KPU Tak Akan Buka Daftar Parpol Pencatut Identitas
Ada 98 penyelenggara pemilu di daerah yang identitasnya dicatut parpol sebagai anggota partai, syarat pendaftaran pemilu. Meskipun KPU tak mau ungkap parpol yang mencatut, kasus ini dapat digugat secara pidana.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum tidak akan membuka daftar partai politik yang diduga mencatut identitas penyelenggara pemilu maupun masyarakat untuk dimasukkan ke dalam daftar anggota partai, salah satu syarat pendaftaran parpol sebagai peserta Pemilu 2024. Meskipun demikian, masyarakat yang dirugikan dengan praktik ini dapat menggugat kasus ini secara pidana untuk menimbulkan efek jera.
Anggota Komisi Pemilihan Umum Idham Holik saat konferensi pers di Kantor KPU Jakarta, Jumat (5/8/2022), mengatakan, tanggapan masyarakat atas dugaan pencatutan nama penyelenggara pemilu akan diproses oleh tim verifikator administrasi selama tahap verifikasi administrasi pada 2 Agustus hingga 14 September. Dalam rentang waktu tersebut, KPU akan meminta klarifikasi terhadap orang yang dicatut namanya dan partai politik yang diduga mencatut nama tersebut.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hasil klarifikasi kedua belah pihak akan langsung disampaikan ke partai politik. Jika hasil nama yang dicatut dan diunggah ke Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) tersebut tidak memenuhi syarat sebagai anggota, parpol harus segera menindaklanjutinya dengan mengganti nama anggota yang baru.
Jika saat mengecek keanggotaan parpol di laman https://infopemilu.kpu.go.id/ didapati namanya dicatut, masyarakat tersebut mendapatkan keterangan yang berisi namanya tercatat di Sipol berikut nama parpol yang mencatutnya. Namun, KPU tidak akan membuka nama parpol yang mencatut identitas warga.
”Dalam pendaftaran parpol, kami hanya menjalankan fungsi administratif. Apabila ada warga negara yang merasa dirugikan, itu adalah urusan individual yang bersangkutan dengan parpol, jadi tidak ada kaitannya dengan KPU,” ujarnya.
KPU tidak akan membuka nama parpol yang mencatut identitas warga.
Sebelumnya berdasarkan informasi sementara yang disampaikan sejumlah KPU provinsi kepada KPU RI hingga Kamis (4/8/2022) malam, ada 98 penyelenggara pemilu di daerah (komisioner dan anggota sekretariat KPU provinsi serta kabupaten/kota) yang telah mengadukan bahwa nama-nama mereka ada dalam daftar keanggotaan partai politik (parpol) yang tertera dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Padahal, mereka tak pernah memiliki atau mengajukan diri menjadi anggota parpol. Selain itu, penyelenggara pemilu dilarang menjadi anggota parpol.
Sebanyak 98 orang itu tersebar di 22 provinsi, dengan rincian, 22 komisioner KPU kabupaten/kota, 72 personel sekretariat KPU kabupaten/kota, serta 4 personel sekretariat KPU provinsi. ”Kemungkinan besar jumlahnya bertambah,” kata Idham.
Sekalipun tak membuka nama-nama parpol yang mencatut puluhan penyelenggara pemilu, Idham mengungkapkan parpol yang diduga mencatut nama penyelenggara termasuk dalam parpol yang dokumen pendaftarannya dinyatakan lengkap. Sebab, data keanggotaan mereka sudah bisa ditampilkan kepada publik sehingga diketahui ada pencatutan nama.
Adapun hingga Jumat malam, dari 12 parpol yang mendaftar sebagai parpol calon peserta pemilu, sebanyak sembilan parpol dinyatakan pendaftarannya diterima. Kesembilan parpol tersebut adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Demokrat, Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Bulan Bintang, Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Kebangkitan Nusantara, serta Partai Keadilan dan Persatuan.
Masyarakat yang namanya dicatut oleh parpol sebaiknya membawa kasus tersebut ke ranah pidana.
Bisa digugat pidana
Pengajar politik Universitas Sam Ratulangi, Manado, Ferry Daud Liando, mengatakan, masyarakat yang namanya dicatut oleh parpol sebaiknya membawa kasus tersebut ke ranah pidana. Sebab, pencatutan nama merupakan bentuk penyalahgunaan dokumen kependudukan. Apalagi saat mengunggah data keanggotaan, parpol harus mengunggah salinan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) ke Sipol. Hukum pemilu saat ini masih terbatas pada administratif sehingga sulit memberikan efek jera.
”Nama-nama parpol dibuka ke publik pun tidak banyak berdampak karena parpol sekarang banyak yang tidak tahu malu. Bisa saja mereka berdalih ada kesalahan input data,” katanya.
Menurut Ferry, terus berulangnya pencatutan nama dalam keangotaan parpol disebebkan, antara lain, jumlah parpol yang terlalu banyak sehingga sulit mencari anggota dan pengurus. Selain itu, masyarakat juga tidak percaya terhadap parpol sehingga mereka tidak tertarik menjadi anggota, apalagi pengurus.
”Data pribadi, termasuk KTP-el mudah tersebar dimana pun sehingga tidak sulit parpol mendapatkan untuk diunggah ke Sipol,” ujarnya.