PPHN Diusulkan Diatur UU, MPR Gerilya ke Partai Politik
Bentuk hukum Pokok-pokok Haluan Negara ata PPHN akan diputuskan dalam rapat gabungan MPR, pertengahan Juli nanti. Untuk kepentingan itu, MPR mulai menyerap aspirasi dari pimpinan partai-partai politik.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
DOKUMENTASI MPR
Ketua MPR Bambang Soesatyo bertemu dengan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa di kantor DPP PPP di Jakarta, Jumat (1/7/2022). Pimpinan MPR belakangan tengah gencar bersilaturahmi dengan sejumlah partai politik dalam rangka menyerap aspirasi terkait Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat tengah gencar bergerilya menemui para petinggi partai politik untuk menyerap masukan terkait substansi Pokok-pokok Haluan Negara atau PPHN. Proses tersebut dilakukan karena bentuk hukum PPHN akan diputuskan dalam rapat gabungan MPR pada Juli mendatang. Dari rekomendasi yang mencuat, PPHN diusulkan agar ditetapkan melalui undang-undang, bukan mengamendemen konstitusi.
Pembahasan PPHN di tingkat Badan Pengkajian dan Komisi Ketatanegaraan MPR telah tuntas. Substansi PPHN akan diserahkan oleh Badan Pengkajian MPR kepada pimpinan MPR pada 7 Juli mendatang. Setelah menerima hasil kajian tersebut, pimpinan MPR bersama fraksi partai politik dan kelompok DPD akan mengambil keputusan, termasuk mengenai bentuk hukum PPHN. Keputusan akan diambil dalam rapat gabungan MPR yang rencananya diselenggarakan pada pertengahan Juli.
Berdasarkan hasil diskusi yang dilakukan Badan Pengkajian MPR dengan pakar, akademisi, dan praktisi, ada tiga pilihan bentuk hukum PPHN. Pertama, diatur dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian diatur melalui Ketetapan MPR (Tap MPR), atau melalui undang-undang (UU). Nantinya, rapat gabungan akan memilih dan memutuskan satu dari tiga pilihan tersebut.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (2/7/2022), mengatakan, sejauh ini, PPHN direkomendasikan agar ditetapkan melalui UU, bukan dengan mengamendemen terbatas UUD 1945. Amendemen terbatas tidak direkomendasikan karena justru dikhawatirkan dapat membuka kotak pandora dan memicu munculnya usulan-usulan lain di luar haluan negara. ”Salah satunya, itu alasannya,” ujarnya.
Bersamaan dengan itu, pada Jumat (1/7/2022), pimpinan MPR juga menjalin silaturahmi dengan sejumlah partai politik, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Nasdem. Kedatangan mereka disambut oleh ketua umum dari setiap parpol.
Jazilul menyebut pertemuan itu sebagai silaturahmi kebangsaan. Dalam pertemuan itu pula, pimpinan MPR ingin menyerap berbagai masukan dan aspirasi dari parpol terkait PPHN. Dalam beberapa waktu ke depan, pimpinan MPR juga mengagendakan untuk berkunjung ke partai lain.
Sejauh ini, PPHN direkomendasikan agar ditetapkan melalui UU, bukan dengan mengamendemen terbatas UUD 1945. Amendemen terbatas tidak direkomendasikan karena justru dikhawatirkan dapat membuka kotak pandora dan memicu munculnya usulan-usulan lain di luar haluan negara.
”Kami sedang menunggu balasan kesediaan waktu dari Partai Amanat Nasional, Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa,” tutur Jazilul.
Usulan penguatan MPR
Dalam pertemuan dengan pengurus pusat PPP, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengaku mendapat masukan terkait penguatan kelembagaan dan kewenangan MPR. Hal ini bertujuan agar eksistensi MPR semakin diakui dan MPR juga bisa mengambil berbagai keputusan strategis untuk bangsa Indonesia.
”Optimalisasi tugas, wewenang, serta penguatan lembaga MPR bisa dilakukan melalui berbagai cara, antara lain konsensus nasional yang melibatkan DPR dan DPD dengan cara joint session, melalui revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD), atau melalui amendemen konstitusi,” ujar Bambang.
DOKUMENTASI MPR
Ketua MPR Bambang Soesatyo bertemu dengan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suharso Monoarfa di kantor DPP PPP di Jakarta, Jumat (1/7/2022). Pimpinan MPR belakangan tengah gencar bersilaturahmi dengan sejumlah partai politik dalam rangka menyerap aspirasi terkait Pokok-pokok Haluan Negara atau PPHN.
Menurut Bambang, pandangan PPP tentang pentingnya penguatan kewenangan MPR juga sejalan dengan salah satu pandangan pakar hukum tata negara, Jimly Asshiddiqie. Jimly pernah menyampaikan bahwa pelaksanaan tugas MPR dalam melantik presiden dan wakil presiden sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 Ayat 2 konstitusi hingga kini belum dilaksanakan secara konkret. Sebab, nyatanya tidak pernah ada peristiwa Ketua MPR melantik presiden dan wakil presiden.
”Prof Jimly menilai, selama ini yang terjadi adalah Ketua MPR hanya membuka sidang, kemudian mempersilakan presiden dan wakil presiden mengucapkan sumpah jabatannya sendiri, tanpa dipandu oleh Ketua MPR. Alangkah baiknya jika ke depan, Ketua MPR sebagai representasi kelembagaan MPR yang merupakan wujud kedaulatan rakyat bisa memandu pembacaan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden sesuai yang diamanatkan konstitusi,” ujar Bambang.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menambahkan, sebagai lembaga inklusif, MPR memiliki posisi penting sebagai penjaga gawang konsensus politik nasional, khususnya berkaitan dengan perubahan konstitusi, pelantikan presiden dan/atau wakil presiden, serta memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut konstitusi.
ANTARA FOTO/POOL/AKBAR NUGROHO GUMAY
Presiden Joko Widodo menerima pimpinan MPR di Istana Merdeka, Selasa (8/7/2020).
Namun, inkoherensi sistem perwakilan politik akibat amendemen keempat konstitusi menyebabkan fungsi MPR melemah dan hanya sebatas sebagai sidang gabungan (joint session). Hal ini menyebabkan hakikat perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem politik mengalami deviasi dan ketidakjelasan.
”Deviasi dalam kehidupan kenegaraan itu menyebabkan politik nasional seolah-olah hanya wewenang DPR dan Presiden dalam pengajuan rancangan undang-undang dan/atau dalam menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Tidak ada lembaga negara yang memiliki fungsi penyeimbang politik sebagaimana prinsip dalam sistem bikameral,” kata Bambang.
Utusan golongan
Dalam pertemuan antara pimpinan MPR dan jajaran pengurus Nasdem, Bambang mengaku mendapat usulan dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh agar utusan golongan yang sebelum amendemen UUD 1945 masuk dalam MPR perlu dipertimbangkan untuk bisa kembali memiliki wakil di MPR. Dengan begitu, keanggotaan MPR tidak hanya terdiri dari DPR dan DPD.
Bambang pun mendukung penuh usulan tersebut. Ia bahkan menyebut, usulan utusan golongan kembali diakomodasi di MPR, tidak hanya datang dari Ketua Umum Nasdem, tetapi juga aspirasi dari sejumlah pihak, seperti Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, serta berbagai organisasi kemasyarakatan lain. Aspirasi tersebut didapatkan ketika pimpinan MPR bersilaturahmi dengan para tokoh bangsa, akhir tahun 2019.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Mural bertema toleransi beragama tergambar di dinding sebuah rumah di kawasan Meruyung, Depok, Jawa Barat, Sabtu (12/9/2020).
”Kehadiran kembali utusan golongan dinilai akan menjadikan MPR sebagai lembaga perwakilan yang inklusif, yang mengikutsertakan seluruh unsur dan elemen dalam masyarakat Indonesia. Kehadiran utusan golongan juga membuat kepentingan masyarakat yang tidak terwakili oleh partai politik dan daerah bisa terakomodasi. Termasuk golongan yang karena aturan undang-undang, hak pilih dan/atau hak dipilihnya ditiadakan,” ujar Bambang.
Bambang melanjutkan, wacana menghadirkan kembali utusan golongan sebagai anggota MPR merupakan wacana menarik yang perlu dielaborasi lebih jauh. Ruang dialektikanya harus dibuka lebar, tidak boleh ditutup apalagi buru-buru ditangkal. Pimpinan MPR akan sangat terbuka terhadap argumentasi yang pro dan kontra terhadap usulan tersebut.
”Untuk itu, MPR melalui Badan Pengkajian dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR akan mengkaji kembali secara menyeluruh amendemen UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak empat kali, apakah amendemen tersebut sudah sejalan dengan apa yang menjadi semangat hasrat dan keinginan para pendiri bangsa. MPR akan mempelajari lebih lanjut usulan tersebut,” kata Bambang.