Aturan Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah Rampung Sebelum Agustus
Kementerian Dalam Negeri menyampaikan, draf peraturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah sudah 90 persen selesai disusun.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Dalam Negeri menargetkan aturan teknis penunjukan penjabat kepala daerah rampung disusun sebelum Agustus. Rancangan payung hukum itu rencananya akan menjabarkan aspek demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas penunjukan kepala daerah.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Benni Irwan saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (13/7/2022), menuturkan, aturan teknis penjabat kepala daerah itu direncanakan dibuat dalam format Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Draf peraturan itu sudah 90 persen selesai disusun. Namun, tak menutup kemungkinan, formatnya bisa berubah menjadi peraturan presiden (perpres) maupun peraturan pemerintah (PP). Hal itu sangat bergantung pada dinamika pembahasan lintas kementerian saat ini.
”Draf finalnya sudah 90 persen, tinggal penajaman untuk memasukkan pertimbangan dari putusan Mahkamah Konstitusi. Hal itu menjadi perhatian Mendagri karena kami diminta menyusun aturan teknis agar proses penunjukan kepala daerah lebih demokratis, transparan, dan akuntabel,” terang Benni.
Benni menjelaskan, aspek demokratis yang dimaksud adalah pelibatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam penunjukan penjabat kepala daerah. Meskipun aturan teknis belum rampung, dalam penunjukan penjabat Gubernur Aceh yang lalu, Kemendagri mengklaim telah mempertimbangkan usulan dari DPR Aceh.
Ke depan, pelibatan DPRD ini akan dituangkan dalam aturan teknis penunjukan, baik penjabat gubernur maupun bupati dan wali kota. DPRD akan mengusulkan tiga nama calon, kemudian gubernur dan Kemendagri juga masing-masing akan mengusulkan tiga nama calon penjabat bupati atau wali kota. Adapun, untuk penjabat gubernur, DPRD dan Kemendagri masing-masing akan mengusulkan tiga nama calon penjabat.
”Nama-nama itu akan diproses di sidang tim penilai akhir (TPA). TPA-lah yang menentukan siapa yang layak menjadi penjabat. Pelibatan DPRD ini kami yakini akan meningkatkan demokratisasi penunjukan penjabat kepala daerah. Walaupun sebenarnya itu tidak diwajibkan di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada,” ujar Benni.
Setelah draf permendagri itu selesai dibahas di internal kementerian dan lembaga, rancangan itu juga akan dibahas bersama dengan masyarakat sipil. Benni menyebut Kemendagri akan terbuka pada masukan dari akademisi dan masyarakat sipil.
Selain menjabarkan soal aspek transparansi, akuntabilitas, dan demokratisasi, aturan teknis penunjukan kepala daerah ini juga akan mengatur lebih detail terkait pengusulan, pengangkatan, dan pelantikan penjabat. Tugas, tanggung jawab, kewenangan, dan larangan juga akan diatur. Hal lainnya juga mengenai pembinaan, pengawasan, pelaporan, dan evaluasi penjabat.
”Jadi, sebenarnya kami mencoba merangkum aturan yang ada baik itu UU, PP, perpres, dan putusan MK. Kami rangkum agar ada muatan penunjukan penjabat yang lebih demokratis, transparan, dan akuntabel,” kata Benni.
Kemendagri wajib membuat aturan teknis penunjukan kepala daerah secara komprehensif dan menyeluruh, terutama untuk menjabarkan aspek demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas penunjukan kepala daerah.
Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan mengatakan, polemik pengangkatan penjabat kepala daerah yang lalu harus menjadi pembelajaran bagi Kemendagri untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Kemendagri wajib membuat aturan teknis penunjukan kepala daerah secara komprehensif dan menyeluruh, terutama untuk menjabarkan aspek demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas penunjukan kepala daerah.
Sebenarnya, pembentukan aturan teknis penunjukan kepala daerah itu sudah jauh-jauh hari diingatkan oleh pakar otonomi daerah dan masyarakat sipil. Sebab, payung hukum atau aturan teknis pengangkatan penjabat kepala daerah memang tak memadai. Apalagi, sudah ada putusan MK mengenai uji materi UU Pilkada. Pertimbangan hukum MK harus diperhatikan walaupun bukan bagian dari amar putusan.
Karena dalam gelombang pengangkatan penjabat kepala daerah hal itu tidak dipatuhi, akibatnya terjadi persoalan dalam pengangkatan penjabat kepala daerah. Ada polemik dan kegaduhan beragam diekspresikan oleh masyarakat. Misalnya, resistensi dari gubernur terhadap penjabat bupati dan wali kota yang diangkat oleh Kemendagri. Selain itu, juga kritik tajam masyarakat terhadap pengangkatan penjabat yang berasal dari TNI aktif.
”Bagus jika memang ada kesadaran dari Kemendagri untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas seleksi penjabat kepala daerah. Selama itu, ketiadaan aturan teknis itu telah memicu polemik di masyarakat,” terang Djohermansyah.
Djohermansyah juga berpandangan, idealnya, produk hukum aturan teknis berupa peraturan pemerintah (PP). Sebab, PP adalah aturan turunan dari UU Pilkada. Jika langsung diturunkan menjadi permendagri, secara ketatanegaraan langkah itu dinilai kurang tepat.