Komisi III Dorong Pembahasan RKUHP Tak Sekadar Formalitas
Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan buka sosialisasi kembali untuk menyaring masukan publik terkait pasal-pasal bermasalah di RKUHP. Upaya tersebut agar pembahasan substansial.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesepakatan pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membahas ulang Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP diharapkan bersifat substantial dan tidak sekadar formalitas. Harapan itu sejalan dengan rencana pemerintah membuka kembali sosialisasi untuk menyaring masukan publik.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, saat ditemui seusai Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (16/8/2022), mengatakan, pemerintah akan membuka sosialisasi kembali untuk menyaring masukan publik terkait pasal-pasal bermasalah di RKUHP. Ia menyebut, hal serupa juga akan dilakukan DPR.
”Pemerintah mau membuka sosialisasi kembali, dan DPR nanti semua masalah yang di RKUHP, DPR, kan, nanti akan ada public hearing (dengar pendapat publik) lagi juga,” ujar Mahfud.
Mahfud belum dapat memastikan kapan RKUHP akan rampung dibahas. Saat ditanya apakah akan selesai di 2022 ini, ia menyampaikan, semua tergantung dari pembahasan nanti bersama DPR. ”Jadi, kita lihat perkembangannya saja, ya,” ucapnya.
Pemerintah mau membuka sosialisasi kembali, dan DPR nanti semua masalah yang di RKUHP, kan, akan ada public hearing (dengar pendapat publik) lagi juga.
Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto menambahkan, pembahasan tentang RKUHP akan dimulai dengan rapat internal Komisi IIII pada Kamis (18/8/2022). Dalam rapat tersebut, pihaknya akan membagikan draf RKUHP dan mengambil keputusan terkait mekanisme pembahasan. ”Di DPR yang paling penting mekanismenya dulu, SOP (standar operating procedure)-nya dulu, jenis rapatnya dulu,” katanya.
Senada dengan keinginan Presiden Joko Widodo agar RKUHP kembali dibahas bersama publik, Komisi III juga berkomitmen untuk menyerap semua aspirasi masyarakat. Namun, ia tidak bisa memastikan apakah semua pasal bisa dibahas kembali atau sebatas pasal yang termasuk dalam 14 isu kontroversial. Keputusan terkait akan diambil dalam agenda rapat internal Komisi III.
Di DPR yang paling penting mekanismenya dulu, SOP (standar operating procedure)-nya dulu, jenis rapatnya dulu.
Diberitakan sebelumnya, puluhan pasal dalam draf RKUHP menuai polemik di masyarakat. Bahkan, beberapa di antaranya berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan pers. Pembentuk undang-undang diharapkan membuka ruang partisipasi masyarakat secara lebih luas dan tidak mengesahkannya secara terburu-buru.
Beberapa pekan terakhir, Dewan Pers menemui fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat, seperti Fraksi Partai Gerindra (F-Gerindra), Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) meski masih dalam masa reses. Dalam setiap pertemuan, Dewan Pers menggarisbawahi, kedatangan mereka bukan untuk menolak pengesahan RKUHP, melainkan memberikan catatan atas pasal-pasal dalam draf RUU pedoman hukum pidana nasional tersebut. Dalam kajian Dewan Pers, beberapa pasal di dalam draf RKUHP justru berpotensi mengancam demokrasi dan kebebasan pers.
Selain itu, permintaan untuk memperbaiki pasal-pasal bermasalah juga muncul dari Indonesia Criminal Justice Reform (ICJR). Dalam draf RKUHP versi terakhir, 4 Juli 2022, ICJR menemukan ada 73 pasal bermasalah, baik dari segi rumusan, kesalahan teknis, maupun beberapa catatan substansi. Jumlah pasal yang bermasalah ini bertambah dari sebelumnya sekitar 20 pasal.
ICJR menemukan ada 73 pasal bermasalah, baik dari segi rumusan, kesalahan teknis, maupun beberapa catatan substansi. Jumlah pasal yang bermasalah ini bertambah dari sebelumnya sekitar 20 pasal.
Kini, bola pembahasan RKUHP ada di tangan DPR. Karena itu, ICJR berharap DPR dapat mengakomodasi masukan dari masyarakat sipil, terutama catatan atas puluhan pasal yang bermasalah.
Substantif
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti keinginan pemerintah dengan menyusun agenda pembahasan RKUHP. Selain itu, Komisi III juga harus memastikan bahwa pembahasan dilakukan secara substantif, tidak sekadar formalitas. Hal itu bisa dilakukan dengan melibatkan publik dalam bentuk partisipasi bermakna. ”Saya cukup optimistis, kemauan dari pemerintah ini juga akan direspons positif oleh anggota Komisi III,” katanya.
Untuk menjamin partisipasi publik yang bermakna, ia mengusulkan agar pembahasan RKUHP oleh DPR dan pemerintah dibuat dalam bentuk forum konsultasi nasional. Ruang pembahasan tidak terbatas hanya di Gedung DPR saja, tetapi bisa di berbagai forum, seminar, diskusi publik, media sosial, bahkan di warung kopi. Dengan begitu, semua orang pada saat bersamaan bisa memahami apa yang sedang dibahas di RKUHP. Meski tidak terlibat secara langsung, masyarakat juga bisa mengetahui bahwa ada pasal yang berkaitan langsung dengan kehidupan mereka.
Jadi, RKUHP harus menjadi diskursus publik. Jangan sampai RKUHP dimiliki oleh elite saja.
”Jadi, RKUHP harus menjadi diskursus publik. Jangan sampai RKUHP dimiliki oleh elite saja,” kata Taufik.
Selain membentuk forum konsultasi nasional, Taufik juga mengusulkan agar RKUHP dibahas dengan metode simulasi terhadap pasal-pasal kontroversial. Contohnya, soal penghinaan terhadap penguasa umum, pembentuk UU bisa mencatat hal-hal apa saja yang menjadi kekhawatiran publik. Begitu juga jika ada kritik dalam demonstrasi, apa saja yang disampaikan bisa disimulasikan, apakah itu masuk ke dalam delik atau tidak.
Hasil simulasi itu, kata Taufik, nantinya bisa dijadikan risalah pembahasan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari RKUHP. Nantinya, dokumen itu diharapkan bisa menjadi pedoman hakim ketika membuat putusan atas tindak pidana tertentu, rujukan bagi terdakwa untuk mengajukan pembelaan dalam persidangan, serta panduan bagi aparat penegak hukum.