Wapres Amin: Semestinya Ketimpangan Tidak Terjadi di Indonesia
Wakil Presiden Ma'ruf Amin menekankan, agar konstitusi bisa menjadi landasan kebangkitan ekonomi pascapandemi, regulasi yang dibentuk harus mengedepankan keadilan dan kemanusiaan.
JAKARTA, KOMPAS — Konstitusi semestinya menjadi landasan dan prinsip penyelenggaraan negara. Bila konstitusi menjadi panduan dan regulasi disusun untuk keadilan, ketimpangan semestinya tidak terjadi di Indonesia.
”UUD 1945 sebagai konstitusi bukan sekadar sebuah dokumen kenegaraan maupun dokumen kearifan bangsa. Di dalam konstitusi telah diatur landasan dan prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan dan bernegara yang telah disepakati,” kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam peringatan Hari Konstitusi 2022 dan Hari Ulang Tahun Ke-77 Majelis Permusyawaratan Rakyat di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (18/8/2022).
Konstitusi Indonesia, UUD 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Konstitusi sejak tahun 2008. Adapun hari jadi MPR diambil dari terbentuknya Komite Nasional Pusat pada 29 Agustus 1945 sebagai badan perwakilan dan cikal bakal MPR.
Peringatan Hari Konstitusi tahun ini bertema ”Konstitusi sebagai Landasan bagi Kebangkitan Ekonomi Indonesia Pascapandemi”. Sejumlah pejabat tinggi negara ikut hadir, antara lain, Ketua MPR Bambang Soesatyo, Ketua DPR Puan Maharani, Ketua DPD La Nyalla Mattalitti, Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar, Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, serta Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
Baca juga: Usulan Amendemen Terbatas Setelah Pemilu 2024 Menguat
Wapres melanjutkan, semestinya konstitusi menjadi rujukan, sumber utama dalam penyusunan undang-undang, dan segala peraturan di bawahnya. Prinsip, nilai, maksud, dan tujuan yang terkandung di dalamnya harus direalisasikan. Namun, diperlukan kesadaran dan kesungguhan dalam menghidupkan jiwa konstitusi sebagai moralitas bangsa, antara lain nilai kejujuran, kesungguhan, kebersamaan, dan kemanusiaan.
Wapres Amin mencontohkan, Pasal 33 UUD 1945 secara tersurat dan tersirat telah tegas menunjukkan semangat kegiatan ekonomi bersama melalui koperasi, melampaui perekonomian yang diinisiasi individu. Peran negara dalam penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara juga sangat besar. Sebab, semua ditujukan untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan dan keadilan.
”Jika Pasal 33 UUD 1945 tersebut dijalankan dengan lurus, pembangunan ekonomi tidak akan memunculkan paradoks antara pertumbuhan dan pemerataan. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai tidak akan diiringi oleh ketimpangan,” tutur Wapres Amin.
Baca juga: Parpol Harus Jadikan Isu Amendemen Terbatas Konstitusi sebagai Bahan Kampanye
Oleh karena itu, lanjutnya, jalan lurus berdasarkan roh konstitusi ini merupakan jihad ekonomi bangsa. Ini termasuk upaya Indonesia pulih dari pandemi Covid-19. Prinsip, nilai, dan tujuan bernegara yang dibawa konstitusi perlu menjadi panduan. Landasan kokoh ditambah identitas bangsa yang bergotong royong, bersatu, optimistis dalam kondisi paling sulit, dan memiliki etos kerja akan memastikan kebangkitan Indonesia dari pandemi Covid-19.
Agar konstitusi bisa menjadi landasan kebangkitan ekonomi pascapandemi, kata Wapres Amin, regulasi yang dibentuk harus mengedepankan keadilan dan kemanusiaan. Fungsi penjaga ketertiban juga harus menopang aturan yang disusun.
Supaya kuat memandu pembangunan sistem yang lebih kuat setelah pandemi, landasannya adalah nilai yang terkandung dalam konstitusi, seperti semangat kemuliaan dan kebaikan; cermat menyerap aspirasi rakyat; mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi/golongan; serta berbuat adil terhadap sesama anak bangsa.
Tidak boleh lengah
Bambang Soesatyo menyampaikan, pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan kesehatan, sekaligus menghantam perekonomian dunia, tidak terkecuali Indonesia. Setelah lebih dari dua tahun bergulat dengan pandemi, secara umum dunia berhasil mengatasinya secara baik. Kesehatan masyarakat juga berangsur pulih, dan kehidupan dalam batas-batas tertentu kembali normal.
Namun, geopolitik dunia tiba-tiba bergejolak dengan adanya perang Rusia-Ukraina. Hal itu justru semakin memperburuk perekonomian dunia. Kini, dunia mengalami krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis energi. Laju inflasi terus naik. Lonjakan harga pangan dan energi semakin membebani masyarakat yang baru saja bangkit dari pademi Covid-19. Ekonomi dunia kembali terancam resesi.
”Meski kondisi ekonomi Indonesia relatif stabil dan sedang memasuki fase ekspansi, kita tidak boleh lengah terhadap ancaman resesi global,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan, Indonesia tidak boleh kalah dengan Korea Selatan yang kini sudah masuk kategori negara maju. Padahal, hari kemerdekaan Korea Selatan hanya terpaut dua hari dengan Indonesia.
Indonesia, menurut dia, sebenarnya memiliki seluruh persyaratan untuk jadi negara maju. Indonesia memiliki jumlah penduduk besar, sumber daya alam melimpah, potensi ekonomi maritim dan kelautan yang tak terhingga, serta letak geografis yang strategis sebagai negara kepulauan yang menjadi jalur perdagangan dunia.
Pada tahun 2045, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 318,9 juta jiwa. Artinya, dengan jumlah populasi yang sangat besar dan potensi ekonomi mumpuni itu, Indonesia diproyeksikan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia.
”Untuk meraihnya, kita harus bangkit lebih kuat, mempertahankan warisan baik bangsa, menjadikan konstitusi sebagai landasan bagi kebangkitan ekonomi Indonesia, serta mau belajar, membuka diri, dan mengerti jalannya logika negara lain yang telah lebih cepat maju,“ tutur Bambang.
Bambang menjelaskan, sistem perekonomian Indonesia adalah ekonomi Pancasila. Artinya, pengelolaan ekonomi negara bersumber pada nilai-nilai yang mengedepankan religiositas, humanitas, nasionalisme, demokrasi, dan keadilan sosial.
Menurut Bambang, sistem ekonomi Pancasila yang telah diwariskan pendiri bangsa hanya bisa dijalankan secara penuh dan konsisten apabila Indonesia memiliki apa yang disebut Presiden Soekarno sebagai kemampuan untuk berdiri di atas kakinya sendiri atau berdikari. Presiden Soekarno juga pernah berpesan agar bangsa Indonesia jangan mau menjadi ”bangsa kuli” dan menjadi ”kuli bangsa-bangsa lain”.
Begitu pula Presiden Jokowi dalam suatu kesempatan pernah menyampaikan, bangsa Indonesia tak boleh menjadi bangsa bermental inlander dan bersikap inferior ketika berhadapan dengan bangsa lain.
Agar tidak menjadi bangsa kuli dan menjadi kuli bangsa-bangsa lain, serta tidak bermental inlander dan bersikap inferior, Bambang berpandangan, Indonesia tak boleh hanya dijadikan sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri-kapitalis. Indonesia juga tak boleh hanya dijadikan sebagai pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara-negara industri-kapitalis.
”Kita harus mengembangkan sistem perekonomian merdeka, merdeka seratus persen, yang mampu mencapai keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali,” kata Bambang.
Dengan potensi sumber daya alam yang melimpah, Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri, seperti pangan dan obat-obatan secara berdaulat. Paradigma ekonomi lama dengan prinsip asal mengimpor dengan harga murah harus segera diakhiri.
Pada akhirnya, Bambang mengingatkan, seluruh anak bangsa harus mampu mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila harus menjadi nyata. Rakyat Indonesia harus merasakan bahwa dalam negara Pancasila, segenap bangsa Indonesia merasa dilindungi, dan maju dalam kesejahteraan.
”Penghapusan kemiskinan dan jaminan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas segala pembangunan. Seluruh rakyat Indonesia harus dapat merasakan dalam negara Pancasila, mereka dapat hidup secara terhormat, sejahtera, dan adil,” kata Bambang.