Setiap parpol anggota Koalisi Indonesia Bersatu punya bakal capres sendiri. Soliditas ketiga parpol koalisi itu pun akan sangat bergantung pada siapa capres-cawapres yang nantinya akan diusung.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penentuan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan didukung oleh Koalisi Indonesia Bersatu akan menjadi ujian soliditas koalisi yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan tersebut. Mitigasi dalam memilih mekanisme penentuan capres-cawapres mutlak diperlukan agar koalisi tidak layu sebelum berkembang.
Mitigasi semakin urgen diperlukan karena beberapa partai politik (parpol) di Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) telah memunculkan beberapa nama tokoh yang akan didukung sebagai calon presiden. Setelah Partai Golkar menetapkan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai capres, internal Partai Amanat Nasional juga telah memunculkan tiga nama capres usulan dari daerah. Ketiganya adalah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Bendahara Umum PAN Totok Daryanto menegaskan, tidak ada relevansi antara nama-nama capres yang mencuat pada Rapat Kerja Daerah (Rakerda) PAN, termasuk absennya nama Airlangga, dengan komitmen tiga ketua umum parpol di KIB. Sebab PAN tetap harus mendengar dan melihat suara dari internal sebagai salah satu sumber pertimbangan dalam mengajukan capres-cawapres.
”Nanti dalam perkembangannya akan ada banyak pertimbangan dan kepentingan yang ujungnya menentukan siapa yang akan didukung,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ”Peta Koalisi Pasca Kelahiran KIB” yang diselenggarakan Lembaga Komunikasi dan Informasi Partai Golkar di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Turut hadir menjadi pembicara Ketua DPD Golkar Nusa Tenggara Timur Melkiades Laka Lena, Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes, dan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin.
Dalam menentukan capres-cawapres, lanjut Totok, dibutuhkan sejumlah persayaratan serta informasi untuk menentukan pilihan yang terbaik dan rasional. Jika pilihan akhir berbeda dengan usul internal, PAN akan menjelaskan pertimbangan tersebut sehingga seluruh kader dan pengurus bisa memahami keputusan yang diambil partai.
Selain usulan internal, PAN juga tidak akan mengabaikan hasil survei. Sebab survei menjadi gambaran kehendak rakyat sehingga jika pilihannya bertentangan, konsekuensinya akan ditinggalkan pemilih. ”Kepentingan parpol sangat penting, tetapi kepentingan bangsa dan negara harus ada di atasnya,” ujarnya.
Siapa tokoh yang akan diusung menjadi capres-cawapres akan menentukan soliditas KIB.
Melkiades mengatakan, setiap parpol di KIB memiliki mekanisme internal dalam menetapkan bakal capres-cawapres. Golkar, misalnya, hingga saat ini tetap mengusulkan Ketua Umum Airlangga sebagai capres. Namun penentuan akhir capres-cawapres yang akan didukung KIB tetap mengikuti mekanisme yang disepakati bersama. Masih ada waktu yang cukup memadai sebelum pendaftaran peserta pilpres, sehingga penentuan capres-cawapres bisa dilakukan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
”Akan ada tim yang merumuskan mekanisme dalam membicarakan capres-cawapres dari KIB,” ujarnya.
Selain elektabilitas, menurut Melkiades, perlu pula menghadirkan diskursus tentang kapasitas capres dalam menghadapi berbagai tantangan bangsa. Karena itu, penting untuk memberikan ruang adu gagasan dan pemikiran di ruang publik agar pembahasan tentang capres tak terbatas pada nama.
Arya mengatakan, siapa tokoh yang akan diusung menjadi capres-cawapres akan menentukan soliditas KIB. Sebab setiap parpol memiliki nama bakal kandidat serta kepentingan masing-masing dalam memilih capres-cawapres. Apalagi, beberapa parpol sudah memunculkan usulan dari internal. ”Harus ada mitigasi dari ketiga parpol agar tetap bertahan sampai akhir,” katanya.
Menurut dia, KIB harus segera menentukan capres-cawapres. Sebab durasi masa kampanye Pemilu 2024 cukup singkat, yakni 75 hari. Jika penentuannya dilakukan pada 2024, dikhawtirkan tidak ada waktu cukup panjang untuk sosialisasi. Terlebih, jarak elektabilitas tiga ketum parpol di KIB masih sangat jauh dengan tiga nama dominan, yakni Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Anies.
”Semakin cepat penentuan capres, bisa memberikan kepastian ke pemilih terhadap kandidat yang ada sehingga preferensi orang mulai terbentuk,” ujar Arya.
Ujang mengatakan, koalisi yang kuat tanpa diimbangi figur yang elektabilitasnya kuat akan menjadi tantangan tersendiri. Sebab semua parpol akan berpikir rasional agar bisa menang. Pilihannya paling rasional disebutnya capres tetap berasal dari internal KIB, sementara cawapres bisa berasal dari eksternal. Sebab pilihan ini berkaitan dengan harga diri ketiga parpol tersebut sekaligus menepis tudingan KIB hanya menjadi kendaraan politik tokoh eksternal.
Jika ada parpol KIB yang keluar akibat ketidaksepahaman dengan pilihan capres-cawapres, lanjutnya, justru akan memperburuk citra parpol tersebut. Sebab parpol bisa dianggap tidak menjaga komitmen politik yang telah dibuat. ”Relasi dengan parpol lain juga akan tidak baik,” kata Ujang.