Menilik Pangkalan Udara ”Tersembunyi” di Maluku Tenggara
Lanud Dominicus Dumatubun pernah berperan penting dalam Operasi Trikora. Belakangan ia tak lagi difungsikan optimal. Saat berkunjung ke lanud itu, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo meminta masukan pertimbangan pengembangan.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·5 menit baca
Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Fadjar Prasetyo dalam pekan pertama Juli 2022 mengunjungi Pangkalan Udara Dominicus Dumatubun di Provinsi Maluku. Sebuah lanud ”tersembunyi” ini terbukti pernah menjadi rebutan kekuatan geopolitik karena letaknya yang strategis. Dalam Operasi Trikora, pangkalan ini juga punya peran sangat penting dalam operasi-operasi udara.
Fadjar Prasetyo mengatakan, Provinsi Maluku sangat strategis untuk pertahanan. Fadjar merujuk sejarah Operasi Trikora pada 1961-1962. Pada saat itu, pangkalan-pangkalan udara di Maluku menjadi titik tolak Operasi Trikora. ”Ada beberapa lanud yang perlu dikembangkan, tetapi sekarang masih ada keterbatasan,” katanya.
Provinsi Maluku tak lama lagi akan memiliki Satuan TNI Terintegrasi (STT) di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar. Saat ini telah ada STT di Natuna, Kepulauan Riau. Saumlaki menjadi kian strategis tidak saja karena jaraknya yang hanya 500 kilometer dari Darwin, Australia, tetapi juga dengan kehadiran cadangan gas di Blok Masela. TNI AU tahun 2022 meresmikan Lanud Ignatius Dewanto di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar. Fadjar mengatakan, saat ini juga telah ada satuan radar di Saumlaki.
Strategi perang masa depan selalu dipengaruhi sejarah pertempuran sebelumnya. Faktor geografi, walaupun tidak lagi menjadi satu-satunya faktor penentu, apalagi dengan adanya teknologi, tetaplah penting. Karena, berbagai kendala dan tidak adanya kebutuhan urgensi operasional, Lanud Dominicus Dumatubun tidak difungsikan maksimal. Namun, terlihat ada pemeliharaan sehingga ketika dibutuhkan bisa segera dipersiapkan.
Lanud Dominicus Dumatubun terletak di Pulau Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara. Walaupun secara administrasi masuk ke Provinsi Maluku, letaknya lebih dekat ke Papua. Jarak Lanud Dumatubun ke Ambon kira-kira 550 kilometer, sementara ke Kaimana, Papua Barat, sekitar 250 kilometer.
Dekatnya jarak ini yang membuat Dumatubun menjadi pangkalan terdepan utama ketika Indonesia mengadakan Operasi Trikora. Pangkalan ini dulu bernama Langgur-Letfuan dan terletak di Kabupaten Maluku Tenggara.
Dalam buku Warisan Perjuangan yang ditulis Letnan Kolonel (Pnb) Sonny Irawan, yang pada 2018 menjadi Komandan Lanud Dumatubun, disebutkan, lanud tersebut berdiri tahun 1952.
Sebenarnya, Jepang yang mulai membangun pangkalan udara itu. Seusai mendarat di Pulau Dullah dan Pulai Kei Kecil tahun 1942, Jepang mendatangkan alat-alat berat untuk membangun landasan pesawat. Dua pulau itu dinilai oleh analis intelijen Jepang sebagai lokasi strategis.
Tercatat ada empat lapangan terbang yang dibangun di Pulai Kei Kecil, yaitu Lapangan Terbang Langgur, Faan, dan Letfuan. Juga ada lapangan terbang Dullah Laut di Pulau Dullah Laut. Keempat lapangan terbang ini digunakan Jepang kemudian untuk bertahan dari serangan Sekutu. Setelah Indonesia merdeka dan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) berdiri 9 April 1946, segalanya serba terbatas. Baru pangkalan udara di Laha, Ambon, yang digunakan.
Tahun 1952, Zeni Angkatan Darat memperbaiki landasan di Langgur, dengan hasil landas pacu sepanjang 1.300 meter. Tahun 1954, Kepala Staf TNI Angkatan Udara Laksamana Muda Udara S Suryadarma dengan C47 Dakota mendarat di Langgur. Belakangan, Langgur ini yang terus dipertahankan menjadi Lanud Dominicus Dumatubun.
Langgur yang dipilih untuk dikembangkan karena jaraknya paling dekat ke Tual, yang ketika itu menjadi ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara. Belakangan Tual dimekarkan menjadi kota dan ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara pindah ke Langgur.
Ketika tahun 1959 AURI ikut bersiap merebut Irian Barat, Kei Kecil menjadi penting karena berada di titik paling dekat dengan Papua. AURI memutuskan kembali mengoperasikan lapangan terbang Letfuan yang jaraknya 18 kilometer dari Langgur. Masyarakat sepakat membantu secara gotong royong. Semak belukar yang memenuhi landasan selama 14 tahun dibabat habis. Landas pacu sepanjang 1.800 meter dipersiapkan. Tahun 1961, sebuah pesawat C-47 Dakota dicoba untuk mendarat.
Enam bulan kemudian, tepatnya 19 Desember 1961, Presiden Soekarno mengumandangkan Tri Komando Rakyat (Trikora) dalam rangka merebut kembali Irian Barat (Papua). Berbagai pesawat tempur AURI disiagakan. Melihat kebutuhan, pimpinan AURI memutuskan agar landas pacu Letfuan diperpanjang supaya bisa didarati pesawat tempur MIG-17 dan pengebom B-25. Salah satu perwira muda zeni yang ikut bertugas adalah Letnan Satu (Czi) Try Sutrisno, yang kemudian menjadi Wakil Presiden RI. Panjang landas pacu menjadi 2.100 meter.
Tidak saja pesawat tempur, AURI juga menempatkan radar yang menjadi sistem peringatan dini pada Maret 1962. Pangkalan Letfuan dan Langgur menjadi pangkalan aju. Marsma (Purn) Poengky Poernomo Djati mencatat dalam bukunya, Perjuangan AURI dalam Trikora, enam pesawat Mustang P51 menjadi Kesatuan Tempur Udara Sorong di Letfuan.
Keenam pesawat ini tidak saja melakukan pengawalan bagi pesawat yang menerjunkan pasukan dan logistik ke Irian Barat, tetapi juga melindungi kapal-kapal Angkatan Laut dan melaksanakan pengintaian udara. Selanjutnya, dibentuk Kesatuan Tempur Udara Wisanggeni di Lapangan Terbang Langgur dan Letfuan. Kali ini dengan enam pesawat MIG-17, enam pesawat pengebom B-25 dan B -26, 20 pesawat C-47 Dakota, satu pesawat Albatross, satu pesawat Twin Otter dan satu helikopter MI-4.
Masih terawat
Lanud Dominicus Dumatubun, walau terlihat sederhana, tetap terawat. Landasannya masih terlihat baik walau pesawat hanya datang beberapa bulan sekali membawa logistik. Konon, perwira TNI AU yang mendapat tugas di sini ibarat ketimpa undian yang tak mengenakkan. Namun, tugas harus dilaksanakan. Walaupun saat ini tak dioperasikan, lanud ini menjadi pendukung dan persiapan seandainya ada ancaman militer di Indonesia timur.
Gubernur Maluku Murad Ismail mengingatkan, pertahanan udara di Provinsi Maluku harus ditingkatkan. Murad mengatakan, dari sisi ukuran luas keseluruhan, Provinsi Maluku adalah provinsi terluas di Indonesia dengan luas 712.000 kilometer persegi. Sekitar 92 persen Provinsi Maluku terdiri atas laut. Provinsi Maluku berbatasan dengan tiga negara, yaitu Timor Leste, Palau, dan Papua Niugini. ”Seharusnya Lanud Pattimura (di Kota Ambon) itu jadi tipe A, bukan tipe B seperti sekarang,” katanya.
Sementara itu, Lanud Dominicus Dumatubun masih bertipe C alias fasilitas sangat minim walau landasannya telah lebih dari 2.300 meter.
Komandan Lanud Dominicus Dumatubun Letkol (Pnb) Ruli Surya menjelaskan kesiapan personel dan fisik lanud kepada KSAU yang berkunjung. Sementara itu, KSAU Marsekal Fadjar Prasetyo meminta masukan untuk bahan pertimbangan pengembangan ke depan. Fadjar juga mengingatkan pentingnya dukungan masyarakat.
Seiring dengan Hari Bakti TNI AU, berbagai kegiatan sosial, seperti pengobatan, penting dilakukan. Tidak saja dalam rangka mendukung kebangkitan setelah Covid-19, tetapi juga sejarah membuktikan, lanud bisa hadir dan beroperasi karena bantuan masyarakat.