Pimpinan KPK Surati Majelis Etik Terkait Tak Hadirnya Lili di Sidang Etik
Ketidakhadiran Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam sidang kode etik perdana oleh Dewan Pengawas KPK dinilai sebagai skema melepaskan diri. Hal itu juga mencerminkan sikap tak menghormati Dewas.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Lili Pintauli Siregar tak memenuhi panggilan hadir dalam sidang etik perdana oleh Dewan Pengawas KPK pada Selasa (5/7/2022). Terkait hal tersebut, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (6/7/2022), menyebut, pimpinan KPK telah memberikan surat secara resmi kepada majelis etik, di antaranya pemberitahuan soal hari sidang etik.
Adapun sidang etik itu terkait dengan dugaan bahwa Lili menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, Maret lalu, dari Pertamina. Dewas KPK juga telah menyusun laporan hasil klarifikasi dan pemeriksaan pendahuluan sehingga diputuskan perkara Lili dilanjutkan ke sidang etik.
Klarifikasi salah satunya dilakukan pada Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati pada 27 April 2022. Namun, Dewas KPK belum memeriksa Lili karena ia tak hadir di sidang tersebut.
Lebih lanjut disampaikan Ali, Lili tidak hadir dalam sidang etik itu karena menjadi penanggung jawab acara G20 Anti-Corruption Working Group (ACWG) di Bali. Lili menjadi penanggung jawab sejak putaran pertama di Jakarta. ”Acara G20 sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Putaran pertama di Jakarta dan putaran kedua di Bali,” kata Ali.
Ia menambahkan, selain Lili, pimpinan yang hadir dalam kegiatan G20 ACWG di Bali adalah Ketua KPK Firli Bahuri dan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Ketiga pimpinan KPK melaksanakan tugas dinas untuk memberikan pidato utama dan menjadi narasumber dalam berbagai rangkaian kegiatan pertemuan putaran kedua G20 ACWG di Bali sejak 4 Juli.
Ali menjelaskan, karena Lili sedang menjalankan penugasan dinas, pimpinan KPK memberikan surat secara resmi kepada majelis etik. Surat tersebut atas nama pimpinan dan bukan pribadi Lili karena untuk merespons surat yang dikirim Dewas kepada pimpinan, di antaranya pemberitahuan soal hari sidang etik tersebut.
Karena Lili sedang menjalankan penugasan dinas, pimpinan KPK memberikan surat secara resmi kepada majelis etik. Surat tersebut atas nama pimpinan dan bukan pribadi Lili.
Ketua Dewas KPK Tumpak Panggabean mengaku, Dewas menerima surat dari pimpinan KPK yang menjelaskan ketidakhadiran Lili karena harus melaksanakan tugas mengikuti pertemuan G20 ACWG di Bali pada Selasa (5/7/2022).
Atas dasar pemberitahuan tersebut, majelis sidang menunda persidangan untuk dilanjutkan kembali pada 11 Juli 2022. Lili akan dipanggil kembali untuk hadir di persidangan. Sidang akan digelar secara tertutup, tetapi pembacaan putusan akan disampaikan secara terbuka sebagai bentuk transparansi ke publik.
Ali menjelaskan, agenda G20 ACWG telah terjadwalkan sejak awal tahun. KPK menyadari urgensi pertemuan ini, mengingat korupsi sebagai salah satu permasalahan global yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional suatu negara. Untuk memberantasnya butuh kerja sama, kolaborasi, dan duduk berdampingan berdiskusi guna menghasilkan solusi konkret atas permasalahan bersama tersebut.
”Sebagai Chair ACWG dalam Presidensi G20 tahun 2022, menjadi kesempatan bagi KPK untuk memberikan kontribusi yang optimal bagi pemberantasan korupsi pada tataran nasional maupun global,” kata Ali.
Menurut Ali, agenda G20 ACWG dan sidang etik sama pentingnya. Semua kegiatan dan pekerjaan di KPK penting sehingga tidak bisa dibandingkan mana yang lebih penting.
Wajib hadir
Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugrahamengungkapkan, jadwal sidang etik wajib dihadiri oleh pegawai dan pimpinan KPK. ”Jika tidak hadir, kemungkinan bisa diputus secara in absentia sehingga kami tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk membela diri dan mengajukan saksi meringankan,” kata mantan penyidik KPK tersebut.
Selain itu, kata Praswad, panggilan sidang merupakan tindak lanjut dari rangkaian pemeriksaan yang berjalan di Dewas. Karena itu, seharusnya Lili tidak memiliki alasan panggilan sidang bertabrakan dengan agenda lain. Sebab, panggilan sidang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Ia menduga, mangkirnya Lili adalah skema untuk melepaskan diri dari proses sidang kode etik Dewas.
Mangkirnya Lili juga menunjukkan bahwa isu penegakan etik bukan menjadi prioritas bagi Lili. Seharusnya Lili malu ketika ada persidangan etik dengan tuduhan sangat serius.
Mangkirnya Lili juga menunjukkan bahwa isu penegakan etik bukan menjadi prioritas bagi Lili. Seharusnya Lili malu ketika ada persidangan etik dengan tuduhan sangat serius, justru memilih pergi ke Bali dengan alasan perjalanan dinas yang sebetulnya bisa dilakukan oleh pimpinan lain.
”Lili keluar daerah bukan melaksanakan OTT (operasi tangkap tangan) yang tidak bisa ditunda. Di sisi lain, Dewas juga seharusnya dapat menjaga marwahnya dalam proses penegakan etik,” tegas Praswad.
Ia menambahkan, tindak pidana yang dilakukan Lili harus diusut. Pengunduran diri maupun pengembalian uang hasil kejahatan korupsi tidak menghapus pidana. Sebab, apa pun yang dilakukan Lili tidak menghapuskan pertanggungjawabannya. Apalagi, potensi pasal yang dituduhkan merupakan hal yang jelas pidananya.
Kontroversi yang dilakukan Lili bukanlah yang pertama. Menurut Praswad, seharusnya Lili sudah dipecat sejak persidangan kode etik kasus Tanjungbalai. Pada akhir Agustus 2021, Lili dinyatakan Dewas KPK terbukti melanggar etik karena menyalahgunakan pengaruh selaku unsur pimpinan KPK untuk kepentingan pribadi dan berkomunikasi dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni bekas Wali Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, M Syahrial. Pada kasus ini, Lili dijatuhi sanksi berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama satu tahun.
Praswad menegaskan, sidang kode etik Dewas atas kasus Lili harus dilanjutkan. Jangan sampai ada kompromi dan kesepakatan gelap di balik rencana mundurnya Lili.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai, absennya Lili dari persidangan etik perdana menunjukkan iktikad buruk dari yang bersangkutan dan sikap tidak menghargai kelembagaan Dewas. Sebab, agenda di Bali dapat diwakili oleh pimpinan KPK lainnya. Apalagi, jadwal sidang perdana telah diinformasikan Dewas beberapa hari sebelumnya.
Menurut Kurnia, ketidakhadiran Lili juga mestinya dapat dipertanggungjawabkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Sebab, Firli menduduki jabatan tertinggi di lembaga antirasuah tersebut dan besar kemungkinan menjadi pihak yang menyetujui Lili hadir dalam forum di Bali tersebut.
”Ini menandakan bahwa dirinya (Firli) juga tidak menganggap kelembagaan Dewan Pengawas sebagai entitas penting di KPK. Untuk itu, ICW merekomendasikan Dewan Pengawas menegur keras jajaran pimpinan KPK agar dapat kooperatif dan tidak berupaya menghambat proses sidang kode etik,” kata Kurnia.