Komnas HAM menyebut, Brigadir Yosua melakukan tes PCR di urutan terakhir setelah tiba di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo pada pukul 16.00. Fakta itu akan dicocokkan dengan data kamera pemantau.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah menerima bukti tambahan berupa hasil tes reaksi rantai polimerase atau PCR yang dilaksanakan di rumah pribadi keluarga Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (nonaktif) Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Jalan Saguling 3, Jakarta Selatan. Tes PCR untuk mendeteksi Covid-19 merupakan salah satu fakta peristiwa yang diuji kebenarannya untuk memastikan waktu dan tempat kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Ini lantaran tes disebut dilaksanakan pada Jumat (8/7/2022) sore, beberapa saat sebelum terjadinya dugaan baku tembak yang menewaskan almarhum. Adapun tempat kejadian perkara yakni rumah dinas Ferdy di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, sekitar 500 meter dari kediaman pribadi.
”Sudah ada hasil dari tes PCR di Saguling,” tutur Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Senin (1/8/2022) di Jakarta.
Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebutkan, berdasarkan informasi yang sudah dihimpun, termasuk dengan mencocokkan data rekaman puluhan kamera pemantau (CCTV), Nofriansyah pada 8 Juli sekitar pukul 16.00 terlihat ikut masuk ke rumah pribadi keluarga Ferdy. Ia bersama dua ajudan lain, Richard dan Ricky, serta pengemudi bernama Kuat mendampingi istri Ferdy, Putri Candrawathi, kala itu baru tiba dari Magelang, Jawa Tengah.
Setelah tiba di Saguling 3, rombongan Magelang menjalani tes PCR. ”Brigadir J yang paling akhir di tes PCR,” kata Taufan (Kompas, 1/8/2022).
Beka menambahkan, pihaknya juga mengundang petugas kesehatan yang melayani tes PCR di rumah pribadi Ferdy untuk dimintai keterangannya pada Senin ini. Namun, petugas itu tidak datang.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam menuturkan, petugas tes PCR bukan dari Polri, melainkan lembaga swasta. Karena itu, butuh proses komunikasi khusus untuk bisa menghadirkannya.
Meski demikian, Komnas HAM menerima bukti dokumen tambahan yang sedang dicek validitasnya meskipun sudah didukung dengan bukti keterangan. Dokumen tersebut, menurut Anam, memperkuat rincian waktu rangkaian peristiwa.
Salah satu yang membuat bukti makin kaya yaitu dokumen foto terkait kegiatan di Magelang. ”Kami ditunjukkan dokumen foto, tidak bisa kami tampilkan karena itu harus kami verifikasi. Terus kami juga diperkaya dengan cerita-cerita yang terkait di Magelang,” ujar Anam.
Selain petugas tes PCR, lima narasumber, termasuk ajudan atau aide de camp (ADC), yang pekan lalu belum memberi keterangan beserta pekerja rumah tangga keluarga Ferdy juga diundang untuk pemberian keterangan di Komnas HAM Senin ini. Anam enggan membuka informasi nama-nama mereka, tetapi yang jelas mereka terkait dengan konstruksi peristiwa yang berujung pada tewasnya Nofriansyah.
Kami ditunjukkan dokumen foto, tidak bisa kami tampilkan karena itu harus kami verifikasi. Terus kami juga diperkaya dengan cerita-cerita yang terkait di Magelang.
Nofriansyah, menurut versi kepolisian, tewas akibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua E (Richard Eliezer Pudihang Lumiu) di rumah dinas Ferdy pada pukul 17.00. Pemicunya karena pelecehan yang diduga dilakukan Nofriansyah kepada Putri.
Anam menyebutkan, agenda selanjutnya yakni permintaan keterangan dari ahli balistik Pusat Laboratorium Forensik Polri pada Rabu (3/8/2022) untuk mendalami informasi terkait senjata. Itu antara lain guna memastikan pemilik senjata yang dipakai saat kejadian serta karakter peluru. Polisi menyebut Nofriansyah menggunakan senjata genggam HS-9, sedangkan Richard memakai Glock 17.
Pendalaman uji balistik
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, dalam jumpa pers di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, mengatakan, tim khusus Polri yang melibatkan Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), kedokteran forensik, serta penyidik melakukan pendalaman atas hasil uji balistik yang sebelumnya telah dilakukan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri. Pendalaman tersebut terkait dua senjata api (senpi) yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP), yakni senpi jenis Glock 17 dan senpi jenis HS-9.
Pendalaman terhadap hasil uji balistik yang dilakukan langsung di TKP tersebut baru pertama kali ini dilakukan pihak kepolisian. Dalam pendalaman tersebut, timsus bermaksud untuk mendalami sudut tembakan, jarak tembakan, serta ketiga sebaran pengenaan tembakan.
Jadi informasi detail itu tidak berhenti pada peluru, tetapi juga tentang runtutan kepemilikan Glock 17 itu.
Sebelumnya, Polri menyatakan bahwa Brigadir Yosua tewas karena baku tembak dengan Bharada Richard. Yosua disebut melepaskan 7 tembakan dengan senpi jenis HS, sedangkan Richard melepas 5 tembakan dengan senpi jenis Glock.
Namun, Dedi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil dari pendalaman uji balistik di TKP tersebut. Menurut dia, hasil dari pendalaman uji balistik akan disampaikan di kemudian hari secara komprehensif.
Pantauan Kompas, penyidikan di lokasi kejadian masih berlangsung hingga Senin sore. Petugas tampak menyusuri pekarangan rumah hingga balkon lantai dua dengan sejumlah perangkat, misalnya, pemindai ruang tiga dimensi (laser scanner) berlabel "Faro Focus S".
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, menyatakan, hasil uji balistik menjadi hal yang ditunggu-tunggu karena dapat merinci banyak detail terkait peristiwa penembakan. Sebab, sejauh ini dia menilai belum ada kemajuan berarti terkait kasus tembak-menembak yang menewaskan Brigadir J.
Uji balistik bisa mendetailkan informasi terkait arah tembakan, jarak tembakan, hingga pantulan tembakan dari senjata api. Dari detail itu pula nantinya dapat diketahui status kepemilikan senjata.
”Jadi informasi detail itu tidak berhenti pada peluru, tetapi juga tentang runtutan kepemilikan Glock 17 itu. Dan dari sana nanti akan dirunut juga, siapa yang memberikan rekomendasi,” jelas Bambang.
Uji ini, kata Bambang, mestinya pun dapat menjawab detail terkait penggunaan senpi Glock 17 pada jarak sejauh apa. Sebab, sepengetahuan dia, jarak tembak Glock 17 hanya akurat sampai 25 meter.
”Dengan kekuatan seperti itu, kalau ditembakkan dalam jarak pendek tentunya akan menimbulkan reaksi yang amat besar bagi tubuh korban. Kalau pelurunya tembus, arahnya ke mana, dan ada rekosetnya apa enggak,” tuturnya.