Ferdy Sambo Akui Bunuh Brigadir J demi Kehormatan Keluarga
Irjen Ferdy Sambo diperiksa perdana sebagai tersangka selama tujuh jam di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok. Kepada penyidik, ia mengaku membunuh Brigadir J karena emosi atas perlakuan ajudannya itu kepada istrinya.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah tujuh jam diperiksa, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo akhirnya mengakui alasannya merencanakan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Emosinya tersulut lantaran perlakuan Nofriansyah terhadap istrinya, Putri Candrawathi, dianggap merusak kehormatan keluarga.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian mengungkapkan, pihaknya telah memeriksa Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dalam statusnya sebagai tersangka pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah. Pemeriksaan dilakukan selama sekitar tujuh jam, dari pukul 11.00 hingga pukul 18.00 di markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (11/8/2022).
Dalam pemeriksaan itu, kata Andi, Ferdy mengakui motif pembunuhan Nofriansyah yang selama ini bekerja sebagai ajudannya. Ia tersulut emosi setelah mendapatkan kabar tentang perlakuan Nofriansyah kepada istrinya, Putri Candrawathi, saat mereka berada di Magelang, Jawa Tengah. Perilaku yang dimaksud dianggap dapat melukai harkat dan martabat keluarga.
”Tersangka FS mengatakan bahwa dirinya marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya, PC, yang telah mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang, yang dilakukan oleh almarhum Yosua. Oleh karena itu, tersangka FS memanggil tersangka RR (Ricky Rizal), RE (Richard Eliezer), untuk merencanakan pembunuhan terhadap almarhum Yosua (Nofriansyah),” kata Andi seusai memeriksa Ferdy.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menambahkan, selain Ferdy, hari ini penyidik Bareskrim juga memeriksa tiga tersangka lain dalam pembunuhan Nofriansyah. Mereka adalah Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu, Brigadir RR atau Ricky Rizal, dan KM atau Kuat Ma’ruf yang merupakan pekerja di rumah Ferdy.
Sesuai dengan perintah Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, tim khusus memeriksa para tersangka secara cepat sambil berkoordinasi dengan kejaksaan. ”Kami sudah berkoordinasi dengan kejaksaan agar berkas perkara segera dilimpahkan dan selanjutnya kasus juga tidak terlalu lama digelar di persidangan,” katanya.
Selain itu, tambah Dedi, Kapolri juga secara resmi menghentikan satuan tugas khusus Polri pada Kamis malam. ”Artinya, sudah tidak ada lagi Satgassus Polri,” kata Dedi.
Tersangka FS mengatakan bahwa dirinya marah dan emosi setelah mendapat laporan dari istrinya, PC, yang telah mengalami tindakan yang melukai harkat dan martabat keluarga yang terjadi di Magelang, yang dilakukan oleh almarhum Yosua. Oleh karena itu, tersangka FS memanggil tersangka RR (Ricky Rizal), RE (Richard Eliezer), untuk merencanakan pembunuhan terhadap almarhum Yosua (Nofriansyah).
Untuk diketahui, Satgassus Polri atau Satgassus Merah Putih adalah satuan tugas yang pertama kali dibentuk oleh Tito Karnavian saat menjabat sebagai Kapolri pada tahun 2017. Tujuan pembentukan satgas ini adalah untuk membongkar kasus-kasus besar. Ferdy tercatat pernah menjadi ketua satgas tersebut.
Dibuka di pengadilan
Sebelumnya, Dedi juga menjelaskan bahwa motif pembunuhan Nofriansyah akan dibuka di pengadilan. Merujuk pernyataan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Agus Andrianto, Polri harus menjaga perasaan kedua pihak, baik keluarga Nofriansyah maupun mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Ferdy Sambo. Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga telah menyampaikan bahwa motif pembunuhan bersifat sensitif.
Dedi menambahkan, pembukaan motif pembunuhan juga dapat memunculkan banyak penafsiran. ”Karena ini materi penyidikan dan semua nanti akan diuji di persidangan. Insya Allah nanti akan disampaikan ke persidangan,” katanya.
Dihubungi terpisah, pengajar hukum pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, mengatakan, pengungkapan motif pembunuhan penting untuk membuktikan unsur kesengajaan, termasuk kausalitas tindak pidana. Hal itu akan diungkap oleh jaksa dalam surat dakwaan yang disusun.
Selain itu, motif pembunuhan juga akan menjadi pertimbangan bagi hakim dalam menentukan putusan. Sebab, hakim akan melihat fakta dan keadaan serta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di persidangan. Pemeriksaan itu menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa, termasuk melihat keadaan yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa.
Meski demikian, kata Azmi, polisi sebaiknya membuka motif pembunuhan Nofriansyah kepada publik. Apalagi sejak awal Kapolri berkomitmen untuk mengungkap kasus ini secara transparan dan akuntabel. ”Secara kasus ini dari awal ada fakta yang mau dihilangkan dan ditutupi karena itu lebih baik dibuka dengan terang dan sejelas-jelasnya,” ujarnya.