Tingkat Kepuasan pada Kinerja Presiden Naik Jadi 67,5 Persen
Tingginya kepuasan publik terhadap kinerja Presiden ini juga dinilai berkorelasi dengan tingkat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan Agung, KPK, dan Pengadilan.
JAKARTA, KOMPAS
—
Hasil survei dari Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Joko Widodo terus mengalami perbaikan. Mayoritas publik merasa cukup puas atau sangat puas dengan kerja Presiden. Tingkat kepuasan ini naik dari 59,9 persen pada April 2022 menjadi 67,5 persen pada Juni 2022.
”Tingginya tingkat kepuasan didongkrak dari upaya Presiden memberikan bantuan kepada rakyat kecil, membangun infrastruktur jalan dan jembatan, hingga penilaian kinerja yang baik serta kepribadian yang baik,” ujar Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi ketika memaparkan hasil Survei Indikator Politik Indonesia tentang evaluasi publik terhadap kinerja pemerintah dalam bidang ekonomi, politik, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi, Senin (11/7/2022).
Survei dilakukan secara tatap muka pada 16-24 Juni 2022. Populasi survei adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah menikah. Dalam survei ini, jumlah sampel basis sebanyak 1.200 orang dengan toleransi kesalahan sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca juga: Survei Litbang ”Kompas”: Pergeseran Apresiasi Pemilih Partai pada Kinerja Pemerintah
Menurut Burhanuddin, alasan responden yang menyatakan kurang puas atau tidak puas sama sekali dengan kinerja Presiden Jokowi adalah karena alasan kenaikan harga kebutuhan pokok, bantuan tidak merata, lapangan kerja/pengangguran, dan kemiskinan tidak berkurang. Mayoritas merasa puas dengan kerja Presiden Jokowi di sebagian besar basis sosiodemografi warga, kecuali pada etnis Minang, etnis sunda, dan warga di wilayah Maluku serta Papua.
Tingginya tingkat kepuasan didongkrak dari upaya Presiden memberikan bantuan kepada rakyat kecil, membangun infrastruktur jalan dan jembatan, hingga penilaian kinerja yang baik serta kepribadian yang baik. (Burhanuddin Muhtadi)
”Kepuasan atas kinerja presiden memiliki angka korelasi terbesar pada kelompok evaluasi terhadap kondisi-kondisi umum, yaitu kondisi ekonomi nasional, politik nasional, keamanan nasional, penegakan hukum nasional, dan pemberantasan korupsi,” kata Burhanudin.
Tingginya kepuasan publik terhadap kinerja Presiden ini juga dinilai berkorelasi dengan tingkat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Pengadilan. Tingkat kepercayaan terhadap sebagian institusi negara secara umum meningkat. TNI merupakan Lembaga yang paling dipercaya sebesar 67 persen, baru kemudian Presiden (67 persen), dan Polri (63,3 persen), Kejagung (65,4 persen) pengadilan (63,6 persen), dan KPK (63,4 persen).
Terus lakukan perbaikan
Mewakili pemerintah, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengaku sangat bersyukur melihat hasil survei Indikator Politik Indonesia yang menunjukkan bahwa kinerja pemerintah naik.
”Survei oleh lembaga-lembaga yang kredibel ini adalah cermin dari kepercayaan publik atas kinerja pemerintah dan karena itu pemerintah selalu mengikuti setiap survei yang dilakukan oleh LSI atau Kompas, Charta Politika serta Indikator dan yang lain-lain kita selalu diskusikan hasilnya melakukan langkah-langkah perbaikan,” ujar Mahfud.
Hasil survei yang fluktuatif seiring kondisi ekonomi dan politik dinilai menunjukkan bahwa masyarakat selalu obyektif. ”Tidak sama dengan yang ada di media sosial, misalnya kalau di medsos itu kan kayak seram sekali kan pemerintah ini, kayak mau runtuh, buruk sekali dan, sebagainya. Namun, setiap ada survei selalu baik-baik saja gitu, masyarakat pada umumnya tuh baik karena sebenarnya kesan-kesan kegagalan itu lebih banyak ditirukan oleh medsos yang sangat brutal,” katanya.
Tidak sama dengan yang ada di media sosial, misalnya kalau di medsos itu kan kayak seram sekali kan pemerintah ini, kayak mau runtuh, buruk sekali, dan sebagainya. Namun, setiap ada survei selalu baik-baik saja gitu, masyarakat pada umumnya tuh baik karena sebenarnya kesan-kesan kegagalan itu lebih banyak ditirukan oleh medsos yang sangat brutal. (Mahfud MD)
Menanggapi hasil survei Indikator Politik Indonesia di bidang keamanan, Mahfud menegaskan bahwa Polri sudah sangat responsif dan akomodatif terhadap berbagai persoalan. Satgas BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia) juga telah menyita aset senilai Rp 22 triliun dari obligor dan debitor BLBI. ”Di bidang politik juga situasi bagus. Gitu ya. Kenapa pada bulan April itu kan hampir semuanya (survei) turun waktu itu ada usul pemilu presiden tiga periode, Presiden merespons dengan cepat,” kata Mahfud.
Mahfud juga menegaskan bahwa KPK bukan bagian dari lembaga pemerintah yang dipimpin oleh Presiden.Namun, di dalam hukum tata negara, KPK itu masuk di dalam rumpun eksekutif. ”Sebenarnya kuantitatif bagus dan coba bayangkan dua menteri, anggota DPR aktif, kepala daerah, gubernur, dan DPRD semua ditangkapi itu. Itu jauh lebih banyak (dibandingkan) yang dulu. Kuantitatifnya ya,” ujar Mahfud.
Ekonomi nasional
Penanganan mafia minyak goreng juga berkorelasi signifikan terhadap tingginya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden. ”Artinya, jika tahu isu sekaligus tahu Presiden mendukung Kejagung dalam penuntasannya dan semakin tinggi keyakinan terhadap Kejagung dalam penuntasan kasus, maka kepuasan atas kinerja Presiden semakin tinggi,” ujar Burhanuddin.
Namun, mayoritas masyarakat masih mengaku merasa kesulitan mengakses minyak goreng. Mayoritas warga juga masih merasa harga minyak goreng kurang terjangkau. Mayoritas juga merasa bahwa keluarganya berhak menerima BLT (bantuan langsung tunai) minyak goreng. Jika menerima BLT, kepuasan terhadap kinerja Presiden semakin tinggi.
”Ke depan, ini harus menjadi perhatian dan terus menjadi prioritas perbaikan karena hingga sejauh ini, isu harga-harga secara umum yang kurang terjangkau warga merupakan alasan utama mengapa warga kurang puas atas kinerja Presiden,” kata Burhanuddin.
Ke depan, ini harus menjadi perhatian dan terus menjadi prioritas perbaikan karena hingga sejauh ini, isu harga-harga secara umum yang kurang terjangkau warga merupakan alasan utama mengapa warga kurang puas atas kinerja Presiden.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa responden yang menilai kondisi ekonomi nasional saat ini baik (25,2 persen) sama banyaknya dengan mereka yang menilai kondisi ekonomi buruk (26,3 persen). Sebanyak 42,2 persen menilai keadaan ekonomi adalah sedang. Kebanyakan menilai kondisi ekonomi rumah tangga saat ini membaik. ”Jadi, sebenarnya khawatir Indonesia akan menghadapi situasi seperti Sri Lanka itu terlalu dibuat-buat,” ujarnya.
Terkait keadaan politik nasional, kebanyakan menilai sedang. Yang menilai baik/sangat baik lebih banyak ketimbang yang menilai buruk/sangat buruk. Untuk kondisi keamanan, mayoritas menilai baik/sangat baik. Kondisi penegakan hukum kebanyakan menilai baik/sangat baik. Kondisi pemberantasan korupsi yang menilai baik/sangat baik juga lebih banyak.
Sebanyak 72,8 persen juga menilai bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan terbaik. Mayoritas publik merasa sangat puas/cukup puas terhadap pelaksanaan atau praktik demokrasi. ”Tren evaluasi atas kondisi umum nasional saat ini tampak bergerak ke arah yang lebih positif,” kata Burhanuddin.
Baca juga: Stimulus Pemerintah Dorong Kinerja Bank-bank BUMN
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. ”Ekonomi kita yang tidak terlalu baik, tetapi tidak jelek- jelek banget itu tecermin juga dari ekonomi rumah tangga. Jadi, kita ini bagaimana menciptakan kepastian pendapatan karena ekonomi rumah tangga itu terjadi kalau ada daya beli ini kaitannya dengan konsumsi,” katanya.
Jadi, sebenarnya khawatir Indonesia akan menghadapi situasi seperti Sri Lanka itu terlalu dibuat-buat.
Untuk menciptakan lapangan pekerjaan, pemerintah fokus mendorong investasi besar dan kecil. Apalagi, dari sekitar 131 juta lapangan pekerjaan di Indonesia, sebanyak 120 juta dihasilkan oleh UMKM. Pemerintah juga konsisten dalam mendorong dan mengawal seluruh investasi besar yang berdampak pada nilai tambah terutama hilirisasi. ”Kondisi ekonomi ini tidak terlepas dari kerja sama yang apik dengan stabilitas politik dan keamanan,” ujar Bahlil.
Masih adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini, menurut Bahlil, terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan pokok serta dampak perang antara Ukraina dan Rusia. ”Perang melahirkan daya dorong inflasi yang kuat. Kedua adalah oil gas kita naik. Harga minyak sekarang itu mencapai 100 dollar AS lebih. Daya beli juga yang pasti mengalami penghambatan,” kata Bahlil.