Pemerintah Kembali Jamin Anggaran Pemilu, tetapi Harus Rasional
Pemerintah meminta KPU merasionalisasi anggaran yang sifatnya tidak pokok. Misalnya, pembangunan kantor, kenaikan honor, dan kenaikan jumlah petugas Penyelenggara Pemungutan Suara.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk memastikan anggaran Pemilu 2024, terutama yang dibutuhkan untuk tahapan di tahun 2022. Namun, pemerintah juga meminta Komisi Pemilihan Umum untuk merasionalisasi anggaran sesuai dengan urgensi kegiatan tahapan pemilu. Unit biaya anggaran perlu dibuka dan diuji ke publik untuk mengetahui rasionalitasnya.
Pada Kamis (4/8/2022), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengundang Kementerian Keuangan (Kemenkeu), KPU, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memastikan dukungan anggaran pemilu serentak 2024. Rapat di antaranya dihadiri Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Saat dikonfirmasi, Jumat (5/8/2022), Hasyim Asy’ari menuturkan, agenda rapat koordinasi itu membahas tentang tiga hal, yaitu anggaran pemilu, urgensi pembentukan peradilan khusus sengketa hasil pilkada, serta konsekuensi elektoral di Ibu Kota Negara (IKN) baru dan daerah otonomi baru (DOB) di Papua.
”Pembahasan mengenai anggaran berlangsung singkat, sekitar 15 menit, dan dihadiri oleh Dirjen Anggaran Kemenkeu,” ujar Hasyim.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan informasi yang diperoleh Kompas, dari usulan tambahan anggaran sebesar Rp 5,6 triliun yang diajukan KPU ke Kemenkeu untuk pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 pada tahun 2022 ini, sebanyak Rp 3,83 triliun untuk kegiatan operasional. Usulan kegiatan di antaranya untuk kenaikan tunjangan kinerja, rehabilitasi, dan pembangunan kantor KPU di daerah, serta sewa sekitar 1.000 mobil.
Adapun sisa Rp 1,78 triliun diusulkan KPU untuk kegiatan tahapan pemilu yang terdiri atas tujuh kegiatan. Namun, tiga di antaranya tidak dilaksanakan pada tahun 2022. Kegiatan yang dimaksud terdiri dari kegiatan masa kampanye, pemungutan dan penghitungan suara, serta penetapan hasil pemilu.
Mahfud MD menyampaikan, pemerintah berkomitmen untuk menyediakan seluruh biaya yang diperlukan untuk menyukseskan agenda Pemilu 2024. Proses pemilu tidak akan terganggu atau terhenti hanya karena biayanya tidak lancar. Semua biaya yang diperlukan akan disediakan.
Dirjen Anggaran Kemenkeu juga menjamin pencairan anggaran sejauh prosedurnya dipenuhi, yaitu pembaruan atau revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Setelah itu dipenuhi, pemerintah segera mencairkan anggaran yang diperlukan.
Informasi yang diperoleh Kompas, KPU belum merevisi daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) setelah usulan tambahan anggaran untuk tahun ini, sebesar Rp 1,24 triliun, disetujui Kemenkeu. Selain itu, dalam DIPA KPU sebelumnya telah teralokasi anggaran untuk tahapan pemilu sebesar Rp 464 miliar, tetapi hingga 29 Juli 2022 realisasinya baru Rp 73,26 miliar atau sekitar 15,3 persen.
”Berapa pun biayanya (akan dipenuhi) asalkan rasional. Tingkat rasionalitas biaya itu dibicarakan bersama antara KPU, pemerintah, DPR, dan sebagainya. Ini yang akan dibiayai oleh pemerintah, yang disepakati,” ujar Mahfud MD melalui keterangan tertulis.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini juga menegaskan bahwa proses pemilu tidak akan terganggu atau terganggu hanya karena pencairan anggaran tidak lancar. Mahfud memastikan semua biaya akan disediakan.
Namun, pemerintah juga meminta kepada penyelenggara pemilu untuk merasionalisasi anggaran yang sifatnya tidak pokok. Misalnya, pembangunan kantor, kenaikan honor, kenaikan jumlah Penyelenggara Pemungutan Suara (PPS), dan sebagainya.
”Ketua KPU mengatakan akan melakukan langkah-langkah penyesuaian. Dengan kesepakatan itu, nanti akan bisa diproses secepatnya. Hingga saat ini, belum ada pekerjaan KPU yang terhenti karena tidak ada uang, itu belum ada. Semuanya berjalan karena anggaran rutinnya, kan, ada. Ini anggaran pemilu dalam arti nanti pemungutan suara yang perlu dipersiapkan dari sekarang,” tutur Mahfud.
Transparansi dana pemilu
Dewan Pembina Indonesia Budget Centre (IBC) Roy Salam menuturkan, semangat dari penyelenggara pemilu serentak salah satunya untuk efisiensi anggaran pemilu. Namun, jika melihat realitasnya saat ini, anggaran justru semakin besar bahkan berlipat-lipat dari sebelumnya.
Di tengah situasi kondisi fiskal dan krisis ekonomi global yang membayangi negara, menurut Roy, penyelenggara pemilu memang harus menyusun anggaran secara efisien dan optimal. KPU dan Bawaslu harus mengembalikan konsep penyusunan anggaran pada urgensi kebutuhan dan prioritas.
”Anggaran tidak semuanya harus dari KPU. Untuk kebutuhan gedung KPU di daerah, misalnya, kan bisa memanfaatkan gedung milik pemerintah daerah. Harus ada koordinasi dan kolaborasi dengan pemda untuk menghemat anggaran,” kata Roy.
Di tengah polemik soal anggaran antara KPU dan Kemenkeu, dia juga mendorong agar KPU dan Bawaslu membuka kebutuhan anggaran secara transparan kepada publik. Penjelasan kepada publik bisa membuat publik menguji bahwa usulan anggaran yang diajukan telah memenuhi prinsip urgensi kebutuhan dan skala prioritas. Selain itu, sekaligus untuk mengikis tudingan bahwa KPU aji mumpung dalam menyusun anggaran Pemilu 2024.
”Sampai saat ini tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan alokasi anggaran KPU tahun 2022 yang menjadi polemik di masyarakat. KPU dan Bawaslu harus lebih terbuka dan transparan soal ini,” kata Roy.
Roy mengingatkan bahwa Kemenkeu sudah memiliki prosedur standar operasi (SOP) untuk meninjau kembali mata anggaran sebelum dicairkan ke rekening penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, perintah untuk rasionalisasi dan sinkronisasi anggaran dari Kemenkeu, menurut dia, juga beralasan kuat.
Roy juga mengingatkan bahwa dalam laporan keuangan penyelenggara pemilu sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kerap menemukan ketidaktaatan laporan keuangan. Sejumlah KPU di daerah banyak yang tidak melaporkan dana hibah pilkada. Selain itu, hasil laporan audit BPK juga menemukan banyak permasalahan dalam pengelolaan anggaran oleh KPU dan Bawaslu.
”Ini juga harus menjadi refleksi bagi KPU untuk membuka secara transparan satuan biaya yang diusulkan dalam dana Pemilu 2022 ini,” kata Roy.