Mardani Maming Bakal Dijemput Paksa, KPK Diminta Hormati Praperadilan
Kuasa hukum Mardani H Maming meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap tersangka suap izin usaha pertambangan itu karena proses praperadilan masih berlangsung di PN Jakarta Selatan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk menunda pemeriksaan terhadap Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2018, Mardani H Maming, yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan. Sebab, saat ini proses praperadilan masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. KPK diharapkan menunggu putusan sidang praperadilan sebelum memutuskan menjemput paksa tersangka.
Kuasa hukum Mardani, Denny Indrayana, Jumat (22/7/2022), mengatakan, tim kuasa hukum sudah mengirimkan surat permintaan penundaan pemeriksaan terhadap tersangka kepada KPK. Permintaan itu diajukan karena saat ini masih ada proses praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
”Kami tim kuasa hukum yang ditunjuk oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) meminta agar proses praperadilan ini kita hormati bersama-sama. Dan, waktunya pun sebenarnya tidak panjang untuk menunggu sesuai hukum acara praperadilan itu akan diputus dalam waktu tujuh hari. Artinya, sejak dimulai Selasa lalu akan ada putusan pada Rabu minggu depan,” kata Denny.
Denny Indrayana
Mardani disangka telah menerima suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Menurut KPK, total suap yang diterima mencapai Rp 104,3 miliar.
KPK sudah dua kali memanggil Mardani untuk dimintai keterangan, tetapi Bendahara Umum PBNU itu selalu mangkir. Karena itulah, KPK berniat untuk menjemput paksa Mardani. Sebab, menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), setelah dua kali tersangka dipanggil untuk pemeriksaan dan tidak hadir, KPK punya kewenangan menghadirkan secara paksa tersangka.
Mardani yang keberatan dengan penetapan tersangka itu kemudian mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Sidang praperadilan sedang berjalan sejak hari Selasa lalu hingga Jumat ini. Jika merujuk ketentuan dalam KUHAP, gugatan praperadilan itu akan diputus pada Rabu pekan depan.
Kami tim kuasa hukum yang ditunjuk oleh PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) meminta agar proses praperadilan ini kita hormati bersama-sama.
Oleh karena itu, tim kuasa hukum Mardani meminta KPK menghormati dengan menunggu proses praperadilan yang sedang berlangsung. KPK dapat mengambil langkah selanjutnya setelah ada putusan praperadilan. Sebab, jika majelis hakim PN Jakarta Selatan menggugurkan penetapan tersangka terhadap Mardani, KPK tidak bisa lagi memanggil atau memeriksa politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut.
Sementara untuk diketahui, hari keempat sidang praperadilan pada hari Jumat ini digelar dengan agenda pembuktian dari KPK. Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengungkapkan, Tim Biro Hukum KPK membawa sekitar seratus dokumen pada sidang praperadilan untuk membuktikan bahwa KPK telah memiliki bukti permulaan cukup sebelum menetapkan pemohon sebagai tersangka.
”KPK membuktikan bahwa pasal-pasal yang disangkakan tetap konsisten pada dokumen administrasi penyidikan perkara dimaksud,” kata Ali.
Secara terpisah, Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengatakan, pemanggilan paksa oleh KPK sebelum praperadilan bukan persoalan patut atau tidak patut. Sebab, ada dua pihak yang punya kewenangan. Mardani punya hak untuk mengajukan praperadilan, KPK juga punya hak untuk memanggil paksa untuk kepentingan pemeriksaan.
”Berarti di sinilah makanya semua adu strategi. Pak Mardani adu strateginya tidak datang-datang, tetapi KPK juga punya strategi, ya, untuk pemeriksaan. Bisa dipanggil paksa,” tuturnya.
Hibnu menegaskan, KPK sah untuk memanggil paksa Mardani. Apalagi, mereka memiliki dua alat bukti yang cukup. KPK juga tidak melanggar peraturan untuk melakukan pemeriksaan. Di sisi lain, Mardani juga bisa mempertahankan haknya.
Menurut Hibnu, keduanya memiliki dua kepentingan yang berbeda. Masing-masing pihak tinggal membuktikan bahwa pendapat merekalah yang paling benar. Selama ini, KPK berpikir bahwa bukti permulaan yang dikumpulkan sudah cukup sehingga segera dilakukan pemeriksaan. Di sisi lain, tim kuasa hukum Mardani melihat tidak ada perkara pidana dalam kasus ini, melainkan perdata.
”Ini, kan, suatu yang berbeda. Jadi, sudut pandang yang berbeda. Antara KPK dan kuasa hukum Mardani. Dan, itu tidak akan ketemu. Satu berpikir obyektif, satu subyektif,” kata Hibnu.
Menurutnya, akan lebih baik jika para pihak menunggu putusan praperadilan untuk melihat keabsahan bukti. Praperadilan bicara sah atau tidaknya upaya paksa berdasarkan bukti-bukti.
Sistem praperadilan pidana hanya memiliki kewenangan tujuh hari untuk memutuskan. Pemeriksaan dalam praperadilan dilakukan secara cepat untuk menolak atau menerima gugatan. Kalau menolak, berarti lanjut pada pemeriksaan di persidangan.
”Ini kalau kita bicara suatu proses sistem peradilan pidana memang lebih baik, ya, memang menunggu sebentar, tetapi juga tidak salah KPK memaksakan,” kata Hibnu.