Ikhtiar Keempat Prabowo Subianto
Penantian pengurus dan kader Partai Gerindra akhirnya terjawab. Prabowo Subianto memenuhi harapan mereka untuk maju di Pilpres 2024. Namun, akankah kontestasi keempat Prabowo di ajang pilpres ini akan berhasil?
Suasana rapat terbatas pengurus inti Gerindra yang dipimpin Prabowo Subianto, di kediaman Prabowo, di Jakarta, pertengahan Juli silam, mendadak larut dalam kegembiraan. Prabowo akhirnya memenuhi desakan dari kader Gerindra di pusat dan daerah agar ia maju sebagai capres di Pemilu Presiden 2024.
Sudah sejak tahun lalu, pengurus Gerindra di daerah secara bergelombang menyuarakan desakan itu. Namun, Prabowo yang sudah tiga kali mengikuti ajang pilpres sejak 2009 (dua kali menjadi capres dan sekali cawapres) tak kunjung menjawabnya.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Lalu, dalam rapat terbatas, kami sampaikan bahwa pengurus akan menggelar rapimnas (rapat pimpinan nasional) karena daerah menunggu (jawaban Prabowo). Kami bilang acara rapimnas akan dirancang seperti apa, itu tergantung dari jawaban Pak Prabowo. Kalau Pak Prabowo menyatakan bersedia, ya, kami harus buat besar-besaran,” tutur Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menceritakan isi pertemuan tersebut, dalam wawancara dengan Kompas, akhir Juli lalu.
Prabowo lantas menjawab, ”Ya, kita akan ikhtiar.” Sontak jawaban itu membuat Dasco beserta Sekjen Gerindra Ahmad Muzani dan sejumlah pengurus inti Gerindra yang hadir dalam rapat semringah. Kata ”ikhtiar” menandakan bahwa Prabowo bersedia maju kembali dicalonkan Gerindra sebagai capres untuk Pilpres 2024 atau selaras dengan harapan pengurus dan kader Gerindra.
Baca Juga: Sufmi Dasco: Prabowo Sudah Bersedia Menjadi Capres 2024
Kesediaan Prabowo untuk maju kembali itu, lantas disampaikannya di hadapan sekitar 8.000 pengurus dan kader Gerindra saat Rapimnas Gerindra, Jumat (12/8/2022). Tepuk tangan bergemuruh tak pelak menyambut jawaban yang dinanti-nanti pengurus dan kader Gerindra tersebut. Namanya pun tak henti-hentinya dielu-elukan hingga Prabowo turun dari podium.
Sudah lama tersirat
Meski desakan agar Prabowo maju di Pilpres 2024 muncul dari kader dan pengurus Gerindra di daerah, intensi Prabowo untuk maju kembali di pilpres setidaknya sudah terlihat sejak tiga bulan lalu.
Selepas Lebaran 2022, misalnya, Prabowo terlihat gencar ”bersafari” menemui sejumlah elite politik negeri ini. Diawali pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, kemudian berlanjut menyambangi kediaman Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Tak berhenti di situ, Menteri Pertahanan ini memanfaatkan momentum libur Lebaran sekaligus suasana silaturahmi Lebaran untuk menyambangi sejumlah pondok pesantren (ponpes) Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Baca Juga: Rakyat Berembuk Cari Capres, Parpol Pun Menuai Hasil
Selain sowan ke para kiai, Prabowo dalam safari politiknya di Jawa Timur menyempatkan waktu untuk menemui Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang namanya juga kerap muncul di sejumlah survei figur potensial capres 2024.
Pasca-Lebaran, safari politik Prabowo tak berhenti. Saat Kongres Fatayat NU digelar, di Palembang, pertengahan Juli lalu, Prabowo terlihat hadir, bahkan membuka acara tertinggi organisasi pemudi nahdliyin itu.
Sekalipun diundang dalam acara tersebut dalam kapasitas sebagai Menteri Pertahanan, Wakil Ketua Umum Gerindra Irfan Yusuf Hasyim tidak menyangkal bahwa kehadiran Prabowo di Kongres Fatayat NU merupakan kelanjutan dari safari politik terhadap komunitas nahdliyin yang dilakukan sejak libur Lebaran lalu.
Cucu pendiri NU KH Hasyim Asyari itu mengungkapkan, kedekatan Prabowo dengan tokoh-tokoh NU sudah terbangun lama. Akan tetapi, komunikasi di antara kedua pihak tidak terbangun intens karena kesibukan Prabowo di Kementerian Pertahanan.
Selain itu, tak dipungkirinya, NU dipandang sebagai salah satu kelompok strategis yang penting untuk didekati guna meraih simpati dan dukungan dalam mengarungi Pemilu 2024. ”Komunitas nahdliyin adalah komunitas terbesar di republik ini sehingga beliau punya kepentingan untuk lebih intens berkomunikasi dengan teman-teman di nahdliyin,” kata Irfan.
Langkah Prabowo mendekati nahdliyin lantas berlanjut dengan upaya Prabowo beserta jajaran pengurusnya mencari partai politik (parpol) mitra koalisi untuk pencalonan presiden-wapres di 2024. Ini penting karena raihan suara ataupun kursi Gerindra di Pemilu 2019 tak mencukupi ambang batas pencalonan presiden-wapres.
Prabowo, misalnya, sempat terlihat menemui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh di Nasdem Tower, Jakarta, 1 Juni lalu. Kemudian, di kediaman Prabowo, di Jakarta, Prabowo menemui Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, 18 Juni, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pada 24 Juni.
Namun, dari sejumlah pertemuan itu, baru PKB yang menunjukkan ketertarikan berkoalisi dengan Gerindra. Dalam Rapimnas Gerindra, Sabtu (13/8), kedua partai pun mendeklarasikan kesepakatan untuk berkoalisi.
Baca Juga: Koalisi Dini, Ikhtiar Parpol Lepas dari Bayang-bayang Figur Capres
Inovasi politik
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes melihat serangkaian langkah Prabowo selepas Lebaran lalu sebenarnya telah menyiratkan intensi Prabowo untuk maju di Pilpres 2024. Namun, sebelum intensi yang tersirat itu disampaikan secara terbuka kepada Gerindra dan publik, Prabowo menyadari bahwa Pilpres 2024 tidak bisa ia lewati dengan mudah.
Ada kompetisi politik yang ketat dengan munculnya sejumlah tokoh potensial yang saat ini elektabilitasnya bersaing dengan Prabowo, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Oleh karena itu, Prabowo perlu mencari inovasi politik sejak jauh-jauh hari.
”Inovasi politik itu baik dari sisi pendekatan ke organisasi kemasyarakatan, seperti NU, maupun menggeser fokus wilayah kampanye dari Jawa Barat ke Jawa Timur,” kata Arya.
Dalam Pemilu 2019, kelompok Islam moderat seperti NU bukanlah basis massa pendukung Prabowo dan Gerindra. Raihan suara Prabowo dengan pasangannya di Jawa Timur dalam dua pemilu terakhir juga selalu kalah dari kompetitornya. Adapun pada Pemilu Legislatif 2014 dan 2019, raihan suara Gerindra di Jatim stagnan di angka 2,4 juta suara atau di bawah PKB dan PDI-P. PKB pun hingga saat ini masih dianggap sebagai representasi politik kelompok nahdliyin.
Selain soal perhitungan suara, menurut Arya, Prabowo dan Gerindra juga berkepentingan untuk mengamankan tiket pencapresan. Sebab, saat ini koalisi parpol sudah mengerucut.
Misalnya, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional yang sudah bergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu. Kemudian, Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera yang kian intens berkomunikasi. Adapun PDI-P bisa mengusung capres dan cawapres sendiri karena telah memenuhi ambang batas pencalonan presiden.
”Oleh karena itu, pilihan mendekatkan diri dengan PKB dan NU dilakukan oleh Prabowo secara bersamaan,” ujar Arya.
Baca Juga: Mengejar Pemilih di Luar Basis Tradisional Parpol
Tantangan Prabowo
Adapun terkait sikap Gerindra yang memajukan kembali Prabowo, pengajar ilmu politik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, tidak heran. Pasalnya, sejak partai itu dibentuk pada 2008, belum ada tokoh lain yang berperan signifikan bagi partai berlambang kepala garuda itu. ”Prabowo adalah hidup dan matinya Gerindra,” ujarnya.
Berdasarkan survei berbagai lembaga, terlihat bahwa mayoritas suara Gerindra berasal dari pemilih Prabowo. Tanpa sosok sang pendiri, belum tentu partai itu bisa meraup suara yang signifikan pada pemilu selanjutnya.
Meski demikian, dalam kontes Pilpres 2024, Adi melihat kans kemenangan Prabowo tak sekuat pemilu sebelumnya, apalagi jika nantinya dia harus berhadapan dengan sosok seperti Ganjar atau Anies. Dalam survei sejumlah lembaga, tingkat elektabilitas Prabowo, Ganjar, dan Anies memang konsisten ada di papan atas sebagai tiga besar. Namun, dari tiga nama itu, hanya elektabilitas Prabowo yang tidak menunjukkan tren kenaikan.
Keikutsertaan Prabowo dalam tiga pilpres terakhir juga berpotensi membuat publik jenuh. Sementara tokoh potensial capres lainnya memiliki daya tarik tersendiri yang seolah memberikan warna baru yang bisa dipilih oleh masyarakat.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu menambahkan, dalam beberapa simulasi survei yang dilakukan lembaganya, Prabowo yang dipasangkan dengan Muhaimin juga masih kalah dibandingkan dengan pasangan lain. Misalnya, Ganjar-Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Ganjar-Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), dan Anies-Agus Harimurti Yudhoyono (Ketua Umum Partai Demokrat).
Baca Juga: Tuah Elektoral Partai Oposisi
”Prabowo mesti berhitung ulang. Kalau ingin maju di 2024, ia butuh sosok yang bisa meningkatkan elektabilitasnya,” ujar Adi.
Selain itu, ia memprediksi, jalan Prabowo menuju kursi RI 1 juga masih akan terganjal oleh isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang diduga melibatkan dirinya saat masih menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad). Hingga saat ini belum ada kejelasan penyelesaian kasus dugaan penculikan aktivis 1998 yang menyeret nama Prabowo.
”Persoalan itu masih akan selalu dikaitkan oleh masyarakat karena tidak pernah clear,” ujarnya.