Penyidik Polri menetapkan Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR, DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Direktorat Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Bhayangkara Dua E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai tersangka kasus penembakan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigadir Jenderal (Pol) Andi Rian Djajadi mengatakan, penetapan Eliezer sebagai tersangka berdasarkan laporan yang disampaikan pihak keluarga Nofriansyah. Eliezer disangka dengan Pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Pasal 338 KUHP mengatur tentang pembunuhan. Adapun Pasal 55 dan 56 KUHP terkait persekongkolan dalam tindak pidana.
”Jadi, bukan bela diri. Pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembangan terus,” kata Andi saat jumpa pers, Rabu (3/8/2022) malam, di Jakarta. Sebelumnya, polisi menyebut Eliezer terpaksa menembak Nofriansyah untuk membela diri karena ditembak terlebih dulu.
Sampai saat ini, lanjut Andi, penyidik telah memeriksa 42 saksi, termasuk 11 anggota keluarga Nofriansyah. Pemeriksaan akan terus berlanjut, salah satunya Eliezer akan diperiksa kembali sebagai tersangka. Ia menyebutkan, Eliezer saat ini berada di Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dan akan langsung ditahan.
Selain Eliezer, penyidik akan memeriksa pihak-pihak lain, termasuk Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri (nonaktif) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Menurut rencana, Ferdy akan diperiksa pada Kamis (4/8) pagi. Adapun istri Ferdy, yakni Putri Candrawathi, hingga saat ini belum dimintai keterangan.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo menambahkan, selain tim penyidik, di dalam tim khusus Polri juga terdapat tim inspektorat khusus yang bertugas memeriksa dan mendalami semua pihak yang menyangkut peristiwa di tempat kejadian perkara (TKP) di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
”Seluruh tim ini masih bekerja secara maraton dan sesuai dengan komitmen Bapak Kapolri, kasus ini akan diungkap dengan proses pembuktian secara ilmiah,” kata Dedi.
Kawal arahan Presiden
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD seusai bertemu Samuel Hutabarat, ayah kandung dari Nofriansyah, di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (3/8), menyampaikan akan terus mengawal arahan dari Presiden Joko Widodo agar kasus insiden penembakan Nofriansyah ditangani dengan benar.
Mahfud mengaku memiliki catatan lengkap mengenai penanganan perkara Nofriansyah. Catatan itu dari pihak keluarga Nofriansyah, intelijen, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, juga dari sumber-sumber perorangan di Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
”Saya tanya semua dan tentu saya punya pandangan itu nantinya,” kata Mahfud.
Meski menegaskan bahwa pandangannya tak akan mengintervensi proses hukum yang tengah berjalan, Mahfud melihat bahwa kasus penembakan Nofriansyah tidak sama dengan kasus kriminal biasa.
”Kalau (kasus kriminal biasa) secara teknis penyidikan itu, kan, sebenarnya gampang. Tingkat polsek (kepolisian sektor) saja bisa (menangani kasusnya). Tetapi ini ada psikohierarkis dan psikopolitis sehingga semua harus sabar,” ujarnya.
Adapun dalam pertemuan dengan Mahfud, Samuel Hutabarat yang didampingi oleh Persatuan Marga Hutabarat dan pengacara bermarga Hutabarat meminta dukungan dari Mahfud agar kasus insiden penembakan Nofriansyah diusut tuntas.
Tak hanya itu, mereka menyerahkan sejumlah bukti kejanggalan. Salah satunya, hasil otopsi pertama jenazah Nofriansyah. Dalam permohonan visum et repertum dari Kapolres Metro Jaksel, hanya disebutkan ada satu luka tembakan di bagian dada. Padahal, hasil otopsi dan pengamatan dari keluarga terhadap jenazah, ada lebih dari satu luka tembakan di tubuh korban.