KPK Tangkap Bupati Pemalang Setelah Keluar dari Gedung DPR

KPK menahan Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap dan jual beli jabatan. Mukti ditangkap KPK setelah menemui seseorang di DPR. KPK masih mendalami soal pertemuan Mukti di DPR.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriiksaan di gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Jumat (12/8/2022) malam. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Mukti bersama lima orang lainnya sebagai tersangka karena diduga terlibat suap dan jual beli jabatan.

JAKARTA, KOMPAS - Penangkapan Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menunjukkan masih lemahnya sistem pencegahan korupsi di pemerintah daerah. Bertambah panjangnya pimpinan daerah yang terjerat korupsi juga memperlihatkan semakin mendesaknya perbaikan dalam sistem kepemiluan guna menekan biaya politik.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Mukti pada Kamis (11/8/2022) sore karena diduga menerima suap dan pungutan tidak sah dalam pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang. Selain Mukti yang baru setahun menjabat bupati, ada 33 orang lainnya yang ditangkap, di antaranya sejumlah pejabat di Pemkab Pemalang. Mereka ditangkap di sejumlah lokasi di Jakarta dan Pemalang.

Pantauan Kompas, sejumlah kantor pejabat di lingkungan Pemkab Pemalang turut disegel oleh KPK, di antaranya ruang Kepala Dinas Komunkasi dan Informatika (Diskominfo) Pemalang, ruang sekretariat yang tembus ke ruang Kepala Diskominfo, serta ruang Kepala Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian, dan Perdagangan Pemalang. Ruangan-ruangan tersebut disegel oleh tim KPK, sekitar pukul 17.30, Kamis.

Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers, Jumat (12/8/2022) malam, menjelaskan, sebelum Mukti ditangkap, tim KPK memeroleh informasi terkait dugaan adanya penerimaan sejumlah uang Mukti dari sejumlah pejabat Pemkab Pemalang dan pihak lainnya. Tim KPK bergerak menindaklanjuti informasi ini. Dari pemantauan diketahui bahwa Mukti beserta rombongan pergi ke Jakarta dan mendatangi salah satu rumah di wilayah Jakarta Selatan dengan membawa sebuah bungkusan yang diduga berisi uang suap yang telah diterimanya. Setelah itu, Mukti beserta rombongan melanjutkan perjalanannya ke gedung DPR menemui seseorang.

Baca juga: Diduga Terima Suap, Bupati Pemalang Ditangkap KPK

KOMPAS/PRIYOMBODO

Ketua KPK Firli Bahuri memimpin konferensi pers operasi tangkap tangan Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo di gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Jumat (12/8/2022) malam.

"Ketika mereka keluar dari gedung DPR, tim KPK langsung mengamankan Mukti beserta rombongan dimaksud beserta dengan uang dan bukti-bukti lainnya. Bersamaan dengan penangkapan di Jakarta, tim KPK juga bergerak mengamankan beberapa pihak dari unsur pejabat di lingkungan Pemkab Pemalang dan melakukan pengamanan (segel) terhadap ruangan kerja di Pemkab Pemalang dan juga rumah dinas. Selanjutnya, Mukti dan rombongan dibawa ke KPK untuk pemeriksaan," ucap Firli.

Mengenai siapa yang ditemui di DPR dan apakah terkait dengan kasus ini, Firli mengatakan, KPK akan mendalaminya.

Kemudian, setelah diperiksa intensif oleh KPK, Mukti bersama lima orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Kelima orang lainnya, Komisaris Perusahaan Daerah Aneka Usaha (PD AU) Adi Jumal Widodo, Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Slamet Masduki, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sugiyanto, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Yanuarius Nitbani, serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Mohammad Saleh.

Selain itu, KPK mengamankan sejumlah barang bukti, yaitu uang tunai sebanyak Rp 136 juta, buku tabungan atas nama Adi Jumal Widodo dengan total uang yang masuk sekitar Rp 4 miliar, slip setoran bank atas nama Adi dengan jumlah Rp 680 juta, serta kartu ATM atas nama Adi yang digunakan Mukti.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Bupati Pemalang, Jawa Tengah, Mukti Agung Wibowo mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriiksaan di gedung Merah Putih KPK di Jakarta, Jumat (12/8/2022) malam.

Perombakan pejabat

Firli mengungkapkan, kasus ini bermula saat Mukti melakukan perombakan pejabat di lingkungan Pemkab Pemalang, beberapa bulan setelah Mukti menjabat bupati pada 2021. Saat pemilihan pejabat baru, Mukti diduga memerintahkan agar mereka yang ingin menjadi pejabat menyerahkan sejumlah uang. Uang yang diminta disesuaikan dengan level jenjang dan eselon, berkisar antara Rp 60 juta sampai Rp 350 juta. Uang yang diserahkan lantas dimasukkan Adi yang juga orang kepercayaan Mukti ke dalam rekening banknya untuk keperluan Mukti.

Pejabat yang akan menduduki posisi jabatan di Pemkab Pemalang, di antaranya Slamet Masduki untuk jabatan Penjabat Sekda, Sugiyanto untuk jabatan Kepala BPBD, Yanuarius Nitbani untuk jabatan Kadis Kominfo, dan Mohammad Saleh untuk jabatan Kadis PU. “Terkait pemenuhan posisi jabatan di Pemkab Pemalang, diduga MAW (Mukti) melalui AJW (Adi) telah menerima sejumlah uang dari beberapa ASN di Pemkab Pemalang maupun dari pihak lain seluruhnya berjumlah sekitar Rp 4 miliar,” kata Firli.

Uang yang telah diterima Mukti melalui Adi selanjutnya dipergunakan untuk berbagai keperluan pribadi Mukti.

Selain itu, Mukti diduga telah menerima uang dari pihak swasta lainnya terkait jabatannya selaku Bupati sejumlah sekitar Rp 2,1 miliar. Namun, terkait dengan hal ini masih didalami oleh KPK.

Dengan demikian, total uang yang diduga diterima oleh Mukti dari suap dan jual beli jabatan diduga mencapai Rp 6,1 miliar.

Korupsi berulang

Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mencatat, jika Mukti ditetapkan sebagai tersangka, ia menjadi orang ke-445 di lingkungan pemerintahan daerah yang terjerat kasus hukum sejak 2005.

Sebagian besar kasus tersebut terkait dengan korupsi dan melibatkan kepala daerah. Adapun tiga area di pemerintahan daerah yang kerap terjadi korupsi adalah pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pemilihan pejabat.

Terus bertambahnya kepala daerah yang terlibat korupsi ini, lanjut Djohermansyah, menunjukkan kian mendesaknya perbaikan pada sistem kepemiluan yang berfokus pada pengurangan biaya yang harus dikeluarkan calon saat mengikuti pemilihan kepala daerah (pilkada). Pasalnya, banyak korupsi yang melibatkan kepala daerah akibat biaya tinggi yang harus dikeluarkan saat pilkada.

”Jadi, biaya pilkada itu, kan, mahal. Biaya uang mahar itu sewa kendaraan partai itu, kan, tidak gratis. Miliaran. Tambah lagi biaya kampanye, juga biaya tim sukses. Lalu, untuk biaya saksi. Dari mana uangnya? Nah, itu, kan uang yang berasal dari berbagai macam sumber,” kata Djohermansyah.

Baca juga: Politik Berbiaya Tinggi Bayangi Pilkada 2024

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Djohermansyah Djohan saat masih menjabat Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (tengah) saat rapat kerja pembahasan RUU Pilkada di Ruang Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/9/2014).

Ia sekaligus mengingatkan, korupsi oleh pimpinan daerah tahun ini berpotensi semakin besar karena tahun depan, petahana yang akan maju di Pilkada Serentak Nasional 2024, sudah mulai berkontestasi.

Oleh karena itu, pengawasan harus ditingkatkan. Sistem pencegahan korupsi di pemda juga harus dibenahi. Korupsi berulang yang terjadi di pemda mengindikasikan belum baiknya sistem pencegahan.

Adapun menyangkut problem tingginya biaya politik, Djohermansyah mengusulkan agar ada subsidi yang diberikan kepada peserta pilkada untuk kampanye. Selain itu, jangan semua daerah diseragamkan cara pemilihannya. Sebab, ada beberapa daerah yang belum siap melaksanakan pilkada langsung, terutama daerah yang berisiko terjadi korupsi.

Pencegahan korupsi

Saat kegiatan penguatan antikorupsi bagi jajaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang digelar KPK, di Jakarta, Kamis, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan, Kemendagri dan KPK akan berkolaborasi untuk memperbaiki daerah-daerah yang integritas penyelenggara negaranya rendah atau rawan terjadi korupsi.

DOKUMENTASI KEMENDAGRI

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan arahan, di kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (10/8/2020).

Menurut dia, pendampingan dari pusat jadi salah satu cara untuk perbaikan. ”Saya akan terjunkan Irjen (Inspektur Jenderal Kemendagri) nanti untuk melihat masalahnya apa saja dan setelah itu mencari solusi di tiap-tiap daerah bersama-sama dengan KPK,” kata Tito.

Setelah penangkapan Mukti, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meminta Wakil Bupati Pemalang Mansur Hidayat untuk mengambil alih jalannya pemerintahan di Pemalang.

Ganjar pun telah datang langsung ke Pemalang. Ia berpesan supaya tak ada lagi korupsi, kolusi, dan nepotisme. ”Saya sudah berkali-kali menyampaikan, bahkan KPK juga sudah berkali-kali menyampaikan kepada kita (untuk tidak korupsi), tetapi masih ngeyel. Saya berharap betul jangan khianati rakyat seperti itu,” ujarnya.