Kasus Ekspor CPO Segera Disidangkan Tanpa Tersangka Korporasi
Kejaksaan Agung menjadwalkan melimpahkan berkas perkara lima tersangka kasus korupsi pemberian izin ekspor minyak kelapa sawit mentah dan turunannya ke pengadilan pada Senin (1/8/2022).
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsi pemberian persetujuan ekspor minyak kelapa sawit mentah atau CPO dan turunannya bakal segera disidangkan karena berkas perkara sudah dinyatakan lengkap. Namun, dipastikan, pengadilan hanya akan mengadili orang per orang karena sampai saat ini belum ada korporasi yang diduga terlibat dalam kongkalikong izin ekspor minyak sawit mentah tersebut.
Kejaksaan Agung menjadwalkan melimpahkan berkas perkara berikut tersangka kasus dugaan korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (1/8/2022). ”Menurut rencana, Senin akan dilakukan pelimpahan tahap kedua (untuk barang bukti dan tersangka). Untuk sementara pemeriksaan saksi cukup,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Supardi.
Berkas perkara kelima tersangka korupsi izin ekspor minyak goreng itu telah dinyatakan lengkap pada Jumat lalu. Kelima tersangka tersebut adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG) Stanley MA, General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Picare Togare Sitanggang, serta Lin Che Wei yang merupakan konsultan di Kemendag.
Dengan dilimpahkannya berkas perkara dan tersangka itu, persidangan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah itu bakal segera disidangkan. Sidang digelar untuk mengadili lima orang yang disangka terlibat dalam korupsi izin ekspor tersebut.
Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) berharap Kejaksaan Agung tetap mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi pemberian persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya untuk menyasar keterlibatan korporasi. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh pengembalian atas kerugian negara akan terpenuhi.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, penyidikan perkara dugaan korupsi pemberian persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya masih belum memuaskan. Sebab, kasus yang secara gamblang memperlihatkan peran korporasi tersebut hanya berhenti pada penetapan tersangka orang per orang.
”Dugaan tidak terpenuhinya syarat dalam persetujuan ekspor ini harusnya dugaan pelakunya adalah perusahaan sehingga mestinya Kejaksaan Agung menetapkan tersangka perusahaan. Sebab, dari sanalah (negara) akan mendapatkan ganti uang kerugian yang lebih besar,” kata Boyamin.
Kejagung, lanjut Boyamin, diharapkan tetap mengembangkan penyidikan untuk mengungkap kemungkinan adanya keterlibatan korporasi dalam kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya tersebut. Pengembangan penyidikan bisa dilakukan beriringan dengan persidangan perkara serupa di pengadilan. Dalam persidangan itu pula diharapkan ada fakta baru yang terungkap, terutama terkait keterlibatan korporasi.
Selain itu, menurut Boyamin, hingga saat ini Kejagung juga belum menyentuh pemilik korporasi sesungguhnya. Padahal, merekalah yang mestinya menjadi pihak yang menerima keuntungan dari bisnis minyak goreng. ”Karena kalau yang tersangka kemarin itu adalah mereka yang berada di level pelaksana, belum menyentuh pada direksi maupun juga pemilik atau beneficial owner itu, ” ujarnya.
Dugaan tidak terpenuhinya syarat dalam persetujuan ekspor ini harusnya dugaan pelakunya adalah perusahaan sehingga mestinya Kejaksaan Agung menetapkan tersangka perusahaan. Sebab, dari sanalah (negara) akan mendapatkan gantiuang kerugian yang lebih besar.
Oleh karena itu, MAKI akan terus mengawal kasus ini. Tidak hanya di persidangan, MAKI juga akan mengajukan gugatan pra-peradilan jika Kejagung hanya menetapkan tersangka orang per orang, bukan korporasi. Alasannya, tidak adil jika hanya orang per orang yang diadili karena korporasi juga mendapatkan keuntungan dari ekspor minyak sawit mentah dan turunannya.
Kerugian negara
Penyidik Kejagung telah menghitung, kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah dan turunannya itu telah mengakibatkan negara merugi hingga Rp 6 triliun. Selain itu, ditemukan pula kerugian perekonomian yang jumlahnya Rp 10 triliun sampai Rp 12 triliun. Bukan hanya itu, penyidik juga menemukan pendapatan tidak sah sekitar Rp 2 triliun.
Sejauh ini, Kejagung sudah menelusuri aset kelima tersangka. Penelusuran aset dilakukan karena penyidik lebih memilih sita eksekusi untuk mengganti kerugian keuangan negara setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Meski begitu, menurut Boyamin, kerugian keuangan negara akan sulit dipulihkan jika. Mengenai kerugian keuangan negara tersebut, menurut Boyamin, akan sulit dipulihkan jika hanya berasal dari orang per orang. Oleh karena itu, korporasi yang diduga turut mendapatkan keuntungan dari ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya diharapkan juga ditetapkan sebagai tersangka agar penggantian kerugian negara dapat tercapai.