di sesi tiga ini juga, publik yang hadir akan dimintai pendapatnya melalui sistem pemungutan suara elektronik. Ada dua pertanyaan yang akan diajukan, yakni siapa nama capres 2024 yang akan dipilih dan siapa nama cawapres yang akan dipilih. Untuk setiap pertanyaan, diwajibkan menulis satu nama saja.
Panel menyadari bahwa capres dan cawapres hanya bisa dicalonkan melalui partai politik (parpol) atau gabungan parpol. Namun, menurut dia, parpol seharusnya berterima kasih kepada para sukarelawan Jokowi karena sudah membantu pekerjaan parpol menciptakan ruang publik untuk membahas nasib bangsa ke depan.
”Tinggal lihat nanti, kalau parpol mau menang di pilpres, lihat hasil musra. Karena inilah suara rakyat,” ujar Panel.
Ia menyebut, saat ini para sukarelawan Jokowi berhubungan sangat baik dengan parpol koalisi pemerintahan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Begitu pula dengan partai oposisi, seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat, komunikasi itu terbangun dengan baik.
”Jadi, ini ide murni dari teman-teman relawan semua. Acara musra tadinya dikhawatirkan akan bertabrakan dengan parpol. Tidak benar itu. Jangan berandai-andai. Ini niatnya baik, tujuannya sederhana. Kami ingin memperlibatkan rakyat,” tutur Panel.
Fokus persoalan bangsa
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengatakan, apabila sukarelawan memahami beratnya tantangan bangsa ke depan sebagaimana disampaikan oleh Presiden Jokowi, seharusnya skala prioritas sukarelawan saat ini adalah bergerak ke bawah untuk membantu masyarakat.
Apalagi, saat ini, pemerintah masih berjuang memulihkan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan mengatasi ketidakpastian global imbas perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di Selat Taiwan.
”Skala prioritas ini penting agar pencapaian kinerja pemerintahan Presiden Jokowi-KH Ma’ruf Amin dapat maksimum,” ujar Hasto.
Ia mengingatkan, dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, semua pranata harus dijalankan berdasarkan tata pemerintahan yang baik, serta sesuai dengan fungsi dan ruang lingkupnya. TNI, misalnya, memiliki ruang lingkup sebagai kekuatan inti pertahanan negara. Kemudian, Polri memiliki peran penting di dalam tertib hukum dan keamanan masyarakat. Demikian pula sukarelawan memiliki peran yang berbeda.
Untuk fungsi rekrutmen dan kaderisasi kepemimpinan, lanjut Hasto, itu merupakan peran partai politik. Sebagaimana pengalaman PDI-P sendiri, partai juga membuka diri terhadap putra-putri bangsa yang menempuh jalur politik. Hal itu ditunjukkan lewat seleksi calon anggota legislatif, kepala daerah, dan juga pengurus partai di mana partai terus meningkatkan kualitas rekrutmen, pendidikan politik, dan kaderisasi kepemimpinan.
”Hal inilah yang berlaku dalam praktik demokrasi saat ini. Ketika fungsi-fungsi tersebut dicampuradukkan, dan konstitusi telah mengatur bahwa pencalonan pasangan calon presiden dan cawapres dilakukan oleh partai politik atau gabungan parpol, maka apa yang akan dilakukan oleh para sukarelawan tersebut pada akhirnya hanya akan mendorong kontestasi dini, namun pada akhirnya akan terbentur pada mekanisme,” papar Hasto.
Karena itu, menurut Hasto, lebih baik sukarelawan Jokowi tersebut bergerak membangun optimisme rakyat untuk bangkit serta menjaring berbagai gagasan untuk kemajuan Indonesia Raya. Hal ini nantinya justru dapat disampaikan kepada capres dan cawapres setelah mekanisme penetapan capres dan cawapres berjalan.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi saat ini, lanjut Hasto, apabila semua energi hanya dikerahkan untuk kontestasi yang terlalu dini, watak liberalisme politik akan jauh lebih menonjol. Hal tersebut justru akan menjadi energi negatif bagi pemerintahan Jokowi.
”PDI-P mengajak para relawan untuk fokus dalam pembenahan berbagai persoalan bangsa daripada ikut-ikutan memanaskan kehidupan politik. Kesemuanya akan lebih hebat, sekiranya Pemilu 2024 dijalankan dalam situasi ketika kehidupan perekonomian rakyat mencapai puncak prestasinya,” kata Hasto.
Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya tidak mempersoalkan soal pergerakan sukarelawan yang akan menggelar musra hingga memunculkan nama capres untuk Pilpres 2024 mendatang. Sejauh tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ia melihat hal tersebut sebagai sebuah ungkapan ekspresi publik.
Namun, Willy menegaskan, secara konstitusi, pada akhirnya, partai politik akan menjadi kanal dalam pencalonan presiden dan wakil presiden. Untuk itu, ia pun mempersilakan apabila sukarelawan akan menawarkan capres-cawapresnya ke partai. ”Tetapi, namanya orang memiliki ekspresi, ya, monggo (silakan) saja. Kami apresiasi saja ada inisiatif A, inisiatif B. Tetapi, and the end, kan, keputusan di partai,” tuturnya.
Berperan signifikan
Ditemui secara terpisah, dalam peluncuran lembaga Algoritma Research and Consulting di Jakarta, Minggu (21/8/2022), Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia sekaligus pengajar ilmu politik Universitas Paramadina, Djayadi Hanan, mengatakan, dukungan kelompok sukarelawan Jokowi berperan signifikan bagi para tokoh potensial capres. Kelompok tersebut diprediksi masih akan solid mengikuti arahan Presiden Jokowi di Pilpres 2024 sehingga bisa menjadi salah satu representasi dukungan politik Jokowi terhadap salah satu capres.
Adapun dukungan Jokowi penting bagi para capres agar bisa meraup suara dari para pemilih presiden yang memenangi kontestasi PIlpres 2014 dan 2019 itu. Para tokoh dengan elektabilitas tinggi, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sulit untuk memenangi kontestasi tanpa suara dari pemilih Jokowi.
”Para capres dan cawapres membutuhkan dukungan dari para pendukung Jokowi, kenapa, karena mereka diasumsikan masih solid dan keberadaan mereka direpresentasikan melalui keberadaan kelompok sukarelawan,” kata Djayadi.
Meski berperan signifikan, tambahnya, dukungan dari kelompok sukarelawan itu dinilai tidak mampu menggantikan dukungan parpol. Sebab, mereka diikat oleh kesamaan pandangan terhadap satu sosok secara personal, bukan organisasi.
”Apalagi, relawan Jokowi itu parpolnya banyak, kebanyakan mendukung PDI-P, tetapi juga ada pendukung parpol-parpol lain. Jadi, tidak mudah untuk mengubahnya,” kata Djayadi.