Pekerjaan Rumah Besar Menuntaskan Akar Masalah Konflik Tanah
Dipilihnya Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/Kepala BPN oleh Presiden Jokowi baru-baru ini membawa angin segar bagi percepatan pelaksanaan reforma agraria.

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (kiri) dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto (kanan) menjawab pertanyaan wartawan seusai pelantikan menteri dan wakil menteri di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Pada pertengahan Juni 2022, Presiden Joko Widodo melantik menteri dan wakil menteri baru Kabinet Indonesia Maju di Istana Negara, Jakarta. Di antara mereka yang dilantik pada Rabu Pahing tersebut adalah Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta Raja Juli Antoni sebagai Wakil Menteri ATR/BPN.
Terkait alasan pemilihan Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, Presiden Jokowi menuturkan bahwa sebagai mantan panglima TNI, yang bersangkutan menguasai teritori. Hadi pun diminta menyelesaikan sebanyak-banyaknya urusan sengketa tanah, sengketa lahan, dan sertifikat.
”Dan saya yakin, Pak Hadi punya kemampuan untuk itu. Termasuk di dalamnya, (menyelesaikan) urusan lahan tanah yang berkaitan dengan IKN (Ibu Kota Nusantara),” kata Presiden Jokowi saat menyampaikan keterangan pers seusai pelantikan, Rabu (15/6/2022).
Baca Juga: Reforma Agraria, Kemarahan Jokowi, dan Pergantian Menteri
Hadi juga menyatakan dirinya akan segera menyelesaikan masalah pertanahan. Hal ini khususnya masalah sertifikat rakyat yang hingga ini saat tercatat baru terealisasi sebanyak 81 juta sertifikat dari total target 126 juta sertifikat.
”Itu target pertama yang segera saya realisasikan. Namun, saya (juga akan) lihat di lapangan permasalahannya apa? Apakah permasalahan itu masih K2 (kluster 2) atau K3 (kluster 3) itu juga akan kita selesaikan. Tentunya, berkoordinasi dengan instansi terkait supaya segera terealisasi untuk sertifikat milik rakyat tersebut,” ujar Hadi.

Wakil Menteri Dalam Negeri Wempi Watimpo, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto, Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni, dan Wakil Menteri Tenaga Kerja Afriansyah Noor berbincang seusai dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Selain itu, Hadi juga mengatakan akan menyelesaikan masalah sengketa tanah. ”Sengketa tanah itu kemungkinan juga overlapping (tumpang tindih) antara milik institusi, atau dengan milik satuan lain, dan milik rakyat. Ini yang akan kita selesaikan. Dan, ketiga, adalah terkait tanah di IKN, seperti yang disampaikan (Presiden) tadi, itu akan segera kita selesaikan,” katanya.
Bersama Hadi Tjahjanto, Wamen ATR/BPN Raja Juli Antoni juga menyatakan bertekad bekerja keras mewujudkan visi-misi Presiden Jokowi, terutama terkait reforma agraria. Presiden Jokowi meminta, antara lain, penyelesaian masalah konflik agraria dan mafia pertanahan secara maksimal dan secepat mungkin.
Terkait masalah konflik agraria, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Usep Setiawan menuturkan, KSP menerima dan mengelola pengaduan kasus konflik agraria dari masyarakat. Sebagai gambaran, sejak 2016 sampai Mei 2022, KSP menerima sekitar 1.504 kasus yang dilaporkan masyarakat kepada Istana Presiden melalui KSP.
Baca Juga: Penyelesaian Konflik Lahan, Bukan Sekadar Bagi-bagi Sertifikat Tanah
Selama ini KSP mengorkestrasi penyelesaiannya bersama kementerian dan lembaga terkait. ”KSP tidak secara khusus terlibat dalam satgas anti-mafia tanah, tetapi KSP berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga untuk penyelesaian seluruh konflik agraria,” kata Usep.
Adapun percepatan legalisasi tanah di wilayah pesisir dan pulau kecil juga menjadi salah satu agenda reforma agraria yang jadi perhatian Presiden Jokowi. KSP melakukan debottlenecking (upaya menghilangkan sumbatan) permasalahan itu.

Konflik warga Desa Wadas dengan petugas kepolisian di Desa Wadas, Kecamatan, Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah pecah pada Selasa 8 Februari 2022. Konflik terjadi saat pengukuran tanah di Desa Wadas. Dari peristiwa ini 64 orang ditahan Polres Purwerojo. Tiga orang yang diduga sebagai provokator naik ke proses penyidikan, sisanya dibebaskan.
Rapat teknis dan koordinasi bersama Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sebagai pemangku kepentingan, juga digelar untuk memastikan program tersebut berjalan maksimal. ”Hasilnya, ada sinkronisasi terhadap regulasi. Output-nya nanti, KKP akan menerbitkan perizinan untuk dijadikan landasan hukum bagi BPN untuk menerbitkan sertifikat,” kata Usep.
Menurut Usep dipilihnya Hadi Tjahjanto sebagai Menteri ATR/Kepala BPN oleh Presiden Jokowi baru-baru ini membawa angin segar bagi percepatan pelaksanaan reforma agraria. Mantan Panglima TNI ini diharapkan dapat lebih tegas dan lurus dalam mempercepat redistribusi tanah, penyelesaian konflik agraria, dan pemberdayaan masyarakat.
Baca Juga: Presiden Bagikan 124.120 Sertifikat, 5.512 di antaranya Hasil Penyelesaian Sengketa
KSP juga berharap Hadi Tjahjanto agar dapat segera mengeliminasi ego sektoralisme yang selama ini menyumbat pencapaian reforma agraria. Sinergi dan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga harus mewujud dalam kebijakan dan tindakan nyata.
Menteri ATR/Kepala BPN baru ditugaskan oleh Presiden untuk mempercepat dan memperbanyak penyelesaian konflik agraria. ”Menteri baru sudah tepat untuk segera ketemu dengan Kapolri–dan, sebaiknya–juga dengan Kejaksaan Agung dan Kemenko Polhukam agar ada strategi dan langkah bersama dalam memberantas mafia tanah,” kata Usep.
Menteri ATR/Kepala BPN baru juga harus meningkatkan pengawasan internal di ATR/BPN. Hal ini diperlukan agar mempersempit ruang dan peluang bagi pejabat serta aparat ATR/BPN untuk bertindak nakal dan jahat dengan terlibat mafia tanah yang merugikan kepentingan publik secara luas.

Moeldoko Kepala Staf Kepresidenan Joko Widodo
Terobosan
Beberapa waktu lalu, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko saat membuka diskusi bersama pakar untuk menemukan solusi penyelesaian konflik agraria di atas aset PTPN, Rabu (8/6), menekankan arti penting terobosan kebijakan. Penyelesaian konflik agraria pada aset PTPN merupakan perwujudan reforma agraria yang telah ditetapkan sebagai program strategis nasional dan dimonitor langsung oleh Presiden Jokowi.
Implementasi reforma agraria dimaksud meliputi legalisasi aset, redistribusi tanah, perhutanan sosial, serta penataan akses, yaitu pemberian kesempatan akses para pemilik tanah tersebut. ”Kita harus dapat memilih kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah dan memperkuat kepercayaan diri para pihak bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan,” kata Moeldoko.
Kita harus dapat memilih kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah dan memperkuat kepercayaan diri para pihak bahwa permasalahan ini dapat diselesaikan.
Sementara itu, Direktur Umum PTPN III (Holding) Doni Gandamihardja berharap ada payung hukum yang kuat terkait pelepasan aset PTPN. Menurut dia, harus ada sinkronisasi dan koherensi antara rezim hukum publik dan privat yang selama ini belum jelas.
”Kami harap KSP bersama dengan Kementerian BUMN, PTPN III (Holding), dan kementerian/lembaga terkait lainnya bisa segera menyusun kerangka kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini,” kata Doni.
Pakar hukum administrasi negara Universitas Indonesia, Dian Puji Simatupang, menilai, permasalahan yang terjadi pada aset PTPN merupakan salah satu akibat dari kerumitan penafsiran hukum yang selama ini terjadi. ”Hal ini menimbulkan ill-structuredproblems yang bisa mengakibatkan masalah lebih luas,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, tentang Percepatan Penyelesaian Permasalahan Pertanahan di Sumatera Utara, Rabu (11/3/2020). Menurut Presiden, ada dua masalah pertanahan di Sumatera Utara yang harus segera diputuskan, yakni konflik eks lahan Hak Guna Usaha PTPN II dan sengketa lahan di Pangkalan Udara Suwondo, eks Bandara Polonia Medan.
Terkait hal ini, Staf Khusus Presiden bidang Hukum Dini Purwono menilai perlu sebuah peta jalan yang jelas agar penyelesaian konflik agraria di atas aset PTPN dapat dilakukan secara menyeluruh dan tidak parsial. ”Roadmap tersebut dibutuhkan untuk menjawab kasus-kasus pertanahan yang sampai dengan saat ini tersebar di antara aset 11 anak perusahaan PTPN,” tutur Dini.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika ketika dihubungi, Senin (27/6), menuturkan, penyelesaian konflik agraria terletak pada kepemimpinan Presiden karena membutuhkan terobosan politik dan terobosan hukum. Hal ini karena banyak konflik agraria yang mengalami kemacetan itu bukan konflik pertanahan biasa, melainkan konflik agraria yang bersifat struktural.
Baca Juga: Terobosan Reforma Agraria Ditunggu
Konflik agraria bersifat struktural itu timbul karena banyak keputusan hukum dan bahkan keputusan politik yang lebih banyak mengalokasikan tanah bagi badan-badan usaha skala besar dan bagi kepentingan investasi. ”Jadinya tumpang tindih atau mencerabut wilayah-wilayah masyarakat. Konflik agrarianya sudah bersifat laten, yang akan selalu mencuat atau meledak dalam satu kurun waktu tertentu,” ujar Dewi.
Dia mencontohkan, konflik agraria desa-desa yang berhadapan dengan PTPN atau aset tanah BUMN. Konflik agraria seperti ini tidak dapat diselesaikan hanya oleh Kementerian ATR/BPN, tetapi juga harus melibatkan Menteri BUMN dan Menteri Keuangan, untuk mengeluarkan tanah-tanah itu dari klaim aset BUMN atau aset negara.
”Belum lagi ketika berurusan dengan perkebunan swasta. Bisa jadi HGU (hak guna usaha) perusahaannya masih aktif tapi sebenarnya itu melanggar kampung dan desa. Atau, sudah telantar, sudah puluhan tahun ditelantarkan perusahaan, tidak ada kepastian hukum diberikan kepada masyarakat, jadi statusnya masih konflik. Bahasanya BPN itu belum clean and clear, artinya masih bersengketa,” kata Dewi.

Konflik seperti ini bukan sengketa pertanahan yang sifatnya pidana biasa atau perdata. Terobosan politik atau hukum dari pemerintah diperlukan untuk mengeluarkan klaim-klaim HGU yang masih aktif atau bahkan yang sudah kedaluwarsa. ”Jadi, banyak di Indonesia ini sudah kedaluwarsa HGU-nya, si perusahaan sudah tidak punya alas hak untuk beroperasi, tapi klaimnya masih jalan. Bahkan, masih keras di bawah, masih represif, sama tanah-tanah masyarakat,” ujarnya.
Demikian pula konflik tanah berkaitan dengan kawasan hutan yang juga membutuhkan penanganan bercorak lintas sektoral, lintas kementerian. ”Artinya, PR-nya adalah bagaimana Presiden memastikan bahwa seluruh kementerian yang berkaitan dengan konflik agraria (ikut menangani). Masyarakat sipil, kami dari KPA, selalu sejak awal ketika Presiden Jokowi memimpin harusnya lembaga penyelesaian konflik agraria itu bersifat lintas sektor,” kata Dewi.
Baca Juga: Runtuhkan Ego Sektoral untuk Tuntaskan Reforma Agraria
KPA berpandangan penyelesaian konflik agraria tidak bisa hanya dipimpin oleh satu kementerian, misalnya hanya oleh Menteri ATR/BPN atau sekarang, untuk reforma agraria, oleh Menko Perekonomian. Penyelesaian konflik agraria harus dipimpin langsung Presiden, bersifat otoritatif, dan mengeksekusi segenap permasalahan yang terakumulasi sejak Orde Baru, Reformasi, dan konflik-konflik agraria baru.
”Belum lagi kalau misalnya bicara IKN, (yang) nanti akan memperparah konflik agraria karena membutuhkan 250.000 hektar tanah untuk membangun ibu kota baru. Atau, PSN (proyek strategis nasional), di berbagai daerah. Pengadaan tanah untuk kepentingan infrastruktur pun itu akan memicu konflik-konflik agraria baru,” kata Dewi.
Apabila konflik agraria yang lama tidak diselesaikan dan ditambah konflik baru, konflik agraria akan semakin terakumulasi ketika cara-cara pemerintah menyelesaikan konflik-konflik itu tidak berubah atau masih business as usual (biasa-biasa saja).
”Atau, kadang kita melihatnya kayak pemadam kebakaran, kalau sudah ada korban, sudah ada yang ditangkap, di wilayah konflik agraria baru turun. Tapi itu pun tidak menuntaskan konfliknya, (sebab) yang diambil hanya kasus pidananya, tetapi akar masalah dari konflik tidak dituntaskan,” ujar Dewi.