Perbaiki Parameter Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi menyatakan, setelah temuan tiga bentuk malaadministrasi pengangkatan penjabat kepala daerah, pemerintah diminta segera siapkan aturan teknis sebagaimana koreksinya.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah temuan tiga bentuk malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah oleh Ombudsman RI, Kontras meminta agar pemerintah segera menyiapkan aturan teknis penunjukan kepala daerah. Aturan teknis itu penting untuk menentukan parameter yang jelas siapa sosok yang akan diusulkan menjadi penjabat. Selain itu, mereka juga meminta agar pemerintah membuka transparansi calon penjabat sejak awal seleksi.
Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi, Rabu (20/7/2022), mengatakan, temuan ORI tentang malaadministrasi penunjukan penjabat kepala daerah menunjukkan bahwa memang ada proses yang bermasalah secara administrasi dan hukum di dalamnya. Sebagai salah satu pelapor, Kontras berharap Menteri Dalam Negeri memperbaiki penunjukan penjabat kepala daerah pada gelombang ke depan. Selain itu, Kontras juga mendesak kepada kepala pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi Mendagri Tito Karnavian atas langkah malaadministrasi yang dilakukan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
”Kami mendesak kepada Mendagri untuk patuh terhadap rekomendasi yang disampaikan oleh ORI. Ada waktu 30 hari untuk mengoreksi tindakan yang sebelumnya sudah dilakukan. Kami juga meminta kepada DPR untuk memanggil Mendagri sebagai mekanisme pertanggungjawaban atas pengangkatan penjabat kepala daerah yang sudah terjadi dan selanjutnya,” kata Andi.
Lebih lanjut, Kontras juga mendorong agar Mendagri mengevaluasi mekanisme penunjukan kepala daerah sesuai dengan hasil rekomendasi ORI. Kontras berharap penunjukan dilakukan secara terbuka dengan melibatkan proses partisipasi publik bermakna yang substansial.
”Mendagri juga harus segera menyiapkan naskah usulan pembentukan peraturan pemerintah (PP) terkait pengangkatan, kewenangan, evaluasi, kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah,” kata Andi.
”Kami mendesak kepada Mendagri untuk patuh terhadap rekomendasi yang disampaikan oleh ORI. Ada waktu 30 hari untuk mengoreksi tindakan yang sebelumnya sudah dilakukan.”
Permendagri tak cukup
Andi berpandangan, format payung hukum aturan teknis penunjukan kepala daerah tidak cukup hanya Permendagri. Seharusnya, aturan teknis itu dalam bentuk PP sebagai format turunan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pilkada. Sesuai aturan, peraturan turunan UU adalah PP. Rumusan peraturan harus disusun secara hierarkis dan harmonis supaya lebih berlegitimasi.
Terkait aspek transparansi publik, menurut Andi, juga masih banyak yang perlu ditingkatkan. Meskipun sudah melibatkan DPRD, sejak awal, nama-nama usulan dari DPRD, Kementerian Dalam Negeri, dan Presiden untuk penjabat gubernur maupun DPRD, Gubernur, dan Kemendagri untuk penjabat bupati dan wali kota perlu dibuka nama-namanya sejak awal. Ini agar tidak ada ruang abu-abu yang dapat membuka ruang persoalan dalam penunjukan penjabat kepala daerah.
”Jangan lagi melampaui prinsip sistem merit. Contohnya dalam kasus penjabat gubernur Aceh yang ditunjuk dari latar belakang militer. Padahal, orang Aceh memiliki trauma mendalam terhadap militer karena dulu wilayah mereka adalah daerah konflik.”
Parameter sosok yang diusulkan juga harus jelas. Harus ada indikator yang terukur mengenai sosok calon penjabat yang diusulkan. Sebab, pemimpin atau kepala daerah harus ditunjuk berdasarkan pada prinsip sistem merit. Latar belakang kepemimpinan sipil dan reformasi birokrasi harus diukur dengan jelas. Jangan sampai Kemendagri melakukan kesalahan yang sama, yaitu menunjuk orang yang tak punya pengalaman dalam bidang kepemimpinan sipil.
”Jangan lagi melampaui prinsip sistem merit. Contohnya dalam kasus penjabat gubernur Aceh yang ditunjuk dari latar belakang militer. Padahal, orang Aceh memiliki trauma mendalam terhadap militer karena dulu wilayah mereka adalah daerah konflik,” imbuh Andi.
Andi meminta, Kemendagri taat dan patuh terhadap rekomendasi dari ORI. Sebab, pengangkatan penjabat kepala daerah yang bermuatan politis kuat berpotensi mempertaruhkan legitimasi Pemilu 2024. Selain itu, penjabat juga akan memimpin daerah dalam jangka waktu yang lama, yaitu lebih dari 2,5 tahun.
”Draf peraturan itu sudah 90 persen selesai disusun. Namun, tak menutup kemungkinan, formatnya bisa berubah menjadi peraturan presiden (perpres) atau peraturan pemerintah (PP).”
Staf Khusus Menteri Dalam Negeri Kastorius Sinaga belum juga menjawab permintaan konfirmasi yang dilayangkannya.
Namun, pekan lalu, Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan mengatakan, aturan teknis penjabat kepala daerah telah dirancang dalam format peraturan dalam negeri (permendagri). Draf peraturan itu sudah 90 persen selesai disusun. Namun, tak menutup kemungkinan, formatnya bisa berubah menjadi peraturan presiden (perpres) atau peraturan pemerintah (PP). Hal itu sangat bergantung pada dinamika pembahasan di lintas kementerian yang sedang berlangsung.