Pra-peradilan Ditolak, Mardani Maming Tak Bisa Mengelak dari KPK
Melalui surat yang diserahkan kuasa hukum kepada penyidik KPK, Mardani H Maming menyatakan akan memenuhi panggilan KPK pada Kamis, 28 Juli 2022, setelah permohonan pra-peradilan diputus oleh hakim PN Jakarta Selatan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2018, Mardani H Maming tidak bisa lagi mengelak dari penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah permohonan pra-peradilannya ditolak oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK menunggu tersangka kasus suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu itu memenuhi panggilan pada Kamis (28/7/2022) sesuai permintaan yang disampaikan kepada penyidik.
Penolakan terhadap permohonan pra-peradilan yang diajukan Mardani diputus hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Hendra Utama Sutardodo, dalam sidang pada Rabu (27/7/2022). Penolakan pra-peradilan ditetapkan setelah Tim Biro Hukum KPK menyerahkan surat penetapan Mardani sebagai buron atau masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, tersangka yang melarikan diri atau sedang berstatus DPO dilarang mengajukan permohonan pra-peradilan.
”Untuk memberikan kepastian hukum kepada tersangka yang berstatus dalam daftar pencarian orang dalam hal tersangka melarikan diri atau masuk daftar pencarian orang, tidak dapat mengajukan permohonan pra-peradilan,” kata Hendra dalam sidang putusan pra-peradilan Mardani di PN Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Sesuai dengan SEMA No 1/2018, lanjut Hendra, hakim tidak dapat mengabulkan permohonan pra-peradilan yang telanjur diajukan oleh tersangka berstatus DPO. Hakim tidak akan mempertimbangkan materi perkara.
KPK mengapresiasi hakim yang mempertimbangkan status DPO dalam memutus permohonan pra-peradilan Maming. Pelaksana Tugas Kepala Bagian Litigasi Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto menjelaskan, surat perintah pencarian orang itu diterbitkan karena Mardani sudah dua kali tak memenuhi panggilan KPK.
Kuasa hukum Mardani, Denny Indrayana, juga menghormati putusan hakim, termasuk alasan status DPO sebagai pertimbangan hakim tidak menerima permohonan pra-peradilan kliennya. ”Ini, kan, bisa menjadi sabotase, sebenarnya, bagi proses pra-peradilan. Karena kalau kita baca skemanya, SEMA Nomor 1 Tahun 2018 itu bunyinya, larangan pengajuan pra-peradilan bagi tersangka yang melarikan diri,” katanya seusai sidang.
Ia menjelaskan, pengajuan permohonan pra-peradilan kliennya dilakukan sebelum KPK menetapkan status DPO. Namun, sehari sebelum pembacaan putusan, tiba-tiba KPK menetapkan Mardani masuk DPO.
Tidak ada niat untuk tidak datang.
Denny juga mempersoalkan KPK yang mengeluarkan surat perintah pencarian orang atas nama Mardani. Sebab, pihaknya sudah merespons surat pemanggilan pertama dan kedua dari KPK. Dalam surat tertanggal 25 Juli, tim kuasa hukum telah menyampaikan permohonan penjadwalan ulang pemeriksaan Mardani pada 28 Juli setelah ada putusan pra-peradilan. ”Jadi, tidak ada niat untuk tidak datang,” katanya.
Surat permohonan penyesuaian jadwal pemberian keterangan Mardani diserahkan kepada penyidik KPK pada tanggal 25 Juli 2022. Dalam surat dengan kop Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU itu disampaikan bahwa Mardani bersedia memberikan keterangan kepada KPK pada hari Kamis, 28 Juli 2022.
Menanggapi surat dari kuasa hukum Mardani, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, mengatakan, KPK telah mengirimkan surat panggilan kedua kepada tersangka Mardani secara patut dan sah. Dalam surat panggilan kedua, dijadwalkan tersangka untuk hadir pada 21 Juli 2022, tetapi tidak hadir. Dalam setiap surat panggilan KPK juga dicantumkan kontak atau narahubung untuk memudahkan pihak yang dipanggil melakukan konfirmasi.
“Kalau memang benar ada surat yang dikirim oleh pihak pengacara tersangka tersebut, mengapa baru dibuat pada tanggal 25 Juli 2022 dan disampaikan bahwa tersangka akan hadir pada tanggal 28 Juli 2022?” kata Ali.
Ia menegaskan, penanganan perkara oleh KPK dilakukan sesuai aturan hukum. Sebab, penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum itu sendiri.
Secara terpisah, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Amin Said Husni mengatakan, surat yang ditujukan kepada KPK memang berkop Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU. Namun, ia menegaskan, kasus yang disangkakan kepada Mardani tidak ada kaitannya sama sekali dengan PBNU. Kasus itu juga tidak berkaitan denganposisi Mardani sebagai Bendahara Umum PBNU.
Ia mengatakan, penetapan tersangka terhadap Mardani merupakan kewenangan KPK. PBNU menghormati proses hukum yang adil dan transparan sesuai ketentuan yang berlaku. PBNU mengajak kepada publik untuk menjunjung asas praduga tak bersalah.