Pemerintah Mulai Sosialisasi 23 Agustus, Tahun Depan Berharap Sudah Punya KUHP Baru
Sambil membahas draf RKUHP dengan DPR, Kementerian Hukum dan HAM juga berencana menggelar sosialisasi RKUHP mulai 23 Agustus.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan segera memulai sosialisasi akbar Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP kepada seluruh elemen masyarakat. Sosialisasi tersebut dilakukan berbarengan dengan pembahasan RKUHP antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat yang ditargetkan selesai akhir 2022.
”Jadi, kita menempuh dua jalur dalam rangka partisipasi publik. Pertama, secara formal dalam pembahasan (di DPR). Kedua, seperti yang diinstruksikan oleh Presiden, kita sosialisasi sembari menerima masukan publik terkait RKUHP,” kata Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward OS Hiariej, Jumat (19/8/2022).
Sosialisasi tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet 2 Agustus lalu. Menurut Eddy, Presiden meminta dua hal dalam rapat tersebut, yakni, pertama, perlunya membahas kembali RKUHP bersama publik dan, kedua, hal-hal positif dalam RKUHP disosialisasikan. Sosialisasi itu akan dimulai pada 23 Agustus mendatang.
”Ibarat pepatah ’Sambil menyelam minum air’. Jadi sembari kita sosialisasikan 12 isu krusial, kita menerima masukan dari masyarakat meskipun nanti dalam pembahasan di DPR saya pastikan DPR dan pemerintah akan melakukan rapat dengar pendapat yang menghadirkan berbagai lapisan masyarakat,” katanya.
Selama proses pembahasan, ia memastikan DPR akan menggelar rapat dengar pendapat dengan berbagai kalangan masyarakat. Apakah pembahasan terbatas pada 14 isu krusial yang selama ini dinilai kontroversial?
”Kita lihat perkembangan karena namanya masukan masyarakat itu, kan,sangat luas. Namun, kita batasi juga untuk tidak membahas dari awal. Jadi, saya ingin katakan bahwa pembahasan itu terbuka, tetapi terbatas. Artinya kalau memang pasal-pasal itu tidak ada masalah, sudah tidak dilakukan pembahasan. Tentu kita berharap itu tetap di 14 isu krusial yang selama ini jadi kontroversi,” ungkapnya.
Pembahasan akan dioptimalkan pada dua masa sidang yang tersisa pada tahun 2022 ini, yaitu masa sidang pertama yang dibuka pada 16 Agustus dan akan berakhir pada 4 Oktober dan masa sidang kedua yang akan dimulai pada pertengahan November hingga pertengahan Desember.
”Diharapkan akhir tahun sudah selesai. Kenapa akhir tahun diharapkan selesai, karena tahun depan sudah sulit untuk membahas secara intensif. Karena sudah tahun politik. Nanti isunya bisa dibawa ke mana-mana,” ungkapnya.
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga menegaskan pentingnya penyelesaian pembahasan RKUHP hingga akhir tahun. Pasalnya, KUHP yang ada saat ini sudah berusia sekitar 220 tahun.
”Pertanyaannya ada dua. Pertama, apakah kita teramat bangga dengan produk Belanda ini sehingga tidak mau mengubah? Kita anggap produk Belanda ini top markotop, tidak perlu diubah, hebat, tetapi Belanda sendiri sudah mengubahnya. Kedua, apakah kita tidak mampu membuat KUHP kodifikasi kita sendiri. Kan, ini persoalan,” ujarnya.
Terkait proses sosialisasi yang akan dilakukan pemerintah, juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, mengatakan, pelaksanaannya akan dilakukan dengan menggelar dialog publik sekaligus menyerap pandangan dari Koalisi Masyarakat Sipil, khususnya untuk 14 isu krusial. Dialog dilakukan dalam bentuk tanya jawab. Ini sekaligus menjadi implementasi atas hak untuk didengar (right to be heard) dan hak untuk mendapatkan penjelasan (the right to be explained).
”Perbedaannya dengan sosialisasi RKUHP tahun 2021 adalah ini, kan, draf RKUHP versi yang sudah direformulasi sesuai dengan masukan dari berbagai elemen masyarakat sipil,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan sosialisasi RKUHP di 12 kota pada 2021. Sosialisasi tersebut dilakukan setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk menunda pengesahan RKUHP pada tahun 2019.
Sebelumnya, pakar hukum pidana Universitas Parahyangan, Bandung, Agustinus Pohan, mengatakan, pemerintah dan DPR sebaiknya membahas ulang pasal-pasal yang masih dinilai sebagian elemen masyarakat bermasalah meskipun pasal tersebut tidak termasuk dalam daftar 14 isu krusial. Hal tersebut harus dilakukan terutama jika elemen masyarakat bisa secara obyektif membuktikan adanya kekeliruan atau persoalan dalam pasal yang dimaksud.
Ia juga menyarankan agar sosialisasi dan tim RKUHP jangan semata-mata melibatkan orang hukum. Sebab, KUHP bukan semata persoalan orang hukum. ”Memang namanya undang-undang hukum pidana, tetapi menyangkut kepentingan seluruh elemen masyarakat. Libatkanlah antropolog, sosiolog, budayawan, dan lainnya,” kata Pohan.
Pentingnya melibatkan orang nonhukum, antara lain, ditunjukkan dengan salah satu klausul mengenai pembayaran denda, misalnya. Dalam RKUHP diatur bahwa apabila terpidana tidak mampu membayar denda, diganti dengan hukuman badan. Pengaturan semacam itu, tambah Pohan, sama saja dengan memenjarakan orang miskin atau tidak berpunya.
”Apakah itu sesuai dengan Pancasila? Kejam benar rasanya negara ini,” ujarnya sembari menegaskan perlunya sudut pandang dari orang-orang dengan latar belakang nonhukum.