Bawaslu RI Akan Evaluasi Sistem Seleksi Anggota Bawaslu Provinsi
Keterwakilan 30 persen perempuan di keanggotaan di 21 Bawaslu provinsi tak terpenuhi. Hal ini akan jadi salah satu fokus Bawaslu untuk mengevaluasi sistem seleksi.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rendahnya persentase perempuan yang lolos menuju tahap tes kesehatan dan wawancara dalam seleksi anggota Badan Pengawas Pemilu provinsi ditengarai karena kurangnya pendaftar dari perempuan. Perlu afirmasi dari Bawaslu dan tim seleksi agar memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan untuk memastikan penyelenggara pemilu yang inklusif.
Anggota Bawaslu RI, Herwyn Jefler Hielsa Malonda, di Jakarta, Rabu (27/7/2022), mengatakan, secara nasional perempuan yang mendaftar seleksi anggota Bawaslu provinsi masih kurang. Dari 2.815 pendaftar, hanya 636 orang atau 23 persen di antaranya perempuan. Hal ini pun menjadi pekerjaan rumah bersama antara penyelenggara dengan pegiat pemilu, khususnya aktivis perempuan untuk bisa mendorong lebih banyak lagi perempuan yang mendaftar pada seleksi Bawaslu atau penyelenggara pemilu selanjutnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Ia menegaskan, Bawaslu RI telah mendorong afirmasi politik sebanyak 30 persen perempuan saat memberikan pembekalan kepada tim seleksi. ”Namun, setelah seleksi dilakukan oleh tim seleksi, Bawaslu RI tidak boleh mengintervensi keputusan yang telah disepakati oleh pleno tim seleksi,” katanya.
Kurangnya keterwakilan 30 persen di sejumlah Bawaslu provinsi, menurut Herwyn, akan menjadi salah satu fokus Bawaslu RI untuk mengevaluasi seleksi penyelenggara pemilu. Bawaslu RI akan meningkatkan sosialisasi dan kerja sama dengan pegiat pemilu serta aktivis perempuan untuk meningkatkan kesadaran keterlibatan perempuan dalam pendaftaran perekrutan penyelenggara pemilu. Kapasitas pengetahuan pemilu untuk perempuan pun mesti ditingkatkan.
Berdasarkan penelusuran Pusat Kajian Politik, Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, dari 288 peserta seleksi anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di 24 provinsi yang lolos ke tahap tes kesehatan dan wawancara, hanya 59 orang atau sekitar 20,5 persen di antaranya perempuan. Dari jumlah 24 provinsi itu, hanya tiga provinsi yang keterwakilan perempuannya lebih dari 30 persen, sedangkan di 21 provinsi lainnya kurang dari 30 persen.
Adapun tiga provinsi dengan persentase keterpilihan perempuan lebih dari 30 persen ialah Provinsi Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Jawa Tengah. Sementara provinsi yang hanya meloloskan satu perempuan pada tahap tes tertulis dan psikologi adalah Provinsi Riau, Nusa Tenggara Barat, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Jambi.
Penjabat Sementara Direktur Eksekutif Puskapol LPPSP UI Hurriyah mengatakan, rendahnya pendaftar perempuan dalam seleksi penyelenggara pemilu bukanlah hal yang baru. Sudah banyak kajian yang membahas tentang hambatan perempuan menjadi penyelenggara pemilu yang seharusnya dijadikan bahan evaluasi Bawaslu dalam seleksi kali ini.
Jika Bawaslu memiliki komitmen kuat terhadap afirmasi perempuan seharusnya ditekankan ke tim seleksi saat bimbingan teknis. Itu karena pemaknaan memperhatikan 30 persen perempuan dimaknai bermacam-macam oleh tim seleksi, ada yang menganggap wajib dan tidak wajib sehingga dalam pelaksanaannya pun berbeda. ”Perlu ada komitmen menerapkan kebijakan afirmasi dari Bawaslu dan tim seleksi,” ucapnya.
Menurut Hurriyah, provinsi yang hanya ada satu kandidat perempuan tersisa seharusnya diloloskan sebagai bentuk afirmasi. Bawaslu tidak boleh membiarkan mereka bertarung secara terbuka dengan kandidat lain dan menyerahkan hasil sepenuhnya kepada tim seleksi. Apalagi tidak semua tim seleksi memiliki komitmen afirmasi yang sama.
Keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu, lanjutnya, menjadi salah satu faktor dalam tata kelola pemilu yang inklusif. Sebab, prinsip inklusifitas tidak hanya dilakukan kepada pemilih, tetapi juga penyelenggara, mulai dari proses perekrutan, komposisi penyelenggara, hingga program-program kepemiluan yang inklusif.