Partai politik ditengarai mengambil jalan pintas untuk memenuhi syarat menjadi peserta Pemilu 2024. Ada 98 penyelenggara pemilu yang dicatut namanya sebagai anggota parpol, di antaranya 22 komisioner KPU di daerah.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Nama sejumlah penyelenggara pemilu dan aparatur sipil negara di lingkungan Komisi Pemilihan Umum di daerah diduga dicatut partai politik untuk memenuhi persyaratan keanggotaan calon partai politik peserta Pemilu 2024. Tanpa aturan tegas, pencatutan identitas ini bisa terus berulang pada setiap pemilu.
Berdasarkan informasi sementara yang disampaikan sejumlah KPU provinsi kepada KPU RI hingga Kamis (4/8/2022) malam, ada 98 penyelenggara pemilu di daerah (komisioner dan anggota sekretariat KPU provinsi serta kabupaten/kota) yang telah mengadukan bahwa nama-nama mereka ada dalam daftar keanggotaan partai politik (parpol) yang tertera dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Padahal, mereka tak pernah memiliki atau mengajukan diri menjadi anggota parpol. Selain itu, penyelenggara pemilu dilarang menjadi anggota parpol.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Sebanyak 98 orang itu tersebar di 22 provinsi, dengan rincian, 22 komisioner KPU kabupaten/kota, 72 personel sekretariat KPU kabupaten/kota, serta 4 personel sekretariat KPU provinsi.
”Saat ini (nama parpolnya) belum bisa kami sampaikan karena masih proses verifikasi administrasi. Kami membuka pengaduan masyarakat jika ada yang namanya dicatut,” kata anggota KPU, Idham Holik, di Jakarta, Kamis (4/8).
Laporan selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh KPU. KPU juga akan meminta klarifikasi kepada parpol yang bersangkutan. Jika pencatutan tersebut lantas berimbas pada tidak terpenuhinya syarat minimal keanggotaan parpol, parpol harus mencari orang lain untuk menjadi anggota parpol hingga syarat minimal terpenuhi.
Partisipasi masyarakat
Dengan adanya temuan dugaan pencatutan itu, Idham pun mengajak masyarakat untuk mengecek Sipol. Masyarakat bisa membuka laman https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik dan memasukkan nomor induk kependudukan. Jika ada yang menemukan namanya dicatut jadi anggota parpol tertentu, ada formulir tanggapan masyarakat yang bisa diisi dan kemudian langsung diserahkan pula melalui laman tersebut.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, praktik pencatutan nama dan NIK (nomor induk kependudukan) warga itu sudah berulang terjadi setiap menjelang pemilu.
Menurut dia, masih adanya parpol yang mencatut nama untuk memenuhi syarat keanggotaan parpol dikarenakan konsolidasi internal partai belum solid dalam mengelola keanggotaan. Selain itu, persyaratan menjadi peserta pemilu yang sangat berat disimpangi dengan jalan pintas, yakni mencatut data warga untuk memenuhinya.
Untuk mencegah praktik itu terus berulang, praktik pencatutan ini seharusnya dimasukkan dalam pelanggaran administratif berikut ancaman sanksi bagi parpol.
Sanksi dimaksud bisa berupa teguran terbuka kepada parpol sehingga setidaknya publik mengetahui bahwa telah terjadi penyimpangan dalam pemenuhan persyaratan keanggotaan oleh parpol. Selain itu, bisa dengan memerintahkan parpol mengumumkan secara terbuka bahwa nama-nama yang dicatut itu bukanlah anggota parpol.
”Terobosan ini diperlukan untuk memproteksi warga agar tidak mengalami kerugian akibat pencatutan nama dan NIK mereka oleh parpol,” ujarnya.
Anggaran pemilu
Ketua KPU Hasyim Asy’ari menegaskan, Pemilu 2024 tetap bisa dilaksanakan meski anggaran yang tersedia untuk melaksanakan tahapan pada tahun 2022 tidak mencapai kebutuhan yang diusulkan. ”Dengan anggaran segitu kira-kira pemilu jalan enggak, insya Allah jalan,” ujarnya.
KPU kini tengah menyesuaikan kebutuhan dengan anggaran yang telah dikucurkan dari Kementerian Keuangan agar seluruh tahapan tahun ini bisa dilaksanakan.
Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay mengingatkan, KPU perlu memastikan kembali kebutuhan yang memang terkait kegiatan atau tahapan pemilu yang diperlukan tahun ini. Kebutuhan dana pendukung pun perlu diprioritaskan yang sangat esensial. Namun, honor petugas ad hoc jangan diturunkan.
”Kebutuhan sarana-prasarana yang lain ditunda dulu. Perlu berhemat dan tidak menjalankan penggunaan yang mewah,” katanya.