Muhammadiyah Ajak Umat Menggelorakan Pandangan Islam Berkemajuan
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak umat gelorakan pandangan Islam Berkemajuan. Pada Muktamar Ke-48 Muhammadiyah nanti akan lahir risalah Islam Berkemajuan sebagai kelanjutan pikiran Muhammadiyah Abad Ke-2.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPASIQBAL BASYARI
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berpidato saat puncak Milad Ke-94 Nasyiatul Aisyiyah yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Minggu (24/7/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengajak seluruh umat untuk menggelorakan pandangan Islam Berkemajuan. Melalui pandangan tersebut, Muhammadiyah, termasuk organisasi otonom seperti Nasyiatul Aisyiyah, akan menjadi gerakan yang luwes di berbagai kondisi dan fleksibel menghadapi perubahan zaman.
Haedar menuturkan, terdapat dua arus besar pemikiran Islam kontemporer, yaitu neo-fundamentalisme dan neo-modernisme. Neo-fundamentalisme, atau istilah lain dari genre ini adalah Islam revivalisme, memiliki ciri dominasi bayani (metode berpikir yang berdasarkan pada teks kitab suci Al Quran) yang sangat kuat, tekstualis, hingga terkadang melupakan konteksnya.
Sementara golongan neo-modernisme melakukan kritik terhadap teks. Bagi mereka, cara tersebut dipandang akan menghasilkan produk pemikiran yang lebih progresif. Namun, genre pemikiran ini memancing lahirnya golongan post-modern, yaitu memanfaatkan metode dekonstruksi atau kritik ala postmodernism dalam tradisi pemikiran Barat.
Muhammadiyah, menurut Haedar, termasuk golongan revivalisme Islam, tetapi dengan pendekatan yang moderat. Meskipun Islam merupakan pandangan hidup yang total dengan kembali pada Al Quran dan As-Sunnah, dalam pelaksanaannya dan menghadapi perkembangan zaman memerlukan reinterpretasi.
Meskipun Islam merupakan pandangan hidup yang total dengan kembali pada Al Quran dan As-Sunnah, dalam pelaksanaannya dan menghadapi perkembangan zaman memerlukan reinterpretasi.
Kompas
7115DFCF-AB39-43DA-8838-78E7CBFD404C.jpeg
Di satu sisi, pemikiran dari Barat dapat diterima dengan tetap meletakkannya dalam kerangka Islam. Di sisi lain, Muhammadiyah menunjukkan sikap kritis dengan mengakomodasi dan melakukan integrasi sejalan dengan kerangka keislaman. Maka tidak heran beberapa pengamat menilai bahwa pewaris pertama reformisme Islam adalah Muhammadiyah.
”Islam Berkemajuan menjadi perspektif baru di tengah pemikiran-pemikiran yang selalu terjadi pendulum dan kontradiksi. Maka, posisi pandangan Islam Berkemajuan bukan dialektika, melainkan lebih kepada eklektif, keluar dari dikotomi kemudian bisa lebih dinamis,” kata Haedar saat puncak Milad Ke-94 Nasyiatul Aisyiyah yang diselenggarakan di Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Minggu (24/7/2022).
Oleh sebab itu, lanjut Haedar, persyarikatan melahirkan konsep Islam Berkemajuan untuk menapaki abad ke-2 Muhammadiyah. Pernyataan ini untuk melekatkan kehadiran Muhammadiyah di tengah berbagai gelombang pemikiran keislaman dan universalisme. ”Nanti di Muktamar Ke-48 Muhammadiyah akan lahir risalah Islam Berkemajuan sebagai kelanjutan dari pernyataan pikiran Muhammadiyah Abad Ke-2,” ujarnya.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Raja Juli Antoni
Gerakan sosial konkret
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Raja Juli Antoni mengatakan, Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang melakukan gerakan sosial konkret di tengah masyarakat. Seolah-olah Muhammadiyah kurang nasionalis, padahal sejak awal bangsa Indonesia terbentuk ada peran yang dimainkan Muhammadiyah.
Muhammadiyah merupakan persyarikatan yang melakukan gerakan sosial konkret di tengah masyarakat. Seolah-olah Muhammadiyah kurang nasionalis, padahal sejak awal bangsa Indonesia terbentuk ada peran yang dimainkan Muhammadiyah.
Namun, ada kecenderungan generasi muda Muhammadiyah minder sehingga lebih melirik ke organisasi lain untuk dijadikan model. Krisis ketidakpercayaan diri itu dimulai ketika datang arus Islam baru yang menjajakan tipologi Islam yang meriah dan responsif, tetapi sebenarnya hanya artifisial belaka. ”Padahal, yang dibawa Muhammadiyah adalah Islam substantif, dalam pengertian berujung pada transformasi sosial,” katanya.
Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini mengatakan, Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah tidak hanya berkutat pada ibadah, tetapi menjalankan hubungan baik dengan Allah dan sesama manusia secara bersamaan. Bahkan tidak membedakan agama dan golongan karena ingin menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kader Nasyiatul Aisyiyah pun harus memberi contoh bahwa perempuan bisa berperan dalam meredakan konflik. Nilai kemanusiaan dan pendekatan moderasi perlu diketengahkan daripada mengutamakan kepentingan pribadi ataupun kelompok. Selanjutnya, persoalan lingkungan pun menjadi perhatian Nasyiatul Aisyiyah. Masalah seperti kehutanan, pertanian, dan pemanasan global sering kali menyisakan korban perempuan dan anak-anak.
”Kami mengajak seluruh kader Nasyiatul Aisyiyah agar siap berjejaring, bekerja sama dengan siapa pun dalam isu yang sama, walaupun mungkin mereka lintas organisasi, lintas agama, dan lintas golongan,” ujar Diyah.