Keislaman dan Keindonesiaan dalam Satu Tarikan Napas Buya Syafii Maarif
Keteladanan Buya Syafii Maarif merupakan hasil dari tempaan pergumulan hidup dan batin. Keteguhan akan nilai yang ia pegang membuatnya berani menghadapi berbagai tantangan, meski hanya seorang diri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Pemutaran video dokumentasi mengenai Syafii Maarif dalam acara Syafii Maarif Memorial Lecture (SMML) 2022 di Salihara Art Center, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (2/7/2022). Acara yang juga menjadi peringatan 40 hari wafatnya tokoh bangsa Syafii Maarif ini mengambil tema ”Pancasila dalam Tindakan Mengenang Buya Syafii Maarif: Guru Kemanusiaan Penjaga Panggung Kebinekaan”. Sosok Syafii Maarif dikenang sebagai tokoh bangsa yang menjunjung tinggi humanisme dan menghargai keberagaman bangsa Indonesia serta sosok sederhana yang menjadi contoh kepemimpinan yang baik bagi bangsa Indonesia.
Keislaman, keindonesiaan, serta kemanusiaan menjadi warisan berharga yang diberikan Ahmad Syafii Maarif bagi bangsa ini. Keutamaan itu merupakan hasil tempaan perjalanan panjang sebagai seorang pribadi yang bergulat dengan kesulitan dan kegelisahan.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang juga anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Muhammad Amin Abdullah, terkenang dengan kesederhanaan dan kebersahajaan Ahmad Syafii Maarif atau dikenal pula sebagai Buya Syafii Maarif. Salah satunya adalah ruang tamu di rumah Buya Syafii Maarif yang kecil, yang menjadi tempat menerima tamu, termasuk Presiden Joko Widodo.
Selain sosok yang sederhana dan bersahaja, Amin mengenang sosok tokoh Muhammadiyah itu sebagai pribadi yang egaliter, penulis yang kritis, pemeluk Islam yang kokoh, tetapi sekaligus pribadi yang menghormati orang lain yang berbeda keyakinan. Kepergiannya kemudian meninggalkan jejak pergulatan,pergumulan, dan dialog Buya Syafii Maarif dalam mengharmonisasikan antarakeislaman dan keumatan, keindonesiaan, kebangsaan dan kenegaraan, sertakemanusiaan.
”Beliau dapat mengatur dalam satu tarikan napas antara keislaman ataukeagamaan, keindonesiaan dalam arti kenegaraan dan kebangsaan, sertakemanusian universal,” kata Amin dalam acara Syafii Maarif Memorial Lecture bertema ”Pancasila dalam Tindakan, Mengenang Buya Syafii Maarif; Guru Kemanusiaan Penjaga Panggung Kebinekaan” sekaligus peluncuran 2 buku yang ditulis Buya Syafii Maarif, pada Selasa (5/7/2022), di Jakarta.
Anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. Muhammad Amin Abdullah, ketika menyampaikan pidatonya dalam acara Syafii Maarif Memorial Lecture (SMML) 2022 di Salihara Art Center, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (2/7/2022). Acara yang juga menjadi peringatan 40 hari wafatnya tokoh bangsa Syafii Maarif ini mengambil tema ”Pancasila dalam Tindakan Mengenang Buya Syafii Maarif: Guru Kemanusiaan Penjaga Panggung Kebinekaan”. Sosok Syafii Maarif dikenang sebagai tokoh bangsa yang menjunjung tinggi humanisme dan menghargai keberagaman bangsa Indonesia serta sosok sederhana yang menjadi contoh kepemimpinan yang baik bagi bangsa Indonesia.
Pergumulan
Dalam hal keislaman, Amin menyebut sosok Buya Syafii Maarif sebagai Muslim progresif. Dalam keindonesiaan, Buya Syafii Maarif disebutnya dengan istilah faithful patriotism. Sedang dalam hal kemanusiaan, Buya berpegang teguh bahwa agama adalah pembawa berkah atau rahmatan lil alamin.
Ketika merefleksikan lebih dalam, keutamaan Buya Syafii Maarif tersebut tidak bisa dilepaskan dari perjalanan hidup yang telah menempanya. Sikapnya sebagai seorang Muslim progresif tidak lepas dari pergumulannya bersama dengan tiga peradaban, yakni peradaban ilmu agama abad tengah, peradaban modern, serta peradaban postmodernisme.
Pergumulan itu kemudian coba dicari jawabannya dengan belajar di Amerika Serikat. Proses pergulatan dan pencarian jawaban itu, menurut Amin, terwujud dalam bentuk tesis dan disertasinya. Tesisnya kemudian menjadi buku dengan judul Islam dan Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), sementara disertasinya diterbitkan menjadi buku yang berjudul Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara: Studi tentang Perdebatan dalam Konstituante.
”Segudang pertanyaantadi ditumpahkan di tesis dan klimaksnya ada di disertasi. Maka, diafasih betul menjawab apa pun tantangan di Indonesia,” terang Amin.
Keutamaan Buya Syafii Maarif tersebut tidak bisa dilepaskan dari perjalanan hidup yang telah menempanya. Sikapnya sebagai seorang Muslim progresif tidak lepas dari pergumulannya bersama dengan tiga peradaban.
Tantangan itu berasal dari internal ataupun eksternal. Dari internal, Buya Syafii Maarif harus menjadi nakhoda bagi organisasi Muhammadiyah yang pada 2000-an, terjadi euforia dan upaya untuk menarik Muhammadiyah ke partai politik. Namun, Buya Syafii Maarif dapat memberikan ketegasan bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi tidak boleh dibawa ke partai politik.
Sementara tantangan eksternal berupa pembalikan ke arah konservatif yang terjadi di banyak negara yang salah satunya memuncak pada kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pada 2016-2017. Dengan memegang teguh dialog dalam Al Quran, Buya Syafii Maarif berani membela Ahok meski menuai banyak kecaman.
Di sisi lain, Buya Syafii Maarif tidak segan-segan menyuarakan kritik terkait rasisme, penindasan, serta penjajahan yang disebutnya sebagai daki peradaban. Dalam hal kenegaraan, dia pun menyerukan agar aparatur negara tidak berkubang dalam korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ia juga mengingatkan agar jangan hanya memuja Pancasila, tetapi justru mengkhianatinya dalam hidup sehari-hari.
”Sila kelima selalu ditembak beliau sebagai anakyatim, tidak ada yang memedulikan. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia itu urusan yang paling terlantar di sini. Nah, itu, kan, pesansuci yang sama sekali tidak mudah,” kata Amin.
Komitmen yang kuat
Dalam pandangannya sebagai pribadi yang mengikuti karya dan pandangan Buya Syafii Maarif dari jauh, mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melihat Buya Syafii Maarif sebagai pribadi yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Hal itu berkelindan dengan intelektualitas dan komitmen yang kuat.
”Beliau nothing to lose, tidak ada pamrih dalam artian yangsifatnya materi, jabatan. Beliau sudah selesai dengan dirinya sendiri,” kata Lukman.
Tangkapan layar Wakil Menteri Agraria dan Tata ruang/Badan Pertanahan Nasional Raja Juli Antoni dalam Syafii Maarif Memorial Lecture bertema ”Pancasila dalam Tindakan, Mengenang Buya Syafii Maarif; Guru Kemanusiaan Penjaga Panggung Kebinekaan” sekaligus peluncuran 2 buku yang ditulis Buya Syafii Maarif, pada Selasa (5/7/2022), di Jakarta.
Sementara itu, Wakil Menteri Agraria dan Tata ruang/Badan Pertanahan Nasional Raja Juli Antoni mengenang perhatian Buya Syafii Maarif terhadap nilai-nilai moral. Bagi Raja, hal itu relevan dengan yang ia hadapi sehari-hari dalam kaitan dengan jabatan yang kini disandangnya.
Agar nilai dan keutamaan yang dipegang teguh Buya Syafii Maarif dapat diwarisi dan dilanjutkan generasi muda.
”Beliau mengalami fase kemiskinan yang luar biasa. Tetapi ketika kesempatan ituterbuka, beliau tidak balas dendam dengan kemiskinan yang ia hadapi, tetapi tetap istikamah, tetap konsisten menjaga jarak antarakekuasaan dan uang. Ini nilai yang harus kita dalami terutama bagisaya pribadi,” tutur Raja.
Pada akhirnya, Amin berharap agar nilai dan keutamaan yang dipegang teguh Buya Syafii Maarif dapat diwarisi dan dilanjutkan generasi muda. Sebagaimana di akhir hayatnya, ia berpesan agar tetap menjaga keutuhan dan persatuan bangsa, keutuhan umat Islam, serta keutuhan Muhammadiyah.