Ombudsman RI: Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Sarat Malaadministrasi
Ombudsman Republik Indonesia menemukan tiga bentuk malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengucapkan selamat kepada lima penjabat gubernur seusai pelantikan di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menemukan tiga bentuk malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah yang telah dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Tak hanya respons yang lambat dalam menanggapi keberatan, Kemendagri juga dianggap telah menyalahi prosedur serta mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengangkatan penjabat kepala daerah.
”Ada tiga bentuk malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah yang sudah dilakukan Kemendagri,” kata anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers, Selasa (19/7/2022).
Sepanjang 2022-2023 akan ada 271 kepala daerah yang habis masa jabatannya. Mereka akan digantikan oleh penjabat kepala daerah sampai terpilihnya kepala daerah definitif hasil pilkada serentak tahun 2024. Saat ini setidaknya sudah enam penjabat gubernur dan lebih dari 30 penjabat bupati/wali kota yang dilantik serta mengisi kekosongan kepemimpinan definitif di daerah.
Ada tiga bentuk malaadministrasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah yang sudah dilakukan Kemendagri.
Namun, sejumlah kelompok masyarakat sipil menduga ada persoalan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah oleh Kemendagri. Karena itulah Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melaporkan dugaan malaadministasi dalam pengangkatan penjabat kepala daerah.
Atas laporan itu, Ombudsman melakukan pemeriksaan untuk menelusuri ada atau tidaknya malaadministrasi. Ombudsman kemudian meminta keterangan ke pihak Kemendagri, Polri, TNI, dan ahli. Ombudsman juga berkonsultasi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) sudah diserahkan oleh anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, kepada Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro yang disaksikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih.
Dalam hasil pemeriksaan itu dilaporkan bahwa ada tiga bentuk malaadministrasi yang dilakukan Kemendagri dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Pertama, penundaan berlarut dalam memberikan tanggapan atas permohonan informasi dan keberatan. Hingga hari ini, belum ada tanggapan yang memadai terhadap permintaan informasi dan surat keberatan dari lembaga yang melapor.
DOKUMENTASI OMBUDSMAN
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng (kiri), menyerahkan laporan akhir hasil pemeriksaan dugaan malaadministrasi dalam proses pengangkatan penjabat kepala daerah kepada Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro (kanan) yang disaksikan Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih.
Kedua, penyimpangan prosedur dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. ”Misalnya, pengangkatan yang berasal dari unsur TNI aktif,” kata Robert.
Ketiga, lanjut Robert, mengabaikan kewajiban hukum terhadap putusan MK yang menetapkan perlu adanya peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah. Padahal, putusan MK merupakan produk hukum yang juga harus dipatuhi.
Atas ketiga bentuk malaadministrasi tersebut, Ombudsman meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melakukan tindakan koreksi. Mendagri diminta segera menindaklanjuti dengan membalas surat pengaduan dan substansi keberatan dari pihak pelapor.
Mendagri juga diminta memperbaiki proses pengangkatan penjabat kepala daerah dari unsur TNI aktif. Sebab, idealnya mereka yang akan mengisi posisi penjabat kepala daerah sudah tidak lagi aktif sebagai prajurit TNI. Kalaupun harus diambil dari unsur prajurit aktif, maka harus ada tata cara yang pasti, diketahui publik, dan status keanggotaan TNI harus segera dinonaktifkan.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Masyarakat sipil yang terdiri dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Indonesia Corruption Watch (ICW), serta Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengadukan dugaan malaadministrasi dalam proses penentuan penjabat kepala daerah oleh Kementerian Dalam Negeri ke Ombudsman RI di Jakarta, Jumat (3/6/2022).
Hal yang tak kalah penting adalah membetuk peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah. ”Mendagri perlu segera menyiapkan naskah usulan pembentukan PP (peraturan pemerintah) terkait proses pengangkatan, lingkup kewenangan, evaluasi kinerja, hingga pemberhentian penjabat kepala daerah,” ucap Robert.
Ia menjelaskan, putusan MK menjadi momentum pemerintah untuk menata regulasi. Karena itu, regulasi yang diminta Ombudsman bukan sebatas peraturan Mendagri. Sesuai dengan mandat Pasal 86 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, segala hal terkait peraturan lebih lanjut dikeluarkan dalam peraturan pemerintah. Ombudsman memberikan waktu kepada Mendagri untuk melaksanakan tindakan korektif dalam waktu 30 hari sejak diterimanya LAHP.
Mendesak
Dihubungi secara terpisah, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri Djohermansyah Djohan menyampaikan, saat ini paling mendesak dilakukan Kemendagri adalah membuat peraturan teknis untuk pengangkatan penjabat kepala daerah ke depan agar jangan terjadi malaadministrasi lagi. Peraturan tersebut bisa menjadi dasar pengangkatan penjabat kepala daerah dalam pengisian kekosongan jabatan kepala daerah.
Ia menegaskan, substansi muatan aturan tersebut harus sesuai dengan prinsip yang diminta MK, yakni transparan dan akuntabel serta memenuhi aspek partisipasi bermakna dan memperhatikan prinsip demokrasi.
KOMPAS/NIKOLAUS HARBOWO
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan.
”Muatan PP itu kita detailkan, misalnya materinya kelibatan partisipasi masyarakat. Salah satu kuncinya adalah pelibatan lembaga DPRD sebagai lembaga representatif masyarakat. Itu wadah masyarakat menyampaikan partisipasi. Itu peluang terlibat dalam proses pengusulan para penjabat sesuai persyaratan yang digariskan dalam PP,” kata Djohermansyah. Di dalam aturan tersebut, lanjut Djohermansyah, juga harus diperjelas masa jabatan penjabat kepala daerah.
Adapun dengan penjabat kepala daerah yang sudah diangkat, menurut Djohermansyah, tetap bisa melanjutkan pekerjaannya, tetapi perlu dievaluasi. Mereka tetap bisa menjalankan tugas dan kewajibannya berdasarkan ketentuan teknis yang akan dibuat. Sementara saat dimintai tanggapan, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, masih akan mengecek laporan dari Ombudsman.