KKB Kembali Berulah, Pemerintah Tak Akan Terpancing
Pembunuhan seorang pendulang emas di daerah Koroway, Papua, oleh KKB pada Selasa (19/7/2022) kian memperpanjang rangkaian serangan oleh KKB di Papua.
JAYAPURA, KOMPAS — Kelompok kriminal bersenjata di Papua kembali berulah. Pada Selasa (19/7/2022), kelompok itu membunuh seorang pendulang emas di daerah Koroway, Papua. Kejadian ini semakin menambah panjang rangkaian serangan KKB di Papua. Meski demikian, pemerintah menegaskan tak akan terpancing untuk bergerak melanggar hak asasi manusia dan demokrasi. Pendekatan tertib sipil tetap dikedepankan di ”Bumi Cenderawasih”.
Komandan Resor Militer 172/Praja Wira Yakthi Brigadir Jenderal Juinta Omboh Sembiring, saat ditemui di Jayapura, Rabu (20/7/2022), mengatakan, pihaknya telah menerima informasi mengenai pembunuhan terhadap seorang pendulang emas di daerah Koroway. Ia membantah korban dengan jenis kelamin seorang pria ini adalah anggota TNI.
”Mereka membunuh warga sipil di Koroway. Daerah itu berada di perbatasan Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang. Tidak ada akses jalan darat ke sana dan hanya dapat diakses dengan helikopter,” ujar Juinta.
Baca juga: KKB Serang Warga di Ibu Kota Nduga, Sembilan Orang Tewas
Ia menuturkan, lokasi tempat kerja korban di Koroway merupakan pertambangan rakyat yang dimiliki masyarakat setempat. Lokasi tersebut rawan gangguan keamanan karena tidak terdapat pos aparat keamanan TNI-Polri di sana.
”Kemungkinan para pelaku membunuh korban karena tidak menyerahkan hasil pendulangan emas yang didapatkannya. Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk menertibkan lokasi pertambangan tersebut,” ujar Juinta.
Dengan adanya kejadian ini, sepanjang 2022 setidaknya sudah 46 kali serangan KKB terjadi di Papua. Sebelum membunuh pendulang emas di Koroway, 11 orang tewas dan 2 orang lainnya terluka akibat serangan KKB pimpinan Egianus Kogoya di Kampung Nogolait, Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua, Sabtu (16/7/2022).
Terkait serangan di Nduga, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, total terdapat empat lokasi penyerangan terhadap 13 warga oleh KKB. Lokasi pertama di sebuah warung makan. Lokasi kedua pada sebuah truk di jalan Trans-Papua Kenyam-Batas Batu. Lokasi ketiga pada sebuah mobil berjarak 100 meter dari lokasi kedua. Lokasi keempat di jalan tanjakan Adu Mama II.
”Kapolres Nduga Ajun Komisaris Besar Rio Alexander Paranewen secara langsung memimpin operasi evakuasi korban di jalan tanjakan Adu Mama II. Korban termasuk 13 orang yang diserang KKB pimpinan Egianus Kogoya pada Sabtu (16/7/2022),” ucap Ahmad.
Juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka, Sebby Sambom, menegaskan, pihaknya bertanggung jawab dalam serangan terhadap 13 warga pada Sabtu pekan lalu dan seorang pendulang di Koroway pada Selasa kemarin. Ia pun menuntut Pemerintah Indonesia segera membuka dialog untuk penentuan masa depan Papua agar tidak ada lagi warga sipil yang menjadi korban.
"Siapa pun warga sipil, baik pendatang maupun orang asli Papua yang mencurigakan, akan menjadi target kami. Pemerintah Indonesia harus mendengarkan tuntutan kami untuk memberikan referendum bagi bangsa Papua,” kata Sebby.
Tak bisa ditoleransi
Dalam diskusi bertajuk ”KKB Papua Kembali Berulah, Di Mana Kehadiran Negara?” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Akbarshah Fikarno, melihat insiden serangan oleh KKB yang berulang kali ini menunjukkan suatu kekejaman yang tidak bisa ditoleransi lagi. Sebab, mereka kini telah secara membabi buta membunuh, tidak hanya terhadap anggota TNI-Polri, tetapi juga masyarakat sipil dan tokoh agama.
Ia meminta kepada pemerintah untuk proaktif mengejar pelaku kejahatan tersebut. Penegakan hukum harus tegas terhadap mereka yang membunuh, juga terhadap mereka yang mendukung kegiatan tersebut, baik secara logistik, dana, maupun intelijen. ”Itu harus diusut sampai akhir,” ucapnya.
Dave menduga, aksi KKB masih bisa berjalan terus karena kesejahteraan masyarakat Papua belum merata. Sebagian besar kegiatan ekonomi di Papua juga bukan dikerjakan oleh orang asli Papua, melainkan para pendatang. Hal ini tentu selalu menyebabkan ketimpangan, juga kecemburuan. Akibatnya, terjadi keputusasaan yang akhirnya mendorong kegiatan kriminalitas tersebut.
Ia berharap upaya pemerintah memekarkan Papua dapat semakin meratakan pembangunan, mempercepat proses pembangunan, serta mempermudah masyarakat di sana. Namun, ia mengingatkan, pendekatan ekonomi saja tidaklah cukup. Pendekatan kultural dan agama juga menjadi hal penting di Papua.
”Penting didukung agar pemerataan pembangunan, pemerataan akses pendidikan, juga terus berjalan secara berkesinambungan,” tutur Dave.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani, sependapat dengan Dave. Selain melakukan pendekatan penegakan hukum, TNI-Polri juga perlu mengintensifkan operasi pendekatan non-keamanan. Aparat keamanan harus mampu merangkul masyarakat secara masif. Hal ini sebenarnya telah dilakukan oleh satuan tugas (satgas) yang dibentuk TNI-Polri, yakni Satgas Nemangkawi.
Namun, ia mendapat kabar bahwa telah terjadi tumpang tindih di satgas tersebut. Alhasil, kerja mereka kurang terkoordinasi dengan baik. Untuk itu, ia meminta kepada pemerintah agar mampu mendudukkan hal tersebut sehingga ke depan operasi pendekatan non-keamanan lewat Satgas Nemangkawi ini bisa berjalan semakin efektif.
Arsul menilai, pendekatan penegakan hukum yang berjalan selama ini sudah tepat. Justru jika pendekatan itu diubah menjadi pendekatan militer atau perang, ia khawatir akan menimbulkan masalah baru di Papua.
”Ketika pendekatannya itu pendekatan perang atau pendekatan militer, itu pasti isu separatisme Papua atau pemisahaan Papua dari NKRI malah justru menguat,” ujar Arsul.
Meski demikian, menurut Arsul, Polri tidak bisa sendiri dalam melakukan proses penegakan hukum di Papua. Menurut dia, diperlukan juga bantuan sepenuhnya dari TNI. Apalagi, ia melihat, eskalasi konflik di sana semakin meningkat dan kekuatan yang dihadapi seperti militer atau semimiliter.
”Namun, kerangkanya adalah operasi militer selain perang, bukan operasi militer dalam rangka perang,” kata Arsul.
Tidak mau terpancing
Dihubungi secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut kewaspadaan akan ditingkatkan di Papua. Namun, pemerintah tak mau terpancing untuk bergerak melanggar hak asasi manusia dan demokrasi.
Mahfud menyampaikan, pasca-serangan brutal KKB yang menewaskan 11 warga sipil di Nduga, pemerintah tetap menggunakan pendekatan keamanan tertib sipil. Pemerintah akan waspada, tetapi tetap berhati-hati. Sebab, menurut dia, terkait dengan isu Papua selalu ada bias opini yang dikembangkan oleh kelompok tertentu. Misalnya, opini bahwa di Papua terjadi pelanggaran HAM oleh aparat yang kemudian menjadi sorotan dunia internasional.
Baca juga: Jalan Menuju Damai Papua
”Apabila opini ini yang dikembangkan, itu adalah hoaks karena faktanya KKB yang membunuhi warga sipil dengan keji,” tutur Mahfud.
Terkait dengan eskalasi konflik yang dianggap sebagai dampak pemekaran tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua, Mahfud menjelaskan, di luar kelompok yang menolak pemekaran, seperti Organisasi Papua Merdeka dan KKB, sebenarnya masih banyak warga Papua yang mendukung.
”Kalau menunggu semua orang setuju atas suatu rencana kebijakan, maka tidak akan pernah ada kebijakan. Di dalam negara demokrasi biasa ada yang setuju atau tidak setuju,” kata Mahfud.