Jadi Duta Kekayaan Intelektual, Penyanyi Cilik Farel Prayoga Diharapkan Menginspirasi Pelajar
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengaku melihat potensi penyanyi cilik Farel Prayoga. Oleh karena itu, Farel dinobatkan sebagai duta kekayaan intelektual untuk kategori pelajar oleh Kemenkumham.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah penampilannya pada perayaan HUT Ke-77 Kemerdekaan RI viral dan mengundang decak kagum masyarakat, penyanyi cilik Farel Prayoga didapuk menjadi duta kekayaan intelektual untuk kategori pelajar oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Diharapkan, Farel bisa menginspirasi teman-teman sebayanya untuk berkreasi dan mengembangkan potensi terpendam mereka untuk kemudian mendaftarkannya menjadi kekayaan intelektual di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, Jumat (19/8/2022), mengatakan, pihaknya melihat potensi Farel yang sangat orisinal pada saat tampil memukau di Istana Negara, 17 Agustus 2022. Penobatan Farel sebagai duta dapat menarik anak-anak kecil di seluruh Nusantara yang memiliki potensi, tetapi hingga saat ini masih terpendam, untuk berkarya. Anak-anak sekolah yang punya kemampuan di dunia tarik suara atau yang lain diharapkan dapat terinspirasi dan terdorong untuk mengikuti jejak Farel.
Kemenkumham, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, memberikan surat pencatatan ciptaan seni pertunjukan dengan nomor EC00202254496 kepada Farel. Surat pencatatan itu dengan judul ”Penampilan sebagai Penyanyi Cilik pada Acara Upacara Perayaan Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-77 di Istana Negara”. Selain itu, Kemenkumham juga mengapresiasi penulis lagu ”Ojo Dibandingke” kepada Agus Purwanto alias Abah Lala dengan surat pencatatan ciptaan lagu dengan nomor EC00202254505.
”Jadi, tidak hanya pencipta lagu, performance art show juga dapat dicatatkan. Maka, kita catatkanlah show penampilan Farel di Istana Negara itu. Dengan demikian, hak kekayaan intelektualnya ada sama dia,” ujar Yasonna dalam jumpa pers seusai memperingati HUT Kemenkumham di Kuningan, Jakarta.
Soal konsekuensi dari pencatatan kekayaan intelektual, menurut Yasonna, Farel dan juga Abah Lala mendapatkan bagian dari royalti yang ditarik oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) selaku lembaga pengelola royalti. Hak itu akan dimiliki seumur hidup sehingga hal tersebut juga akan diberikan kepada para ahli warisnya.
Dengan begitu, ia berharap masyarakat akan terdorong untuk mencipta dan berinovasi. Sebab, ada perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang dihasilkan. ”Hak ciptanya dilindungi undang-undang,” kata Yasonna.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 mengatur, surat pencatatan hak cipta yang terdata di Ditjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham bisa menjadi salah satu syarat dalam skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual. Hal ini sesuai dengan Pasal 16 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyebutkan bahwa hak cipta dapat dijadikan obyek jaminan fidusia.
Pelaksana Tugas Dirjen Kekayaan Intelektual Kemenkumham Razuli yang ditemui secara terpisah mengatakan, pihaknya menyiapkan aturan turunan PP No 24/2022. Peraturan turunan tersebut saat ini masih dibahas bersama-sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Otoritas Jasa Keuangan.
”Jadi, belum bisa dieksekusi. Namun, kita bersyukur bahwa sudah ada PP No 24/2022 yang memberikan payung hukum bagi skema untuk mendapatkan akses pembiayaan dari bank berdasarkan kekayaan intelektual,” ujarnya.
Belakangan ini, tambah Razuli, pihaknya mencatat adanya kenaikan signifikan dalam pencatatan kekayaan intelektual. Hal tersebut dilihat dari jumlah penerimaan negara bukan pajak yang diterima dari pendaftaran kekayaan intelektual yang naik tiap tahun. Namun, ia tidak mengungkapkan secara detail kenaikan yang dimaksud.
”Intinya adalah 2020 dibandingkan 2021 pasti 2021 lebih tinggi. Insya Allah, 2022 akan lebih tinggi juga,” katanya.
Kasus Atta Halilintar
Berdasarkan data di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Halilintar Anofial Asmin menggugat pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM cq Ditjen Kekayaan Intelektual, karena menolak menerbitkan sertifikat merek GENHALILINTAR yang diajukan ayah dari Atta Halilintar. Perkara tersebut didaftarkan ke PN Jakpus pada 4 Agustus 2022 dan diberi nomor perkara 75/Pdt.Sus-HKI/Merek/2022/PN Niaga Jkt.Pst.
Pihak Halilintar meminta PN Jakpus membatalkan putusan Komisi Banding Merek dan memerintahkan kepada Ditjen Kekayaan Intelektual untuk menerima permohonan pendaftaran merek GENHALILINTAR.
Terkait kasus tersebut, Razuli mengatakan, merek GENHALILINTAR sebenarnya sudah ada yang mendaftarkan ke Ditjen Kekayaan Intelektual pada tahun 2017. Namun, setahun berikutnya merek yang sama diajukan oleh Halilintar. Ditjen Kekayaan Intelektual menolak permohonan pendaftaran terakhir karena pada prinsipnya siapa yang mengajukan pertama maka dialah yang mendapatkan merek tersebut.
Pihak Atta kemudian mengajukan banding ke Komisi Banding Merek. Akan tetapi, Komisi Banding menguatkan keputusan Ditjen Kekayaan Intelektual. ”Sekarang dia mengajukan ke pengadilan. Apa pun putusan pengadilan yang pasti akan kita ikuti karena itu keputusan tertinggi,” kata Razuli.
Namun, menurut dia, perusahaan yang sudah mendaftarkan merek tersebut pada tahun 2017 berhak mengajukan upaya hukum jika pihaknya dikalahkan pengadilan. Perusahaan tersebut dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
”Jadi, kita tunggu saja. Kemungkinan proses ini akan relatif lama untuk kemudian mendapat penyelesaian. Kan, urusannya sudah di pengadilan,” pungkasnya.