Atur Tegas Mekanisme Demokratis Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah
Peraturan pelaksana berupa peraturan pemerintah akan memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada penjabat kepala daerah yang dipilih.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri harus memastikan mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah yang demokratis diatur peraturan pemerintah sesuai dengan perintah Ombudsman Republik Indonesia. Meskipun kebijakan penunjukan penjabat sebelumnya sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, tindakan koreksi dari Ombudsman mesti turut dijadikan pertimbangan dalam pembentukan aturan pelaksana Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan, aturan pelaksana pengangkatan penjabat kepala daerah dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) akan memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada penjabat kepala daerah yang dipilih. Sebab, secara hierarki perundang-undangan, PP berada langsung di bawah UU dan merupakan aturan turunan langsung dari UU. Sementara peraturan Mendagri yang mengatur hal-hal lebih teknis tidak masuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan seperti tentuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
”Kalaupun PP mau diturunkan lagi, bisa melalui pembentukan permendagri,” ujarnya di Jakarta, Kamis (21/7/2022).
Sebelumnya, Ombudsman RI meminta Kemendagri melakukan tindakan korektif dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Salah satunya ialah menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah terkait dengan proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah.
Arya menuturkan, PP memiliki posisi penting dalam penunjukan penjabat kepala daerah selama dua tahun mendatang. Sebab, kewenangan mereka sangat kuat, hampir sama dengan kepala daerah definitif yang dipilih secara demokratis melalui pemilihan kepala daerah langsung.
Peraturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) akan memberikan legitimasi yang lebih kuat kepada penjabat kepala daerah yang dipilih.
Oleh sebab itu, amanat di Pasal 18 Ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dipilih secara demorkatis mesti diakomodasi dalam PP tersebut. Mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah yang kewenangannya selama ini hanya berada di eksekutif sebaiknya turut melibatkan pihak eksternal, seperti dewan perwakilan rakyat daerah, untuk memastikan mekanismenya berlangsung secara demokratis.
Landasan hukum yang kuat dan bisa memastikan mekanisme yang demokratis amat diperlukan untuk mencegah munculnya penolakan di tingkat lokal. Birokrat, masyarakat sipil, dan dunia usaha perlu diberikan keyakinan atas keberadaan penjabat kepala daerah agar jalannya pemerintahan. ”Prosedur penunjukannya harus demokratis sesuai dengan UUD 1945, apalagi mereka akan menjabat dalam waktu yang lama,” ujar Arya.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa mengatakan, Kemendagri dalam menunjuk penjabat kepala daerah pasti memiliki dasar hukum yang kuat. Menurut dia, tak mungkin Kemendagri melakukan sesuatu di luar aturan hukum yang berlaku. Begitu pula pembuatan Permendagri yang kini masih diselesaikan karena dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi tidak menyebut bentuknya secara eksplisit.
Namun, ia mengingatkan, Kemendagri mesti mempelajari perintah berupa tindakan koreksi dari ORI. Hal ini untuk memastikan semua tindakan Kemendagri telah sesuai dengan aturan yang berlaku. ”Tindakan ini sebagai bentuk saling menghormati kebijakan dari setiap lembaga negara,” kata Saan.