Perludem Meminta Penetapan Dapil dan Alokasi Kursi DPR Diserahkan ke KPU
Perludem mempersoalkan ketentuan pembagian dapil di UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Ketentuan itu dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan dapil sehingga menjadi tidak adil.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem menggugat ketentuan tentang pembagian daerah pemilihan di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menilai, ketentuan yang ada saat ini tidak sesuai dengan amanat konstitusi dan meminta MK untuk menyatakan kewenangan pembagian daerah pemilihan diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum.
Di dalam UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum, pembagian daerah pemilihan (dapil) dan jumlah kursi sudah ditentukan oleh pembentuk UU dengan mencantumkannya di dalam lampiran III UU Pemilu. Ini tercantum di dalam Pasal 187 Ayat (1) dan (5), Pasal 189 Ayat (1) dan (5), serta Pasal 192 Ayat (1) UU Pemilu.
Pasal 187 Ayat (1) UU Pemilu, misalnya, berbunyi, daerah pemilihan anggota DPR adalah provinsi, kabupaten/kota atau gabungan kabupaten/kota. Pada ayat (5) ditegaskan daerah pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari UU ini. Pasal yang lain mengatur dapil untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Dalam berkas permohonan, seperti dikutip Kompas pada Senin (1/8/2022), pasal-pasal tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 1 ayat (2) terkait prinsip daulat rakyat. Ketentuan mengenai pembagian dapil yang ada saat ini juga dinilai tidak sejalan dengan maksud Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 yang mengamanatkan pemilu harus dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil serta pasal 28D ayat (1) terkait jaminan kepastian hukum.
Salah satu kuasa hukum Perludem, Heroik Mutaqin Pratama, mengatakan, ketentuan penyusunan dapil yang ada di dalam UU Pemilu secara terang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembentukan dapil sehingga menjadi tidak adil. Hal itu di antaranya adanya inkonsistensi dan ketidakpastian hukum dalam pengaturan penyusunan dapil.
Pasal 185 UU Pemilu mengatur prinsip penyusunan dapil, di antaranya keseteraan nilai suara, ketaatan pada sistem pemilu yang proporsional, proporsionalitas, integritas wilayah, berada dalam cakupan wilayah yang sama, kohesivitas dan berkesinambungan. Namun, ketentuan di UU Pemilu tidak mampu memastikan bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi untuk Pemilu DPR serta DPRD provinsi/kabupaten/kota telah memenuhi prinsip-prinsip tersebut.
Tidak ada yang bisa membuktikan bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi di Lampiran III dan IV UU Pemilu sesuai dengan maksud pasal 185 UU itu sendiri. Demikian pula tidak ada jaminan bahwa penyusunan dapil dan pembagian alokasi kursi tidak bertentangan dengan prinsip daulat rakyat, prinsip pemilu langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), serta jujur dan adil (jurdil).
Perludem justru menilai, pengaturan pembagian dapil dan alokasi kursi tersebut justru tidak memiliki dasar yang jelas, tidak proporsional dan adil, pengaturannya pun berbeda-beda/inkonsisten.
Perludem justru menilai, pengaturan pembagian dapil dan alokasi kursi tersebut justru tidak memiliki dasar yang jelas, tidak proporsional dan adil, pengaturannya pun berbeda-beda/inkonsisten sehingga melanggar prinsip kepastian hukum. Inkonsistensi pengaturan juga tampak dalam pertentangan kasatmata di antara pasal-pasal di UU Pemilu. Hal itu di antaranya pengaturan pasal 187 ayat (5) dan pasal 189 ayat (5) menyatakan penyusunan dapil dan alokasi menjadi lampiran UU Pemilu. Namun, di dalam pasal 192 ayat (4) juga disebutkan bahwa penyusunan dapil dan alokasi kursi diatur melalui Peraturan KPU.
Daerah otonom baru
UU Pemilu, tambah Heroik, juga tidak mengatur pembentukan dapil untuk daerah otonom baru, khususnya dapil dan jumlah alokasi kursi untuk DPR. UU Pemilu hanya mengatur pembentukan dapil dan alokasi kursi untuk DPR provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Pada 30 Juni 2022, pemerintah dan DPR menyepakati pembentukan tiga provinsi baru di Papua, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Ketiga DOB tersebut awalnya merupakan wilayah yang menjadi bagian dari Provinsi Papua yang memiliki alokasi kursi DPR sebanyak 10 kursi.
Menurut Perludem, ada dua pendekatan untuk menyusun pembentukan dapil baru dan menentukan alokasi kursi DPR untuk daerah otonom baru. Pertama, dengan mengalokasikan kursi minimal di suatu dapil (tiga kursi) dan kedua, dengan menghitung ulang secara proporsional jumlah alokasi kursi di DOB sesuai dengan jumlah penduduk masing-masing.
”Namun, kedua pilihan ini akan berkonsekuensi pada penambahan jumlah kursi DPR yang tentunya bertentangan dengan Pasal 186 UU aquo yang menjelaskan, jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 575 (lima ratus tujuh puluh lima),” ujar Heroik.
Saat ini, permohonan Perludem yang didaftarkan pada 29 Juli tersebut belum diregister dalam Buku Perkara Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK). Biasanya, setelah registrasi dilakukan, pemohon baru memperoleh jadwal sidang dengan dua sidang perdana adalah pemeriksaan pendahuluan.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyampaikan, gugatan yang diajukan Perludem merupakan satu dari sejumlah gugatan serupa yang diajukan masyarakat. ”Banyak yang mengajukan (gugatan serupa),” ucapnya.