LPSK menyebut penanganan kasus tewasnya Brigadir J kurang tepat karena yang dibuka ke publik adalah dugaan pencabulan. Padahal, faktanya dari peristiwa ini adalah pembunuhan terhadap Brigadir J.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara RI kembali menetapkan satu tersangka lagi dalam kasus tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, yaitu Brigadir Ricky Rizal. Sebelumnya, Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksidan Korban (LPSK) Edwin Partogi Pasaribu mengatakan, pihaknya melihat penanganan kasus ini kurang tepat karena yang dibuka ke publik adalah dugaan peristiwa pencabulan dan percobaan pembunuhan. ”Padahal, fakta dari peristiwa ini adalah terjadinya pembunuhan terhadap Nofriansyah,” ucap Edwin, Minggu (7/8/2022).
Edwin juga menyebutkan, berdasarkan informasi dari pihak kompeten yang diperoleh LPSK, Eliezer bukan pelaku utama dalam penembakan Nofriansyah.
Sejak kasus ini diungkap, Polri menyebut Nofriansyah tewas karena terlibat saling tembak dengan Eliezer di rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Saling tembak itu terjadi karena Nofriansyah melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi, istri Ferdy.
Dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Ricky dan Eliezer, ditahan di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta.
Terkait kasus itu, Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian Djajadi, Minggu (7/8/2022), menyebut, dua orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Ricky dan Eliezer, ditahan di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta. Andi menyebut, baik Eliezer maupun Ricky merupakan ajudan dan sopir Putri, istri Ferdy.
Namun, Andi tak merinci peran Ricky dalam penembakan yang menyebabkan Nofriansyah tewas. Andi hanya menyebut sudah ada dua alat bukti untuk menetapkan status Ricky sebagai tersangka. "(Ricky dan Eliezer) sudah ditahan di Bareskrim,” ucapnya.
Sementara itu, sejak Sabtu (6/8/2022), Ferdy ditempatkan di Markas Brimob, Kelapa Dua, Depok, hingga 30 hari mendatang. Ia merupakan satu dari 25 personel yang diduga melanggar kode etik karena masalah ketidakprofesionalan dalam olah tempat kejadian perkara penembakan Nofriansyah. Ferdy diduga mengambil dekoder kamera pemantau yang ada di sekitar rumah dinasnya, tempat Nofriansyah tewas ditembak.
Bisa dipidana
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menuturkan, tindakan Ferdy mengambil dekoder itu bisa masuk ke ranah pelanggaran etik dan pidana. Sebab, pengambilan dekoder kamera pemantau yang menjadi barang bukti dalam kasus penembakan Nofriansyah itu bisa masuk dalam kategori tindak pidana menghalangi penyelidikan (obstruction of justice).
”Pencopotan (dekoder kamera pemantau) CCTV itu bisa masuk ranah etik dan ranah pidana karena hukum formal itu kristalisasi dari moral dan etika. Jadi, pengambilan CCTV bisa melanggar etik karena tidak cermat atau profesional, sekaligus bisa pelanggaran pidana karena obstruction of justice," ujar Mahfud saat dihubungi, Minggu.
Mahfud menambahkan, dalam perkara ini, seharusnya penanganan dugaan pelanggaran etik sejalan dengan dugaan pidananya. Sebab, sanksi etik tidak diputus oleh hakim. Sanksinya hanya administratif, seperti pemecatan, penurunan pangkat, dan teguran. Komisi Etik Polri bukanlah pengadilan. Jika memang ada dugaan pelanggaran pidana, lanjutnya, diputus hakim di pengadilan.
Edwin berharap pengusutan kasus ini dapat segera mengungkap pelaku utama penembakan terhadap Nofriansyah. Menurut Edwin, berdasarkan informasi dari pihak kompeten yang diperoleh LPSK, Eliezer bukan pelaku utama dalam penembakan Nofriansyah. Sebelumnya, LPSK mendalami pemeriksaan Eliezer karena beberapa hari setelah tewasnya Nofriansyah disampaikan Polri, Eliezer dan Putri meminta perlindungan sebagai saksi kepada LPSK.
Sejauh ini, lanjutnya, mesinpenggerak proses hukum dalam kasus ini ada pada Presiden Joko Widodo serta Mahfud MD. Oleh karena Presiden Jokowi dan Mahfud memberi perhatian pada kasus ini, apa yang dianggap awalnya biasa saja menjadi luar biasa dan mampu mendorong Polri agar bertindak profesional.
Edwin pun berharap penanganan kasus ini tidak berhenti pada penetapan Eliezer sebagai tersangka. LPSK siap memproses permohonan justice collaborator atau pihak yang membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap kejahatan jika Eliezer mengajukannya.
”Kami sangat terbuka memproses permohonan JC (justice collaborator) Bharada E (Eliezer) sepanjang dia bisa membuktikan atau menerangkan bahwa dia bukan pelaku utama," katanya.
Sementara itu, untuk pertama kalinya Putri hadir di hadapan publik saat akan menjenguk suaminya, Ferdy, di Mako Brimob. Ia hadir dengan didampingi kuasa hukumnya, Arman Hanis. Namun, keinginan Putri menjenguk Ferdy belum dapat dipenuhi oleh pihak Mako Brimob. Kepada wartawan, Putri menyampaikan, ia memohon doa agar keluarganya dapat menjalani masa sulit ini. ”Dan, saya ikhlas memaafkan segala perbuatan yang kami dan keluarga alami,” katanya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, Ferdy akan ditempatkan di Mako Brimob selama 30 hari ke depan. Hal itu sesuai informasi dari Inspektorat Khusus (Irsus).
Poengky mengatakan, berdasarkan kesimpulan Irsus, Ferdy tidak profesional dalam melakukan olah TKP.
Terkait dengan hal ini, anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti mengatakan, penempatan seorang anggota Polri seperti Ferdy di tempat khusus, di Mako Brimob, untuk melancarkan proses pemeriksaan pelanggaran kode etik, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
Dalam pelanggaran kode etik ini, Ferdy diduga mengambil dekoder kamera pemantau di sekitar rumah dinasnya, tempat Nofriansyah tewas. Poengky mengatakan, berdasarkan kesimpulan Irsus, Ferdy tidak profesional dalam melakukan olah TKP. Kesimpulan itu diperoleh dari penelusuran pada prosedur yang seharusnya dilakukan dalam melakukan olah TKP, mulai dari pihak yang melakukan olah TKP hingga prosedur dalam pengambilan barang bukti di TKP.
”Melalui investigasi berbasisilmiah, jika terdapat dugaan kesalahan dalam olah TKP, hal ituakan segera terlihat,” ucapnya.