Pilot Pesawat Tempur T50i Gugur, TNI AU Selidiki Penyebab Kecelakaan
Gugurnya awak pesawat T-50i Golden Eagle TT-5009 yang jatuh di Desa Nginggil, Kradenan, Blora, Jawa Tengah, menyisakan duka mendalam. Tidak saja bagi keluarga, duka juga dirasakan seluruh jajaran TNI AU.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA, NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pilot pesawat tempur latih T50i Golden Eagle TNI Angkatan Udara yang jatuh di wilayah Blora, Jawa Tengah, Letnan Satu Penerbang Allan Safitra Indra Wahyudi, dilaporkan gugur dalam tugas. Untuk menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat supersonik buatan Amerika Serikat-Korea Selatan itu, TNI AU telah membentuk tim Panitia Penyelidikan Kecelakaan Pesawat Udara atau PPKPU.
Pesawat jet tempur latih T50i Golden Eagle TNI AU jatuh di Nginggil, Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah, Senin (18/7/2022) malam. Pesawat hilang kontak sekitar satu jam setelah mengudara dari Pangkalan TNI AU Iswahjudi, Madiun, Jawa Timur.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma Indan Gilang Buldansyah melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (19/7/2022), mengatakan, pilot yang menerbangkan pesawat itu gugur. Pilot tersebut ialah Lettu Pnb Allan Safitra Indra Wahyudi, perwira penerbang lulusan Akademi AU tahun 2015 dan Sekolah Penerbang TNI AU tahun 2017. Kepergiannya meninggalkan seorang istri yang baru dinikahi pada 2021 lalu.
”Gugurnya awak pesawat T-50i Golden Eagle TT-5009 yang jatuh di Desa Nginggil, Kradenan, Blora, Jawa Tengah, pada Senin malam menyisakan duka mendalam. Tidak saja bagi keluarga, duka juga dirasakan seluruh jajaran TNI AU khususnya dan TNI serta masyarakat Indonesia pada umumnya,” ujar Indan.
Pesawat TT-5009 yang diterbangkan Allan melakukan kontak radio terakhir pada 19.07 dan akhirnya dilaporkan jatuh. Puing reruntuhan pesawat dilaporkan aparat kewilayahan berada di Desa Nginggil.
Indan menjelaskan, Senin malam, tim dari Lanud Iswahjudi telah diberangkatkan ke lokasi jatuhnya pesawat. Hingga Selasa pagi, tim masih melakukan evakuasi dan pengamanan lokasi. ”Saat ini, TNI AU juga telah membentuk tim PPKPU untuk menyelidiki sebab-sebab jatuhnya pesawat terbang,” katanya.
TNI AU mengucapkan terima kasih atas peran serta aparat kewilayahan dan masyarakat dalam proses evakuasi dan pengamanan di lokasi kejadian. TNI AU berharap masyarakat yang menemukan bagian pesawat untuk melapor kepada petugas.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto turut menyampaikan dukacita yang mendalam atas wafatnya Lettu Pnb Allan. Hal tersebut disampaikan oleh juru bicara Prabowo, Dahnil Simanjuntak.
”Beliau wafat sebagai kusuma bangsa. Dan kita akan terus menghidupkan api semangat prajurit-prajurit penjaga NKRI,” ujar Dahnil.
Bahan evaluasi
Pengamat isu politik pertahanan dan keamanan Khairul Fahmi melalui keterangan tertulis dari Madiun, Selasa (19/7/2022), menyampaikan rasa duka dan keprihatinan mendalam atas gugurnya Allan. Kebetulan ia sempat melihat dan mendengar gemuruh pesawat yang diterbangkan Allan setelah lepas landas dan mengudara di atas Kota Madiun pada Senin malam itu.
”Siapa mengira itu adalah gemuruh dan penerbangan terakhir bagi TT-5009 dan sang pilot muda, Letnan Satu Penerbang Allan Safitra Indra,” ujar Khairul.
Bagi TNI AU, lanjutnya, ini adalah insiden ketiga sejak pemerintah mendatangkan 16 pesawat hasil kerja sama Korea Selatan dan Amerika Serikat itu pada kurun waktu 2013 hingga 2014. Insiden pertama terjadi pada Desember 2015. Letkol Marda Sarjono dan kopilotnya, Kapten Dwi Cahyadi, gugur dalam kecelakaan itu.
Insiden kedua terjadi pada Agustus 2020. Pilotnya, Letkol Luluk Teguh Prabowo, meninggal setelah tiga pekan dirawat akibat tergelincirnya pesawat di Lanud Iswahjudi.
Setelah insiden kedua, 14 pesawat yang tersisa menjalani pemeriksaan dan perawatan untuk memastikan kelaikannya. Namun, sebuah insiden kembali terjadi pada Agustus 2021. Sebuah komponen pesawat dilaporkan jatuh pada saat terbang latih di wilayah udara Jawa Timur. Beruntung, pilot dan pesawat berhasil mendarat dengan selamat.
Kemudian, menyusul insiden yang terjadi Senin malam kemarin. Tak ayal, spekulasi berkembang mengenai penyebab kecelakaan pesawat yang sedang dalam misi latihan itu, termasuk mengenai kondisi pesawat yang baru dioperasikan sekitar sembilan tahun oleh TNI AU.
Usia bukanlah satu-satunya alasan untuk menilai kelaikan pesawat. Di luar itu, ada pula faktor lain, seperti human error dalam penerbangan atau kelalaian dalam persiapan penerbangan, problem cuaca, serta problem teknis menyangkut mekanik ataupun avionik.
Menurut Khairul, sebenarnya ada banyak faktor penyebab kecelakaan pesawat. Usia bukanlah satu-satunya alasan untuk menilai kelaikan pesawat. Di luar itu, ada pula faktor lain, seperti human error dalam penerbangan atau kelalaian dalam persiapan penerbangan, problem cuaca, serta problem teknis menyangkut mekanik ataupun avionik. Bahkan, kelalaian dalam pemeliharaan juga sangat mungkin menyebabkan kecelakaan.
”Untuk mengetahuinya secara pasti, tentu harus menunggu hasil investigasi. Meski selama ini memang kecil peluang informasinya dibuka ke publik, kita berharap pemerintah dapat menggunakan hasil investigasi itu sebagai bahan evaluasi dan pertimbangan dalam kebijakan yang menyangkut tata kelola alutsista (alat utama sistem persenjataan), baik soal pengadaan, penggunaan, pemeliharaan, maupun pengembangan kapasitas SDM (sumber daya manusia) yang terlibat dalam pengelolaannya,” tutur Khairul.
Co-founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) ini mengatakan, peremajaan alutsista tentu tetap penting dibahas. Hal ini mengingat Indonesia juga telah melakukan kesepakatan pembelian lagi pesawat sejenis dari Korea. ”Saya kira memastikan alutsista udara yang sudah dimiliki saat ini selalu dalam kondisi prima, siap terbang, dan siap tempur merupakan hal yang jauh lebih penting,” ujarnya.
Selain itu, penting pula bagi Kementerian Pertahanan dan TNI AU untuk menyiapkan postur anggaran yang proporsional untuk perawatan, pemeliharaan, dan kapasitas SDM. Hal ini guna mencegah adanya praktik-praktik yang berpotensi menghadirkan kerugian materiil dan personel dalam penggunaan dan pemeliharaan alutsista.
”Maka, yang masuk akal dilakukan kemudian adalah mengalokasikan anggaran yang memadai serta meningkatkan kedisiplinan dalam penggunaan dan pemeliharaan alutsista sehingga armada selalu dalam kondisi prima, siap siaga, dan minim risiko fatal,” pungkasnya.